Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman: Khurafat dalam Kajian Misteri Angka-Angka

Senin, 05 Desember 2022 - 15:04 WIB
loading...
Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman: Khurafat dalam Kajian Misteri Angka-Angka
Murad Wilfred Hoffman, mualaf asal Jerman. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Mualaf asal Jerman, Murad Wilfred Hoffman, menulis catatan harian bertajuk Khurafat dalam Kajian Misteri Angka-Angka dalam buku yang berjudul "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman" (Gema Insani Press, 1998). Catatan tersebut ditulis tatkala ia berada di Brussel pada 16 Desember 1985. Berikut selengkapnya isi catatan harian tersebut:

Bagi seorang muslim, Al-Qur'an adalah penegasan wahyu Allah SWT untuk kemanusiaan yang diturunkan dalam bahasa Arab. Itulah latar belakang yang memungkinkan kita membaca tantangan yang terdapat dalam surat Hud ayat 13, "Apakah mereka mengatakan, "Dia (Muhammad)-lah yang membuat Al-Qur'an? Katakan (Hai Muhammad) datangkanlah oleh kalian sepuluh surat yang semisal dengannya (Al-Qur'an)...."

Karena itu, bisa dipahami jika umat Islam berusaha menyingkap "konstruksi dalam" dari desain bangunan Al-Qur'an, seperti halnya para astronom berupaya menyingkap misteri jagad raya berserta isinya.

Wajar jika mereka memecahkan rahasia yang dinamakan "teka-teki silang" yaitu susunan-susunan samar yang terdiri atas beberapa huruf yang terkadang mencapai lima huruf di muka banyak gambar.



Pembahasan rahasia makna di balik angka, dalam Islam, digunakan sebagai metode ketangkasan dalam memecahkan simbol-simbol dan problematika penafsiran lainnya.

Metode spiritual yang bersumber dari Qiblaniyah ini berasumsi bahwa kata-kata keadaannya sama dengan bilangan. Kata bisa mewakili bilangan tertentu, seperti halnya angka mengandung makna-makna rahasia.

Buktinya, tidak ada nomor 13 di pintu hotel-hotel. Fenomena ini juga tersebar di dunia Islam. Babus, Pemimpin Qiblaniyah, mendeskripsikan metode ini dengan ungkapan yang jelas, "Gantilah huruf dengan angka kemudian, balikkan, lalu buatlah proses perhitungan atas dasar ini," (al-Qiblaniyah; Fesbaden 1983).

Logislah bahwa simbol angka, walaupun dibungkus dengan cara ilmiah, tidak lebih dari rekaan-rekaan yang disandarkan pada hipotesis-hipotesis yang kosong dari nilai kualitatif dan kuantitatif huruf-huruf hijaiyah tertentu. Secara realita, kita bisa mengatakan bahwa aliran Teosofi Qiblaniyah, sebagai bagian dari rumus-rumus kimia atau tasawuf matematis, berusaha menggapai kekuatan-kekuatan magis.

Yang sangat mencengangkan, salah seorang pendeta Kristen akhir-akhir ini melakukan analisis angka terhadap Al-Qur'an dengan judul "Muhammad dan Almasih" --teks-teks yang berhubungan dengan karakter Almasih dalam Al-Qur'an (Wina: 1987).

Pendeta ini bernama Prof Klaus Scheidle. Ia menggunakan pendekatan memutar angka ala Qiblaniyah. Dalam buku setebal 500 halaman, ia menghitung, menambah, membuang, dan mengurut kumpulan angka-angka ganjil dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah sampai ia berkesimpulan, sebagai berikut.

1. Autentisitas Al-Qur'an sangat akurat.
2. Muhammad adalah seniman ulung dan penulis yang mencapai derajat kesempurnaan.
3. Riwayat Al-Qur'an tentang Almasih sangat mirip dengan yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang mengisyaratkan kesuksesan dialog Islam-Kristen seputar risalah Almasih --dan bukan kedudukan atau jati dirinya.



Dalam konteks ini, Scheidle cukup jujur mengutip beberapa alinea dari "Karya Para Nabi" (3:13,26 dan 427,30) agar mengingatkan pembaca bahwa orang Kristen, Yahudi, dan Syria awalnya berbeda dengan yang berlatar belakang Helenisme dan Latin --memandang Almasih sebagai hamba Allah saja. Bahkan, ia juga mengakui bahwa Kristen Semit Asli sama dengan Islam.

Yang membuat optimistis, ia sebagai salah seorang pakar teologi Kristen, setelah kajiannya terhadap sejarah yang menyedihkan terhadap Gereja Nestoris, sampai pada kesimpulan ini. Sayangnya, berpijak dari khurafat angka-angka, ia mengurangi kredibilitas Nabi Muhammad dengan menganggapnya sebagai penulis dan seniman ulung. Itu karena, Allah-lah yang mendesain bangunan Al-Qur'an.

Jujur saja, setelah halaman 34 dari buku ini, tidak ada yang layak dibaca, tatkala ia berkata, "Dan ketika huruf-huruf adalah angka-angka, maka kita menambahkan nilai-nilai yang sepadan dengannya."

Sampai batas ini, hilanglah unsur ilmiah dan klenik pun dimulai. Alangkah sombongnya ia ketika mengatakan bahwa alfabet Ibrani tidak mewakili sistem nilai angka-angka yang datang dari Allah saja, akan tetapi juga membatasi sistem nilai angka dalam alfabet Arab.

Kalau boleh aku bertanya mengapa huruf alif bernilai 1, huruf ta bernilai 400, dan huruf ra bernilai 200, pada saat ia hanya bernilai 5? Lagi pula siapa yang memutuskan bahwa angka 55 menunjuk pada kesempurnaan yang tinggi? Demi Allah, beri aku jawaban.



Sungguh aneh apabila Anda perhatikan cara kerja para pakar linguistik Qiblaniyah. Salah satu permainan mereka adalah membuat ramalan-ramalan yang keterlaluan, yang kadang terwujud ketika mereka selalu mengubah gaya dan tolok ukur perhitungan sampai berhenti pada angka yang memiliki makna simbolis. Ini adalah hasil yang terjamin dari segi ilmiah, selama penganut-penganut Qiblaniyah memberikan perkiraan nilai simbolis bagi setiap susunan angka.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2394 seconds (0.1#10.140)