QS. Al-Maidah Ayat 112
Hal ini juga pernah terjadi pada Nabi Ibrahim ketika beliau memohon kepada Allah agar Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia kuasa menghidupkan makhluk yang telah mati. Allah berfirman:
dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati." Allah berfirman, "Belum percayakah engkau?" Dia (Ibrahim) menjawab, "Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap)." (al-Baqarah/2:260)
Dengan demikian, pertanyaan kaum hawariyyin tadi dapat diartikan sebagai berikut, "Hai Isa, maukah Tuhanmu memperkenankan bila kami memohon kepada-Nya agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan?" Jadi yang mereka ragukan bukanlah kekuasaan Allah untuk mengabulkan hal itu melainkan apakah Tuhan bersedia mengabulkan permintaan Nabi, bila Nabi Isa memintakan hal itu kepada-Nya untuk mereka. Patut diperhatikan dalam ayat di atas, bahwa ketika kaum hawariyyin mengemukakan pertanyaan mereka kepada Nabi Isa, mereka menyebutkannya dengan namanya, lalu diiringi dengan sebutan 'putra Maryam. Ini untuk menegaskan bahwa mereka tidak menganut kepercayaan bahwa Isa adalah Tuhan, atau anak Tuhan. Mereka yakin bahwa Isa adalah makhluk Allah yang dipilih untuk menjadi Nabi dan Rasul-Nya, juga adalah putra Maryam, bukan putra Allah.
hawariyyun atau hawariyyin, dari kata hawari, "bahan pemutih pakaian, yang bersih dan bebas dari segala noda; sahabat dan pembela;" menurut Mu'jam Alfadh al-Qur'an al-Karim, hawari, murni dan bersih dari segalanya, umumnya dipakai untuk mereka yang benar-benar ikhlas untuk para nabi," atau "pembelaan, dukungan," "pembela-pembela" (Ali 'Imran/3: 52). Diduga dari asal bahasa Abisinia. Menurut Muhammad Asad dalam The Message of The Qur'an, "orang yang memutihkan pakaiannya dengan mencucinya," karenanya dikatakan juga untuk pengikut-pengikut Nabi Isa sebagai simbul orang yang berhati bersih. Penemuan Dead Sea Scroll belum lama ini sangat mendukung pendapat ini, bahwa kata hawari dipakai untuk menunjukkan orang yang menjadi anggota Persaudaraan Essense, yaitu sekelompok golongan agama di Palestina pada masa Nabi Isa, yang mungkin juga termasuk dia sendiri. Golongan Essense ini terutama dikenal karena kegigihannya mempertahankan kebersihan moral serta tidak mementingkan diri sendiri, dan mereka selalu mengenakan pakaian putih. Nabi Muhammad memberi gelar hawari kepada Zubair bin 'Awwam dengan mengatakan:
"Setiap nabi punya seorang hawari, dan hawari-ku adalah Zubair bin 'Awwam". (Riwayat al-Bukhari dan at-Tirmidzi)
Dalam beberapa tafsir bahasa Indonesia diterjemahkan dengan "pengikut," "sahabat," "penolong" atau "tetap "Hawariyun;" sementara Bibel menerje-mahkannya dengan "murid".
Pada akhir ayat tersebut diterangkan jawaban Nabi Isa kepada kaum hawariyyin. Ia menyuruh mereka agar bertakwa kepada Allah, yaitu agar mereka tidak mengajukan permintaan ataupun pertanyaan yang memberikan kesan seolah-olah mereka meragukan kekuasaan Allah. Ini merupakan suatu pelajaran yang amat baik, sebab orang-orang yang beriman haruslah memperkokoh imannya, dan melenyapkan segala macam hal yang dapat mengurangi keimanan. Allah Mahakuasa, atas segala sesuatu. Menyediakan suatu hidangan adalah suatu pekerjaan yang tidak patut untuk dimohonkan kepada Allah. Dia Mahamulia. Dia telah mengaruniakan kepada hamba-Nya segala sesuatu di bumi, baik berupa bahan makanan, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Maka tugas manusialah untuk mengolah bahan-bahan yang tersedia itu untuk mereka jadikan makanan, pakaian, rumah dan sebagainya untuk kepentingan mereka sendiri. Allah tidak meminta imbalan atas nikmat yang telah disediakan-Nya, yang tak terhitung jumlahnya. Apabila Allah tidak menurunkan hidangan dari langit, maka hal itu tidaklah mengurangi arti kekuasaan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Sebab itu, janganlah mengurangi iman dan keyakinan kepada-Nya.
Surat Al Maa'idah terdiri dari 120 ayat; termasuk golongan surat Madaniyyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekah, namun ayat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Medinah, yaitu di waktu haji wadaa'. Surat ini dinamakan Al Maa'idah (hidangan) karena memuat kisah pengikut-pengikut setia Nabi Isa a.s. meminta kepada Nabi Isa a.s. agar Allah menurunkan untuk mereka Al Maa'idah (hidangan makanan) dari langit (ayat 112). Dan dinamakan Al Uqud (perjanjian), karena kata itu terdapat pada ayat pertama surat ini, dimana Allah menyuruh agar hamba-hamba-Nya memenuhi janji prasetia terhadap Allah dan perjanjian-perjanjian yang mereka buat sesamanya. Dinamakan juga Al Munqidz (yang menyelamatkan), karena akhir surat ini mengandung kisah tentang Nabi Isa a.s. penyelamat pengikut-pengikut setianya dari azab Allah.
Umat Islam merayakan momen Idulfitri yang disebut-sebut sebagai hari kemenangan dan saatnya kembali ke Fitrah. Apa sebenarnya makna Fitrah?
Salah satu amalan sunnah ketika salat Idulfitri yaitu berangkat dan pulang melewati jalan berbeda. Berikut hikmah disunnahkannya menempuh jalan berbeda saat salat Id.
Hari raya Idulfitri merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik (hablun minnannas)
Momen Idulfitri sangat istimewa bagi setiap muslim, tak terkecuali kaum wanita muslimah. Namun, ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari kaum Hawa ini saat merayakan Idulfitri ini. Hal apa saja?
Bacaan niat salat Idulfitri dapat dilakukan dalam hati sebelum melaksanakan salat Ied. Bagaimana lafadz niat salat Idulfitri ini dalam bahasa Arab dan terjemahannya?