QS. Asy-Syu'ara' Ayat 119

فَاَنۡجَيۡنٰهُ وَمَنۡ مَّعَهٗ فِى الۡـفُلۡكِ الۡمَشۡحُوۡنِ​ۚ‏
Fa anjainaahu wa mamma'ahuu fil fulkil mashhuun
Kemudian Kami menyelamatkannya Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal yang penuh muatan.
Juz ke-19
Tafsir
Allah pun mengabulkan doa Nabi Nuh. Kemudian Kami menyelamatkannya yakni Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam kapal yang penuh muatan yaitu berupa kebutuhan pokok mereka.
Allah mengabulkan doa Nabi Nuh dan memerintahkan agar ia bersama orang-orang yang beriman membuat sebuah kapal besar yang dapat mengangkut mereka semua, beserta barang-barang keperluan dan alat-alat perlengkapan mereka.

Nabi Nuh bersama para pengikutnya mulai membuat kapal. Kaumnya heran dan tercengang melihat apa yang dilakukannya. Mereka tidak mengetahui apa yang sedang dibuat Nabi Nuh itu. Kaumnya menganggap Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman, terutama yang ikut membantunya membuat kapal itu, telah gila. Setiap orang yang lewat di dekat Nabi Nuh membuat kapal itu mengejek dan mencemooh perbuatannya.

Perintah Allah agar Nabi Nuh membuat kapal dan sikap kaum Nabi Nuh itu dijelaskan dalam firman-Nya:

"Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan." Dan mulailah dia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Dia (Nuh) berkata, "Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal." (Hud/11: 37-39).

Ejekan itu dijawab Nabi Nuh dengan mengingatkan mereka akan azab Allah yang akan ditimpakan kepada orang-orang kafir yang tidak mengindahkan seruan rasul-Nya. Jika mereka selalu bersikap demikian, maka azab itu akan segera datang. Pada saat menerima azab dan malapetaka itu, mereka akan menyesal untuk selama-lamanya. Namun demikian, penyesalan itu tak ada gunanya lagi karena semua pintu tobat telah tertutup bagi mereka. Allah mengingatkan Nabi Nuh agar tidak lagi melayani orang-orang yang zalim itu, karena keimanan mereka tidak bisa diharapkan lagi, dan telah menjadi ketetapan Allah untuk membinasakan mereka.

Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya telah berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah membuat kapal itu. Setelah selesai, tibalah saat-saat yang dijanjikan Allah, yaitu membinasakan orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang yang beriman. Pada saat itu, bumi memancarkan air dari segala penjuru dan meluap, seperti luapan air yang sedang mendidih di dalam kuali tempat memasak. Dalam waktu yang singkat, air itu telah menenggelamkan permukaan bumi.

Pada saat itu, Allah memerintahkan agar Nabi Nuh menyuruh orang-orang yang beriman naik ke atas kapal dengan membawa perlengkapan yang diperlukan. Allah juga memerintahkan untuk membawa binatang-binatang piaraan mereka, masing-masing seekor jantan dan betina, agar dapat berkembang biak nanti setelah topan dan banjir berhenti.

Menurut sebagian mufasir, keluarga Nabi Nuh yang ikut masuk ke dalam kapal itu hanyalah seorang istri yang beriman dan tiga orang putranya, yaitu Sam, Ham, dan Yafits. Demikianlah Nabi Nuh mulai berlayar dengan menyebut nama Allah, mengarungi banjir seperti laut itu, menempuh ombak yang menjulang seperti gunung.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Asy-Syu'ara'
Surat ini terdiri dari 227 ayat termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamakan Asy Syu'araa' (kata jamak dari Asy Syaa'ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa' yang terdapat pada ayat 224, yaitu pada bagian terakhir surat ini, di kala Allah s.w.t. secara khusus menyebutkan kedudukan penyair- penyair. Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah dan mereka tidak mempunyai pendirian, perbuatan mereka tidak sesuai dengan tidak mempunyai pendirian, perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Sifat-sifat yang demikian tidaklah sekali-kali terdapat pada rasul-rasul. Oleh karena demikian tidak patut bila Nabi Muhammad s.a.w. dituduh sebagai penyair, dan Al Quran dituduh sebagai syair, Al Quran adalah wahyu Allah, bukan buatan manusia.