QS. Al-An’am Ayat 122

اَوَمَنۡ كَانَ مَيۡتًا فَاَحۡيَيۡنٰهُ وَجَعَلۡنَا لَهٗ نُوۡرًا يَّمۡشِىۡ بِهٖ فِى النَّاسِ كَمَنۡ مَّثَلُهٗ فِى الظُّلُمٰتِ لَـيۡسَ بِخَارِجٍ مِّنۡهَا‌ ؕ كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلۡكٰفِرِيۡنَ مَا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ
Awa man kaana maitan fa ahyainaahu wa ja'alnaa lahuu nuurany yamshii bihii fin naasi kamamm masaluhuu fiz zulumaati laisa bikhaarijim minhaa; kazaalika zuyyina lilkaafiriina maa kaanuu ya'maluun
Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.
Juz ke-8
Tafsir
Kemudian Allah menjelaskan tentang perbedaan yang mencolok antara orang muslim dan orang musyrik atau kafir dalam bentuk pertanyaan agar pembaca merenung dan menemukan sendiri jawabannya. Dan apakah orang yang sudah mati yaitu orang kafir lalu Kami hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang berupa hidayah, berupa Al-Qur'an atau Islam, yang membuatnya dapat berjalan menuju ke arah yang benar di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, yaitu kekufuran, kebutaan mata hati, dan kebodohan sehingga dia tidak dapat keluar dari sana? Dia selalu bimbang dan ragu dalam kehidupannya. Lalu Allah menjelaskan tentang penyebab kekafiran seseorang, yaitu adanya pencitraan terhadap hal-hal yang buruk menjadi terasa indah di matanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan. Bagi orang yang kuat imannya, dia tidak akan terbuai dengan pencitraan itu.
Sabab Nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Ibnu 'Abbas dalam firman Allah, beliau mengatakan bahwa ayat ini turun pada Umar dan Abu Jahal.

Dalam rangka menampakkan perbedaan antara kaum Muslimin dari orang-orang kafir, Allah mengemukakan pertanyaan, yaitu apakah orang-orang yang mati hatinya karena kekufuran dan kebodohan lalu Kami hidupkan hatinya dengan keimanan dan Kami berikan pula kepadanya cahaya, yaitu Al-Qur'an yang terang benderang, sama keadaannya dengan keadaan orang yang berada dalam kegelapan yang berlapis-lapis? Ia tidak dapat keluar dari kegelapan itu. Dirinya diliputi dengan ketakutan, kelemahan dan kebingungan. Demikian pula seorang yang berada dalam kebodohan, taklid yang buta dan kerusakan pikiran, tidak dapat keluar lagi dari hal yang demikian itu. Ia merasa takut keluar dari gua kesesatannya dan merasa tidak perlu untuk keluar kepada petunjuk yang terang benderang karena matanya silau oleh cahaya petunjuk itu.

Maka sepantasnyalah setiap muslim untuk selalu mencari dan menggunakan ilmu pengetahuan dalam segala hal. Ia harus mengetahui kebenaran agamanya dengan penuh keyakinan sehingga ia mantap dalam melakukan amal-amal kebajikan, dan dapat menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya.

Dengan demikian, ia akan menjadi mercusuar yang mencerminkan keyakinan yang kuat dan hujjah yang nyata, memperlihatkan keutamaan agamanya kepada pemeluk agama-agama yang lain. Begitulah Allah telah menjadikan orang beriman memandang baik kepada cahaya petunjuk dan agama yang telah menghidupkan hatinya. Sebaliknya Allah telah menjadikan orang-orang kafir memandang baik apa saja yang mereka kerjakan, seperti berbuat dosa dan pelanggaran memusuhi Rasul, menyembelih kurban untuk selain Allah dan mengharamkan apa yang tidak diharamkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan-Nya dan sebagainya. Semua itu mereka lakukan disebabkan oleh tipu daya setan yang membisikkan bujukan itu ke dalam hati mereka. Contoh nyata dari orang yang tidak beriman dan menolak hidayah Allah adalah Abu Jahal.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-An’am
Surat Al An'aam (binatang ternak: unta, sapi, biri-biri dan kambing) yang terdiri atas 165 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah, karena hampur seluruh ayat-ayat-Nya diturunkan di Mekah dekat sebelum hijrah. Dinamakan Al An'aam karena di dalamnya disebut kata An'aam dalam hubungan dengan adat-istiadat kaum musyrikin, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada tuhan mereka. Juga dalam surat ini disebutkan hukum-hukum yang berkenaan dengan binatang ternak itu.