QS. Al-Mu’minun Ayat 2

الَّذِيۡنَ هُمۡ فِىۡ صَلَاتِهِمۡ خَاشِعُوۡنَ
Allaziina hum fii Salaatihim khaashi'uun
(yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya,
Juz ke-18
Tafsir
Sungguh, pasti beruntung orang-orang mukmin yang telah mantap imannya dan terbukti dengan mengerjakan amal-amal saleh. Orang yang demikian itu ialah orang yang khusyuk dalam salatnya, yakni tumakninah, rendah hati, fokus, serta menyadari dengan sepenuuhnya bahwa dia sedang menghadap Sang Penciptanya (Lihat juga: al-Baqarah/2: 45–46).
Khusyuk dalam salat. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang kedua, yaitu seorang mukmin yang beruntung, jika salat benar-benar khusyuk dalam salatnya, pikirannya selalu mengingat Allah, dan memusatkan semua pikiran dan panca inderanya untuk bermunajat kepada-Nya. Dia menyadari dan merasakan bahwa orang yang salat itu benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya, oleh karena itu seluruh anggota tubuh dan jiwanya dipenuhi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dengan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya. Untuk dapat memenuhi syarat kekhusyukan dalam salat, harus memperhati-kan tiga perkara, yaitu:

a) Paham apa yang dibaca, supaya apa yang diucapkan lidahnya dapat dipahami dan dimengerti, sesuai dengan ayat:

Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Muhammad/47: 24)

b) Ingat kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya:

Dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (thaha/20: 14)

c) Salat berarti munajat kepada Allah, pikiran dan perasaan orang yang salat harus selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para ulama berpendapat bahwa salat yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak bernyawa. Akan tetapi ketiadaan khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang kembali.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Mu’minun
Surat Al Mu'minuun terdiri atas 118 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamai Al Mu'minuun, karena permulaan ayat ini manerangkan bagaimana seharusnya sifat-sifat orang mukmin yang menyebabkan keberuntungan mereka di akhirat dan ketenteraman jiwa mereka di dunia. Demikian tingginya sifat-sifat itu, hingga ia telah menjadi akhlak bagi Nabi Muhammad s.a.w.