QS. Al-Mujadilah Ayat 4

فَمَنۡ لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ يَّتَمَآسَّاؕ فَمَنۡ لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ فَاِطۡعَامُ سِتِّيۡنَ مِسۡكِيۡنًا‌ؕ ذٰلِكَ لِتُؤۡمِنُوۡا بِاللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ‌ؕ وَتِلۡكَ حُدُوۡدُ اللّٰهِ‌ؕ وَلِلۡكٰفِرِيۡنَ عَذَابٌ اَلِیْمٌ
Famal lam yajid fa siyaamu shahraini mutataabi'ayni min qabli any-yatamaaassaa famal lam yastati' fa-it'aamu sittiina miskiina; zaalika litu'minuu billaahi wa rasuulih'wa tilka huduudul laah; wa lilkaafiriina 'azaabun aliim
Maka barangsiapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih.
Juz ke-28
Tafsir
Maka barang siapa yang tidak menemukan, tidak memiliki uang untuk memerdekakan hamba sahaya karena harganya mahal, maka dia wajib membayar kafarat zihar dengan berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur kembali. Barang siapa tidak mampu, membayar kafarat zihar dengan berpuasa dua bulan berturut-turut, maka ia wajib membayar kafarat zihar dengan memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah, Allah menjelaskan hukum zihar dan kafarat-nya agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan benar-benar berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunah-Nya dan itulah hukum-hukum Allah tentang zihar dan kafarat-kafaratnya; dan Allah memperingatkan bahwa bagi orang-orang yang mengingkarinya, yakni hukum zihar, akan mendapat azab yang sangat pedih di akhirat, karena mengatakan yang bukan-bukan, mengharamkan menggauli istri yang dihalalkan Allah.
Pada ayat-ayat ini diterangkan syarat-syarat bagi suami-istri agar dapat bercampur atau melaksanakan perkawinan kembali jika mereka telah bercerai, yaitu pihak suami wajib membayar kafarat. Kewajiban membayar kafarat itu disebabkan telah terjadinya zihar dan adanya kehendak suami mencampuri istrinya ('aud).

Dalam ayat ini diterangkan tiga tahap kafarat zihar. Tahap pertama harus diupayakan melaksanakannya. Kalau tahap pertama tidak sanggup dilaksanakan, boleh menjalankan tahap kedua. Bila tahap kedua juga tidak sanggup melaksanakannya, wajib dijalankan tahap ketiga. Tahap-tahap itu ialah:

1.Memerdekakan seorang budak sebelum melaksanakan persetubuhan kembali. Ini adalah ketetapan Allah yang ditetapkan bagi seluruh orang yang beriman, agar mereka berhati-hati terhadap perbuatan mungkar dan membayar kafarat itu sebagai penghapus dosa perbuatan mungkar. Allah memperhatikan dan mengetahui semua perbuatan hamba-Nya, dan akan mengampuni semua hamba-Nya yang mau menghentikan perbuatan mungkar dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Pada saat ini perbudakan telah hapus dari permukaan bumi, karena itu kafarat tingkat pertama ini tidak mungkin dilaksanakan lagi. Memerdekakan budak sebagai kafarat, termasuk salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yang pernah membudaya di kalangan bangsa-bangsa di dunia, seperti yang terjadi di Amerika, Eropa, dan lain-lain. Oleh karena itu, agama Islam adalah agama yang berusaha menghapus perbudakan dan menetapkan cara-cara untuk melenyapkannya dengan segera.

2.Jika yang pertama tidak dapat dilakukan, hendaklah puasa dua bulan berturut-turut. Berturut-turut merupakan salah satu syarat dari puasa yang akan dilakukan itu. Hal ini berarti jika ada hari-hari puasa yang tidak terlaksana seperti puasa sehari atau lebih kemudian tidak puasa pada hari yang lain dalam masa dua bulan itu, maka puasa itu tidak dapat dijadikan kafarat, walaupun tidak berpuasa itu disebabkan perjalanan jauh (safar) atau sakit. Puasa itu harus dilakukan sebelum melakukan persetubuhan suami istri.

3.Jika yang kedua tidak juga dapat dilaksanakan, maka dilakukan tahap ketiga, yaitu memberi makan enam puluh orang miskin.

Zihar adalah semacam sumpah, yaitu sumpah suami yang menyatakan bahwa istrinya haram dicampuri seperti haramnya mencampuri ibunya. Oleh karena itu, yang wajib membayar kafarat ialah suami yang melakukan zihar saja, karena dialah yang bersumpah, sedang istri yang tidak pernah melakukan zihar tidak wajib membayar kafarat.

Jumlah atau bentuk kafarat zihar yang ditetapkan itu adalah jumlah atau bentuk yang sangat tinggi, apalagi jika diingat bahwa hukum itu berlaku bagi seluruh kaum Muslimin, baik yang kaya atau yang miskin. Bagi seorang yang kaya tidak ada kesulitan membayar kafarat itu, tetapi merupakan hal yang sulit dan berat membayarnya bagi orang-orang miskin.

Menghadapi masalah yang seperti ini, syariat Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dapat meringankan suatu beban yang dipikulkan Allah kepada kaum Muslimin, yaitu prinsip, "Kesukaran itu menimbulkan kemudahan," asal saja kesukaran itu benar-benar suatu kesukaran yang tidak dapat diatasi, disertai dengan keinginan di dalam hati untuk mencari keridaan Allah.

Sehubungan dengan ini, pada kelanjutan hadis Khuwailah binti Malik yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dikatakan:

Maka Rasulullah saw berkata, "Hendaklah ia memerdekakan seorang budak." Khaulah berkata, "Ia tidak sanggup mengusahakannya." Nabi berkata, "(Kalau demikian) maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut." Khaulah berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ia (suamiku) adalah seorang yang telah tua bangka, tidak sanggup lagi berpuasa." Nabi berkata, "Maka hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin." Khaulah berkata, "Ia tidak mempunyai sesuatu pun yang akan disedekahkannya." Rasulullah saw Berkata, "(Kalau demikian) maka sesungguhnya aku akan membantunya dengan segantang tamar." Khaulah berkata, "Dan aku akan membantunya pula dengan segantang tamar." Berkata Rasulullah saw, "Engkau benar-benar baik, pergilah, maka beritahukanlah atas namanya, beri makanlah dengan tamar ini enam puluh orang fakir-miskin." (Riwayat Abu Dawud)

Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa Khaulah mengatakan kepada Rasulullah saw bahwa orang yang paling miskin di negeri ini adalah keluarganya. Maka Rasulullah saw menyuruh Khaulah membawa kurma sebagai kafarat itu pulang ke rumahnya untuk dimakan keluarganya sendiri.

Pada dasarnya agama Islam tidak menyetujui adanya zihar itu, bahkan memandangnya sebagai perbuatan mungkar dan dosa, karena perbuatan zihar itu adalah perbuatan yang tidak mempunyai dasar, mengatakan sesuatu yang bukan-bukan. Akan tetapi, karena zihar itu adalah suatu kebiasaan bangsa Arab Jahiliah, sedang untuk menghapus kebiasaan itu dalam waktu yang singkat akan menimbulkan kegoncangan pada masyarakat Islam yang baru tumbuh, sedang masyarakat itu berasal dari orang-orang Arab masa Jahiliah, maka agama Islam tidak langsung menghapuskan kebiasaan tersebut. Agama Islam menghilangkan semua akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan zihar itu dengan menetapkan waktu menunggu empat bulan. Dalam masa itu, suami boleh menceraikan istrinya atau membayar kafarat bagi yang ingin mencampuri istrinya kembali, yakni mencabut kembali ucapan zihar yang telah diucapkannya. Jadi zihar itu berasal dari hukum Arab masa Jahiliah yang telah dihapuskan oleh Islam. Oleh karena itu, bagi negara-negara atau umat Islam yang tidak mengenal zihar tersebut, tidak perlu mencantumkan hukum itu apabila mereka membuat suatu undang-undang perkawinan.

Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah menerangkan kewajiban membayar kafarat itu bagi suami yang telah menzihar istrinya adalah untuk memperdalam jiwa tauhid, mempercayai Nabi Muhammad saw sebagai rasul Allah, dan agar berhati-hati mengucapkan suatu perkataan, sehingga tidak mengadakan kedustaan dan mengatakan yang bukan-bukan. Dengan demikian, tertanamlah dalam hati setiap orang yang beriman keinginan melaksanakan semua hukum-hukum Allah dengan sebaik-baiknya. Tertanam juga dalam hati mereka bahwa mengingkari hukum-hukum Allah itu akan menimbulkan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat nanti.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Mujadilah
Surat Al Mujaadilah terdiri atas 22 ayat, termasuk golongan surat Madaniyyah, diturunkan sesudah surat Al Munaafiquun. Surat ini dinamai dengan Al Mujaadilah (wanita yang mengajukan gugatan) karena pada awal surat ini disebutkan bantahan seorang perempuan, menurut riwayat bernama Khaulah binti Tsa'labah terhadap sikap suaminya yang telah menzhiharnya. Hal ini diadukan kepada Rasulullah s.a.w. dan ia menuntut supaya beliau memberikan putusan yang adil dalam persoalan itu. Dinamai juga Al Mujaadalah yang berarti perbantahan.
Bacaan Selawat Asyghil:...
Bacaan Selawat Asyghil: Arab, Latin, Terjemahan dan Keutamaannya

Bacaan selawat asyghil pertama kali dicetuskan oleh Jafar bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Al-Murtadlo. Kata asyghil, dalam bahasa Arab berarti sibuk.

Bacaan Doa Agar Tidak...
Bacaan Doa Agar Tidak Hujan: Arab, Latin dan Terjemahannya

Bacaan doa agar tidak hujan bisa diamalkan jika turunnya hujan justru merugikan diri kita. Doa ini dikenal juga sebagai doa agar dihindarkan dari hujan yang merusak.

7 Isi Kandungan Surat...
7 Isi Kandungan Surat Al-A'raf Ayat 1-20 yang Dapat Dipelajari, Terdapat Bahayanya Menzalimi Allah

Surat Al Araf ayat 1-20 memberikan berbagai kandungan penting, mulai dari pengingat akan kebesaran Allah hingga panduan menjalani kehidupan yang penuh makna.

Kisah Bijak Para Sufi:...
Kisah Bijak Para Sufi: Cara Membuat Api

Ahmad Al-Badawi dituduh menyebarkan agama Kristen oleh orang Islam ia pun ditolak oleh orang Kristen karena tak mau menerima dogma-dogma Kristen secara harafiah. Ia pendiri tarekat Badawi Mesir.

Hukum Tajwid Surat Yasin...
Hukum Tajwid Surat Yasin Ayat 16-18, Yuk Belajar Bersama!

Hukum tajwid Surat Yasin ayat 16-18 penting dipelajari kaum muslim. Tak sekadar menambah ilmu atau pengetahuan, namun juga ditujukan agar nantinya tidak keliru saat membacanya.