QS. Al-Anfal Ayat 61

وَاِنۡ جَنَحُوۡا لِلسَّلۡمِ فَاجۡنَحۡ لَهَا وَتَوَكَّلۡ عَلَى اللّٰهِ‌ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡعَلِيۡمُ‏
Wa in janahuu lissalmi fajnah lahaa wa tawakkal 'alal laah; innahuu Huwas Samii'ul 'Aliim
Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Juz ke-10
Tafsir
Perang diizinkan dalam Islam adalah demi melindungi dakwah, mempertahankan diri dan atau melawan kezaliman, meski berperang bukanlah satu-satunya cara yang dikehendaki, bahkan terciptanya perdamaian adalah lebih didambakan oleh Islam. Dan karena itu, wahai kaum muslim, jika mereka atau sebagian dari orang-orang kafir itu condong kepada perdamaian, maka terimalah, sebab bukan perang itu sendiri yang dikehendaki Islam, dan untuk menguatkan mental kalian dari kemungkinan munculnya pengkhianatan di balik perdamaian tersebut, maka bertawakallah kepada Allah, serahkan seluruh urusan kepada-Nya setelah berusaha sekuat tenaga. Sungguh, Dia Maha Mendengar segala bentuk percakapan mereka, Maha Mengetahui apa saja yang mereka rencanakan atas kalian, dan Allah pasti akan membela kalian.
Bila musuh-musuh Islam itu, baik orang Yahudi maupun orang-orang musyrikin condong kepada perdamaian, mungkin karena mereka benar-benar ingin damai atau karena melihat kekuatan dan kekompakan kaum Muslimin atau karena belum mengkonsolidasikan diri untuk berperang atau karena sebab-sebab lain, maka hendaklah dijajaki kemungkinan damai. Sesudah ternyata bahwa berdamai tidak akan merugikan siasat perjuangan Islam, hendaklah diterima perdamaian itu, tentu saja dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dapat menjamin kepentingan bersama dan tidak merugikan masing-masing pihak, karena dasar perjuangan Islam adalah perdamaian. Hal ini telah dipraktikkan Rasulullah pada waktu beliau menerima perdamaian Hudaibiyah antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin pada tahun keenam Hijri. Meskipun syarat-syarat perdamaian Hudaibiyah itu jika dilihat sepintas merugikan kaum Muslimin, sehingga banyak para sahabat yang merasa keberatan, tetapi Rasulullah, yang mempunyai pandangan jauh dan taktik serta siasat yang bijaksana, dapat menerimanya. Ternyata kemudian sebagaimana diutarakan para ahli sejarah bahwa Perdamaian Hudaibiyah itu adalah merupakan landasan bagi kemenangan kaum Muslimin selanjutnya.

Setelah perjanjian damai diterima, hendaklah Nabi bersama kaum Muslimin bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui hakikat yang sebenarnya dari perdamaian, apakah orang-orang Yahudi dan kaum musyrikin benar-benar jujur dan menginginkan terlaksananya perdamaian, atau hanya karena taktik dan siasat, atau karena hendak menipu atau menunggu lengahnya kaum Muslimin saja.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Anfal
Surat Al Anfaal terdiri atas 75 ayat dan termasuk golongan surat-surat Madaniyyah, karena seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Madinah. Surat ini dinamakan Al Anfaal yang berarti harta rampasan perang berhubung kata Al Anfaal terdapat pada permulaan surat ini dan juga persoalan yang menonjol dalam surat ini ialah tentang harta rampasan perang, hukum perang dan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan pada umumnya. Menurut riwayat Ibnu Abbas r.a. surat ini diturunkan berkenaan dengan perang Badar Kubra yang terjadi pada tahun kedua hijrah. Peperangan ini sangat penting artinya, karena dialah yang menentukan jalan sejarah Perkembangan Islam. Pada waktu itu umat Islam dengan berkekuatan kecil untuk pertama kali dapat mengalahkan kaum musyrikin yang berjumlah besar, dan berperlengkapan yang cukup, dan mereka dalam peperangan ini memperoleh harta rampasan perang yang tidak sedikit. Oleh sebab itu timbullah masalah bagaimana membagi harta-harta rampasan perang itu, maka kemudian Allah menurunkan ayat pertama dari surat ini.