QS. Al-Isra Ayat 85

وَيَسۡـــَٔلُوۡنَكَ عَنِ الرُّوۡحِ‌ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّىۡ وَمَاۤ اُوۡتِيۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِيۡلًا
Wa yas'aluunaka 'anirruuh; qulir ruuhu min amri rabbii wa maaa uutiitum minal 'ilmi illaa qaliilaa
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit."
Juz ke-15
Tafsir
Dan mereka, yakni orang-orang kafir Mekah bertanya kepadamu wahai Nabi Muhammad tentang roh, apakah hakikat roh itu. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, hanya Dia yang mengetahui hakikat roh itu dan tidaklah kamu wahai manusia diberi pengetahuan kecuali sedikit dibandingkan dengan keluasan objek yang diketahui atau dibandingkan dengan ilmu Allah.
Orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi Muhammad tentang roh yang dapat menghidupkan jasmani, apakah hakikatnya dan apakah dapat dibangkitkan kembali. Kemudian Allah memerintahkan kepada Nabi untuk menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa masalah roh adalah urusan Allah, hanya Dialah yang mengetahui segala sesuatu, dan Dia sendirilah yang menciptakannya.

Kata ruh dalam Al-Qur'an mempunyai tiga arti, yaitu:

Pertama: Yang dimaksud dengan ruh adalah Al-Qur'an. Sebagaimana firman Allah:

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. (asy-Syura/42: 52)

Pengertian ini sesuai dengan isi ayat 82 Surah al-Isra', dimana diterangkan bahwa Al-Qur'an menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Juga sesuai dengan ayat 87 surah yang sama yang menerangkan bahwa jika Allah menghendaki, niscaya Dia akan melenyapkan Al-Qur'an yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dengan demikian, Nabi tidak akan memperoleh pembelaan.

Kedua: Malaikat Jibril. Dalam Al-Qur'an banyak perkataan ruh yang diartikan dengan Jibril a.s., seperti dalam firman Allah swt.

Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan. (asy-Syu'ara'/26: 193-194)

Dan firman Allah swt:

¦lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. (Maryam/19: 17)

Ketiga: Berarti roh yang ada dalam badan, yang merupakan sumber kehidupan dari makhluk hidup. Menurut Jumhur Ulama, kata ruh dalam ayat ini adalah roh yang ada dalam badan (nyawa). Firman Allah:

Dan (ingatlah kisah Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)nya; Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Allah) bagi seluruh alam. (al-Anbiya'/21: 91)

Pendapat yang menyamakan ruh dengan nafs (roh/nyawa) ini adalah pendapat yang banyak dianut ulama (jumhur) dan sesuai dengan sebab ayat ini diturunkan. Allah berfirman:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (al-hijr/15: 29)

Ayat-ayat tersebut di atas mengajak umat manusia supaya memahami isi Al-Qur'an dengan sebenar-benarnya, agar tidak tersesat ke jalan yang tidak benar. Sebaliknya mereka yang tidak berusaha untuk memahami isi Al-Qur'an tidak akan bisa memanfaatkannya sebagai pedoman hidup, bahkan mereka melakukan tindakan dan perbuatan yang dapat menjauhkan mereka dari pemahaman terhadap ayat-ayatnya dengan benar. Mereka menanyakan kepada Nabi saw hal-hal yang tidak mungkin diketahui manusia, yang sebetulnya tidak ada gunanya untuk diketahui, kecuali hanya sekedar untuk menguji Nabi.

Allah swt dalam ayat ini menyatakan bahwa Ia hanya memberi manusia sedikit sekali pengetahuan mengenai roh. Akan tetapi, di antara ulama ada yang telah mencoba mendalami hakikat roh itu. Di antaranya ialah:

1. Roh itu ialah semacam materi cahaya (jisim, nurani) yang turun ke dunia dari alam tinggi, sifatnya berbeda dengan materi yang dapat dilihat dan diraba.

2. Roh itu mengalir dalam tubuh manusia, sebagaimana mengalirnya air dalam bunga, atau sebagaimana api dalam bara. Roh memberi kehidupan ke dalam tubuh seseorang selama tubuh itu sanggup dan mampu menerimanya, dan tidak ada yang menghalangi alirannya. Bila tubuh tidak sanggup dan mampu lagi menerima roh itu, sehingga alirannya terhambat dalam tubuh, maka tubuh itu menjadi mati. Pendapat ini dikemukakan oleh ar-Razi dan Ibnul Qayyim. Sedangkan Imam al-Gazali dan Abu Qasim ar-Ragib al-Asfahani berpendapat bahwa roh itu bukanlah materi dan sesuatu yang berbentuk, tetapi ia hanyalah sesuatu yang bergantung pada tubuh untuk mengurus dan menyelesaikan kepentingan-kepentingan tubuh.

Sikap kaum Muslimin yang paling baik tentang roh ialah mengikuti firman Allah ini, bahwa hakikat roh itu tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia, karena hanya Allah yang mengetahuinya dengan pasti. Yang perlu dipercayai adalah bahwa roh itu ada. Allah hanya memberikan gejala-gejalanya kepada manusia sendiri pun mengetahui adanya roh itu, serta menghayati gejala-gejalanya. Maka yang perlu diteliti dan dipelajari dengan sungguh-sungguh ialah gejala-gejala roh itu, yang dilakukan dalam psikologi. Mempelajari gejala-gejala jiwa ini bahkan termasuk hal yang diminta oleh Allah dalam firman-Nya:

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? adz-dzariyat/51: 21)

Karena hanya Allah yang mengetahui tentang hakikat roh, maka pada ayat ini Allah swt menegaskan kepada manusia bahwa ilmu Allah itu Maha Luas, tidak dapat diperkirakan, meliputi segala macam ilmu, baik ilmu tentang alam yang nyata, maupun yang tidak nyata, baik yang dapat dicapai oleh pancaindera, maupun yang tidak. Karena kasih sayang Allah kepada manusia, maka dianugerahkan-Nya sebagian kecil ilmu itu kepada manusia, tidak ada artinya sedikit pun bila dibanding dengan kadar ilmu Allah.

Diriwayatkan bahwa tatkala ayat ini diturunkan, orang-orang Yahudi menjawab, "Kami telah diberi ilmu yang banyak. Kami telah diberi kitab Taurat. Siapa yang telah diberi kitab Taurat, berarti dia telah diberi kebaikan yang banyak." Maka turunlah ayat 109 Surah al-Kahf. Allah swt berfirman:

Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (al-Kahf/18: 109)
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Isra
Surat ini terdiri atas 111 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Dinamakan dengan Al Israa' yang berarti memperjalankan di malam hari, berhubung peristiwa Israa' Nabi Muhammad s.a.w. di Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis dicantumkan pada ayat pertama dalam surat ini. Penuturan cerita Israa' pada permulaan surat ini, mengandung isyarat bahwa Nabi Muhammad s.a.w. beserta umatnya kemudian hari akan mencapai martabat yang tinggi dan akan menjadi umat yang besar. Surat ini dinamakan pula dengan Bani Israil artinya keturunan Israil berhubung dengan permulaan surat ini, yakni pada ayat kedua sampai dengan ayat kedelapan dan kemudian dekat akhir surat yakni pada ayat 101 sampai dengan ayat 104, Allah menyebutkan tentang Bani Israil yang setelah menjadi bangsa yang kuat lagi besar lalu menjadi bangsa yang terhina karena menyimpang dari ajaran Allah s.w.t. Dihubungkannya kisah Israa' dengan riwayat Bani Israil pada surat ini, memberikan peringatan bahwa umat Islam akan mengalami keruntuhan, sebagaimana halnya Bani Israil, apabila mereka juga meninggalkan ajaran-ajaran agamanya.