Berharap Awal Ramadan dan Lebaran Tak Berbeda
A
A
A
MAJALENGKA - Pengasuh Pondok Pesantren At-Tadzkir Desa Pasangrahan, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Didin Misbahudin berharap tak ada perbedaan dalam menentukan awal Ramadan dan Lebaran.
Pernyataan tersebut disampaikan Rabu (10/6/2015) menyikapi seringnya terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadan dan Lebaran.
"Saya dapat informasi di media jika Pak Menteri Agama tengah berusaha mencari titik temu agar awal Ramadhan dan Lebaran itu harinya sama. Keinginan itu harapan masyarakat Majalengka khususnya umat muslim sejak lama," katanya.
Menurut dia, untuk menyatukan pendapatan ini harus dilakukan sungguh-sungguh dan berpedoman pada prinsip saling menghormati dan menghargai. Mengingat, kebijakan penetapan awal Ramadan dan Lebaran dianggap sebagai sesuatu yang prinsipil dalam ajaran agama.
Karena itu, pendapat semua pihak harus diakomodir sedemikian rupa demi mencari solusi terbaik yang menguntungkan kepentingan umat. "Saya dengar, Kemenag sedang mengagendakan ijtima' lintas ormas. Mudah-mudahan kegiatan itu bisa menghasilkan rumusan-rumusan baru dalam penetapan awal Ramadan dan lebaran," ucapnya.
Selama ini, di Indonesia berkembang dua pandangan tentang penetapan awal Ramadan dan Lebaran yaitu metode hisab dan ru'yah. Kedua metode ini dianggap sama-sama memiliki landasan syar'i yang bersumber dari Alquran dan Assunnah.
Karena sama-sama memiliki dalil yang kuat, tentu tidak ada yang boleh dikesampingkan. Semua harus didengar dan diakomodir sehingga didapatkan titik temu yang saling membesarkan. "Tentu tidak elok jika setiap awal Ramadan persoalan seperti ini selalu muncul. Apalagi, di negara-negara lain persoalan ini jarang ditemukan," katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan Rabu (10/6/2015) menyikapi seringnya terjadi perbedaan dalam penentuan awal Ramadan dan Lebaran.
"Saya dapat informasi di media jika Pak Menteri Agama tengah berusaha mencari titik temu agar awal Ramadhan dan Lebaran itu harinya sama. Keinginan itu harapan masyarakat Majalengka khususnya umat muslim sejak lama," katanya.
Menurut dia, untuk menyatukan pendapatan ini harus dilakukan sungguh-sungguh dan berpedoman pada prinsip saling menghormati dan menghargai. Mengingat, kebijakan penetapan awal Ramadan dan Lebaran dianggap sebagai sesuatu yang prinsipil dalam ajaran agama.
Karena itu, pendapat semua pihak harus diakomodir sedemikian rupa demi mencari solusi terbaik yang menguntungkan kepentingan umat. "Saya dengar, Kemenag sedang mengagendakan ijtima' lintas ormas. Mudah-mudahan kegiatan itu bisa menghasilkan rumusan-rumusan baru dalam penetapan awal Ramadan dan lebaran," ucapnya.
Selama ini, di Indonesia berkembang dua pandangan tentang penetapan awal Ramadan dan Lebaran yaitu metode hisab dan ru'yah. Kedua metode ini dianggap sama-sama memiliki landasan syar'i yang bersumber dari Alquran dan Assunnah.
Karena sama-sama memiliki dalil yang kuat, tentu tidak ada yang boleh dikesampingkan. Semua harus didengar dan diakomodir sehingga didapatkan titik temu yang saling membesarkan. "Tentu tidak elok jika setiap awal Ramadan persoalan seperti ini selalu muncul. Apalagi, di negara-negara lain persoalan ini jarang ditemukan," katanya.
(lis)