Masjid Tertua di Manado, Saksi Bisu Penyebaran Islam
A
A
A
Masjid Agung Awwal Fathul Mubien yang terletak di Kelurahan Kampung Islam, Kecamatan Tuminting, Kota Manado, Sulawesi Utara, boleh jadi terlihat seperti masjid biasa.
Namun, siapa yang menduga jika tempat ibadah Umat Islam ini merupakan saksi bisu sejarah perjalanan ajaran Islam di Indonesia bagian Timur.
Sesuai dengan namanya yang berarti awal atau pembuka yang nyata, masjid ini merupakan tempat ibadah pertama kali para saudagar dari Makassar, Ambon, dan Maluku yang transit di Kota Manado.
Kemudian, lambat laun, tempat ini mulai ramai dengan kedatangan saudagar dari daerah Jawa dan Palembang. Sehingga, tempat ini dijadikan pemukiman dan dinamai Kampung Suraya, kemudian diganti pada zaman Belanda menjadi Kampung Islam.
Dahulu, masjid ini tak semegah sekarang. Awalnya, masjid yang dibangun tahun 1802 ini, berbentuk sederhana berdinding bambu dengan pondasi batu karang. Kemudian, pada tahun 1830, masjid ini dipugar dengan ukuran bangunan 8x8 meter persegi, yang dibangun dengan dinding papan, dengan pondasi campuran kapur dan teras.
Lalu, dipugar kembali pada tahun 1967 dan tahun 1995, sehingga bangunan masjid ini memilik luas 25x25 meter persegi dengan kapasitas 800 jemaah.
“Karena mengalami beberapa kali pemugaran, bangunan masjid ini tidak terlihat seperti bentuk awalnya. Namun, para pengurus masjid masih mempertahankan satu bentuk fisik, yakni mimbar tempat khotib berkhotbah yang sampai sekarang masih berdiri kokoh walaupun sudah berusia dua abad,” tandas Ketua DKM Masjid Awwal Fathul Mubien, Jumat (3/7/2015)
Konon, mimbar yang dihiasi dengan berbagai ukiran dan ornamen melayu ini dibuat oleh salah satu keturunan Raja Palembang. Sehingga, tak heran mimbar ini memiliki bentuk dan sama persis dengan mimbar di Masjid Agung Palembang
Namun, siapa yang menduga jika tempat ibadah Umat Islam ini merupakan saksi bisu sejarah perjalanan ajaran Islam di Indonesia bagian Timur.
Sesuai dengan namanya yang berarti awal atau pembuka yang nyata, masjid ini merupakan tempat ibadah pertama kali para saudagar dari Makassar, Ambon, dan Maluku yang transit di Kota Manado.
Kemudian, lambat laun, tempat ini mulai ramai dengan kedatangan saudagar dari daerah Jawa dan Palembang. Sehingga, tempat ini dijadikan pemukiman dan dinamai Kampung Suraya, kemudian diganti pada zaman Belanda menjadi Kampung Islam.
Dahulu, masjid ini tak semegah sekarang. Awalnya, masjid yang dibangun tahun 1802 ini, berbentuk sederhana berdinding bambu dengan pondasi batu karang. Kemudian, pada tahun 1830, masjid ini dipugar dengan ukuran bangunan 8x8 meter persegi, yang dibangun dengan dinding papan, dengan pondasi campuran kapur dan teras.
Lalu, dipugar kembali pada tahun 1967 dan tahun 1995, sehingga bangunan masjid ini memilik luas 25x25 meter persegi dengan kapasitas 800 jemaah.
“Karena mengalami beberapa kali pemugaran, bangunan masjid ini tidak terlihat seperti bentuk awalnya. Namun, para pengurus masjid masih mempertahankan satu bentuk fisik, yakni mimbar tempat khotib berkhotbah yang sampai sekarang masih berdiri kokoh walaupun sudah berusia dua abad,” tandas Ketua DKM Masjid Awwal Fathul Mubien, Jumat (3/7/2015)
Konon, mimbar yang dihiasi dengan berbagai ukiran dan ornamen melayu ini dibuat oleh salah satu keturunan Raja Palembang. Sehingga, tak heran mimbar ini memiliki bentuk dan sama persis dengan mimbar di Masjid Agung Palembang
(lis)