Tetap Mempertahankan Spirit Ramadhan Pada Hari-Hari Biasa
loading...
A
A
A
KINI kita berada di bulan Syawal setelah selesai menjalani rangkaian ibadah di bulan suci Ramadhan . Semoga ibadah kita di bulan suci Ramadhan diterima oleh Allah dan menjadi pribadi yang muttaqin (orang baik) dan berharap bisa bertemu dengan bulan Ramadhan yang akan datang.
Bulan Syawal bisa merupakan bulan pembuktian apakah ibadah kita pada bulan Ramadhan berhasil atau tidak. Puasa yang merupakan tujuannya membentuk pribadi yang bertakwa, mampukah bertahan di bulan Syawal ini. Jika tujuan puasa itu tercapai, maka sudah bisa dipastikan kehidupan seorang muslim akan menjadi lebih baik. Lebih baik dalam menjaga hubungan dengan Allah (hablum min Allah) dan menjaga hubungan baik sesama manusia (hablum min an-nas).
Dua-duanya menjadi penting dalam menjalankan kehidupan ini, karena kalau salah satu yang dominan akan menjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan ini.
Selanjutnya alangkah baiknya jika tradisi selama Ramadhan kita lanjutkan pada hari-hari berikutnya. Pada saat Ramadhan setiap jiwa yang beriman terasa begitu ringan menjalankan ketaatan demi ketaatan. Ada rasa senang mengisi waktu yang tersedia dengan beragam ibadah dan amal saleh. Membaca Al-Qur’an pun bisa beberapa kali dalam sehari, indah dan nikmat.
Di sisi lain, kita juga merasakan, kala kumandang takbir tiba, salat Id dilaksanakan, perlahan namun pasti sebagian orang mulai masuk dalam suasana dan kondisi berbeda. Kondisi nilai-nilai religius yang beringsut berkurang.
Jika tak waspada, bukan semata ibadah yang menurun derajat kualitas dan kuantitasnya, orientasi hidup pun perlahan bergeser. Jika dibiarkan maka akan menjadikan jiwa benar-benar merana berpisah dengan Ramadhan.
Oleh karena itu sepatutnya kita tetap membiasakan diri menjalani spirit Ramadhan pada hari-hari di luar bulan suci itu.
Pertama, tetap jadi pencinta kebaikan. Ramadhan adalah bulan orang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Banyak orang kesulitan secara ekonomi, tapi kala Ramadhan tiba, mereka tetap bisa makan, bisa tersenyum, dan bisa terbantu.
Tidak lain karena orang banyak yang berlomba mengamalkan perintah sedekah. Mereka yang berada tetap bersedekah walau jumlahnya menurun dari sisi nominal, namun semangat itu tak pernah padam.
Di sisi lain, kita bisa sama-sama saksikan bagaimana orang berlomba-lomba menjalankan salat tarawih, salat Tahajjud sepanjang Ramadhan.
Nah, jika pada bulan Ramadhan kita bisa lari kencang, maka jangan sampai di luar Ramadhan semangat berlomba dalam kebaikan itu jalan mendadak berhenti bahkan mundur. Tetapkan berlomba-lomba dalam kebaikan.
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan..” (QS: Al-Baqarah [2]: 148).
Kedua, tetap bermesraan dengan Al-Quran. Jika pada Ramadhan bisa khatam sekali bahkan hingga 3 dan 4 kali membaca Al-Quran, maka pada hari-hari biasa hal yang sama bisa dilakukan.
Bahkan, mereka yang tak sanggup menghatamkan Al-Qur’an dalam Ramadhan sekalipun, bukan berarti harus rendah diri lantas berpikir tidak mau menyentuh kalamullah itu. Justru harus dibangkitkan semangat itu.
Dan, sungguh Al-Qur’an itu pada hakikatnya adalah kitab yang selain harus dibaca, sejatinya ditekankan untuk bagaimana dipahami kemudian diamalkan. Sebagian ulama menegaskan mengenai hal ini.
نزل القرآن ليعمل به فاتخذوا تلاوته عملا
Bulan Syawal bisa merupakan bulan pembuktian apakah ibadah kita pada bulan Ramadhan berhasil atau tidak. Puasa yang merupakan tujuannya membentuk pribadi yang bertakwa, mampukah bertahan di bulan Syawal ini. Jika tujuan puasa itu tercapai, maka sudah bisa dipastikan kehidupan seorang muslim akan menjadi lebih baik. Lebih baik dalam menjaga hubungan dengan Allah (hablum min Allah) dan menjaga hubungan baik sesama manusia (hablum min an-nas).
Dua-duanya menjadi penting dalam menjalankan kehidupan ini, karena kalau salah satu yang dominan akan menjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan ini.
Selanjutnya alangkah baiknya jika tradisi selama Ramadhan kita lanjutkan pada hari-hari berikutnya. Pada saat Ramadhan setiap jiwa yang beriman terasa begitu ringan menjalankan ketaatan demi ketaatan. Ada rasa senang mengisi waktu yang tersedia dengan beragam ibadah dan amal saleh. Membaca Al-Qur’an pun bisa beberapa kali dalam sehari, indah dan nikmat.
Di sisi lain, kita juga merasakan, kala kumandang takbir tiba, salat Id dilaksanakan, perlahan namun pasti sebagian orang mulai masuk dalam suasana dan kondisi berbeda. Kondisi nilai-nilai religius yang beringsut berkurang.
Jika tak waspada, bukan semata ibadah yang menurun derajat kualitas dan kuantitasnya, orientasi hidup pun perlahan bergeser. Jika dibiarkan maka akan menjadikan jiwa benar-benar merana berpisah dengan Ramadhan.
Oleh karena itu sepatutnya kita tetap membiasakan diri menjalani spirit Ramadhan pada hari-hari di luar bulan suci itu.
Pertama, tetap jadi pencinta kebaikan. Ramadhan adalah bulan orang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Banyak orang kesulitan secara ekonomi, tapi kala Ramadhan tiba, mereka tetap bisa makan, bisa tersenyum, dan bisa terbantu.
Tidak lain karena orang banyak yang berlomba mengamalkan perintah sedekah. Mereka yang berada tetap bersedekah walau jumlahnya menurun dari sisi nominal, namun semangat itu tak pernah padam.
Di sisi lain, kita bisa sama-sama saksikan bagaimana orang berlomba-lomba menjalankan salat tarawih, salat Tahajjud sepanjang Ramadhan.
Nah, jika pada bulan Ramadhan kita bisa lari kencang, maka jangan sampai di luar Ramadhan semangat berlomba dalam kebaikan itu jalan mendadak berhenti bahkan mundur. Tetapkan berlomba-lomba dalam kebaikan.
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan..” (QS: Al-Baqarah [2]: 148).
Kedua, tetap bermesraan dengan Al-Quran. Jika pada Ramadhan bisa khatam sekali bahkan hingga 3 dan 4 kali membaca Al-Quran, maka pada hari-hari biasa hal yang sama bisa dilakukan.
Bahkan, mereka yang tak sanggup menghatamkan Al-Qur’an dalam Ramadhan sekalipun, bukan berarti harus rendah diri lantas berpikir tidak mau menyentuh kalamullah itu. Justru harus dibangkitkan semangat itu.
Dan, sungguh Al-Qur’an itu pada hakikatnya adalah kitab yang selain harus dibaca, sejatinya ditekankan untuk bagaimana dipahami kemudian diamalkan. Sebagian ulama menegaskan mengenai hal ini.
نزل القرآن ليعمل به فاتخذوا تلاوته عملا