Membatik Alquran Mulai Digarap di Masjid Agung Solo
A
A
A
SOLO - Membatik Alquran mulai digarap di Masjid Agung Solo, Jumat (2/6) siang. Membatik melibatkan berbagai komponen umat Islam dan masyarakat kampung Batik Kauman.
Ketua Paguyuban Masyarakat Kampung Batik Kauman Gunawan Setiawan mengatakan, membatik Alquran dikerjakan setiap Jumat setiap pekan di bulan Ramadan. Saat jumat pada pekan pertama menyiapkan pola, Jumat pada pekan kedua mulai membatik, dan Jumat pada pekan ketiga finishing. "Dan Jumat pada pekan keempat sudah diserahkan kepada pengurus Masjid Agung, Solo," kata Gunawan Setiawan, Jumat (2/6/2017) siang.
Alquran yang ditulis adalah sepuluh surat dalam juzz amma. Di antaranya surat Alfatitah dan surat surat pendek lainnya. Dalam membatik Alquran, persiapannya tak jauh berbeda ketika membuat batik tulis. Mulai dari menyiapkan pola di kertas, kemudian dipindah ke kain polos dan dicanting. "Yang dikerjakan memang batik tulis betulan," ucap Gunawan.
Ada dua opsi yang bisa dipakai dalam menyelesaikan batik Alquran. Pertama dicanting, diwarna, dilorot, dan dicanting lagi. Kemudian opsi kedua adalah memakai tehnik tolet, atau membantik pada umumnya. Yaitu dicanting, ditolet, ditutup diwarna, dan finishing.
Mengenai warnanya, sejauh ini masih diserahkan kepada santriwan dan santriwati yang menggarap. Sesuai rapat koordinasi, mereka dibebaskan untuk memilih warnanya karena menyangkut pembelajaran. Hasil membatik Alquran nantinya akan diserahkan kepada Masjid Agung.
Membatik Alquran dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan banyak kalangan. Mulai dari pondok pesantren, masyarakat Kampung Batik Kauman, remaja masjid, karang taruna, Yayasan Menulis Alquran, dan warga sekitar Masjid Agung. Batik Alquran dikerjakan di kain dengan ukuran 80x100 centimeter.
Untuk kebenaran tulisan surat dan huruf huruf Alquran yang dicanting, diteliti oleh penghafal Alquran, dan kalangan pondok pesantren. Surat surat Alquran ditulis sesuai ketentuan, dan dibingkai dengan hiasan batik kontemporer.
Ide membatik Alquran muncul ketika ingin mendengungkan syiar Islam di bulan Ramadan. Karena Solo sebagai kota batik, maka membatik akhirnya menjadi pilihan.
Dalam membatik Alquran diakui butuh proses karena mencanting berbeda dengan printing atau menggaris. Sebelum mencanting, para santriwan santriwati terlebih dahulu diajari mencanting. "Ada juga santri yang sudah terlatih membatik," tambah Gunawan.
Membatik Alquran dikerjakan setelah Salat Jumat dan berakhir menjelang Salat Ashar. Setelah sepuluh surat Alquran, ke depan ada rencana membuat kegiatan serupa dengan membantik Alquran hingga 30 juz.
Hal itu perlu persiapan matang karena membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, Tarni salah satu pembatik dari Kampung Batik Kauman mengaku membatik Alquran menjadi hal yang baru baginya. Membatik ayat-ayat suci Alquran diakui lebih sulit daripada membuat motif batik biasa. "Dibutuhkan ketelitian agar goresan cantingnya tidak salah," ucap Tarni.
Ketua Paguyuban Masyarakat Kampung Batik Kauman Gunawan Setiawan mengatakan, membatik Alquran dikerjakan setiap Jumat setiap pekan di bulan Ramadan. Saat jumat pada pekan pertama menyiapkan pola, Jumat pada pekan kedua mulai membatik, dan Jumat pada pekan ketiga finishing. "Dan Jumat pada pekan keempat sudah diserahkan kepada pengurus Masjid Agung, Solo," kata Gunawan Setiawan, Jumat (2/6/2017) siang.
Alquran yang ditulis adalah sepuluh surat dalam juzz amma. Di antaranya surat Alfatitah dan surat surat pendek lainnya. Dalam membatik Alquran, persiapannya tak jauh berbeda ketika membuat batik tulis. Mulai dari menyiapkan pola di kertas, kemudian dipindah ke kain polos dan dicanting. "Yang dikerjakan memang batik tulis betulan," ucap Gunawan.
Ada dua opsi yang bisa dipakai dalam menyelesaikan batik Alquran. Pertama dicanting, diwarna, dilorot, dan dicanting lagi. Kemudian opsi kedua adalah memakai tehnik tolet, atau membantik pada umumnya. Yaitu dicanting, ditolet, ditutup diwarna, dan finishing.
Mengenai warnanya, sejauh ini masih diserahkan kepada santriwan dan santriwati yang menggarap. Sesuai rapat koordinasi, mereka dibebaskan untuk memilih warnanya karena menyangkut pembelajaran. Hasil membatik Alquran nantinya akan diserahkan kepada Masjid Agung.
Membatik Alquran dikerjakan secara gotong royong dengan melibatkan banyak kalangan. Mulai dari pondok pesantren, masyarakat Kampung Batik Kauman, remaja masjid, karang taruna, Yayasan Menulis Alquran, dan warga sekitar Masjid Agung. Batik Alquran dikerjakan di kain dengan ukuran 80x100 centimeter.
Untuk kebenaran tulisan surat dan huruf huruf Alquran yang dicanting, diteliti oleh penghafal Alquran, dan kalangan pondok pesantren. Surat surat Alquran ditulis sesuai ketentuan, dan dibingkai dengan hiasan batik kontemporer.
Ide membatik Alquran muncul ketika ingin mendengungkan syiar Islam di bulan Ramadan. Karena Solo sebagai kota batik, maka membatik akhirnya menjadi pilihan.
Dalam membatik Alquran diakui butuh proses karena mencanting berbeda dengan printing atau menggaris. Sebelum mencanting, para santriwan santriwati terlebih dahulu diajari mencanting. "Ada juga santri yang sudah terlatih membatik," tambah Gunawan.
Membatik Alquran dikerjakan setelah Salat Jumat dan berakhir menjelang Salat Ashar. Setelah sepuluh surat Alquran, ke depan ada rencana membuat kegiatan serupa dengan membantik Alquran hingga 30 juz.
Hal itu perlu persiapan matang karena membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, Tarni salah satu pembatik dari Kampung Batik Kauman mengaku membatik Alquran menjadi hal yang baru baginya. Membatik ayat-ayat suci Alquran diakui lebih sulit daripada membuat motif batik biasa. "Dibutuhkan ketelitian agar goresan cantingnya tidak salah," ucap Tarni.
(bbk)