Melihat Suasana Puasa di Lapas Anak Wanita Klas IIB Tangerang

Senin, 12 Juni 2017 - 00:30 WIB
Melihat Suasana Puasa...
Melihat Suasana Puasa di Lapas Anak Wanita Klas IIB Tangerang
A A A
TANGERANG - Suasana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang, yang terlihat angker dari luar, ternyata tidak demikian saat kita masuk ke dalamnya.

Saat KORAN SINDO masuk ke gedung itu, tampak suasana hijau mengelilingi bangunan tua berjejer rapi. Ratusan wanita berbaju merah tampak duduk di lapangan hijau beralas terpal dilapis karpet.

Sinar matahari sore yang hangat, terlihat memantul dari balik pepohonan, terus tembus ke rerumputan tempat berkumpul para narapidana dan tahanan itu. Senyum mengembang tampak di sana sini.

Ramadan memang membawa berkah, bukan hanya bagi mereka yang hidup di alam bebas. Tetapi juga bagi mereka yang menghabiskan hari-harinya di Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang.

Saat kunjungan itu, kesan menakutkan tentang penghuni lapas dalam benak saya langsung hilang. Tidak ada wanita-wanita dengan wajah menakutkan pecandu berat narkoba, dan yang terlihat mesum.

Sebaliknya, para warga binaan terlihat cantik-cantik, wajah mereka terlihat cerah, rambut mereka yang panjang tersisir rapi. Banyak di antaranya bahkan memakai hijab.

Usia mereka pun beragam, dari yang paling muda 19 tahun, sampai yang cukup matang 40 tahun. Dari yang vonis 4 tahun, 11 tahun, 16 tahun, sampai 20 tahun.

Lapas ini memiliki daya tampung 100 orang. Tetapi diisi oleh 255 warga binaan, yang terdiri dari 144 narapidana, dan 65 tahanan. Dari 255 warga binaan itu, 155 orang muslim dan menjalani puasa.

Dari kapasitas tahanan yang ada, Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang sebenarnya over kapasitas. Tetapi jika dibandingkan lapas lainnya, inilah lapas paling nyaman setelah Rutan KPK.

Namun, senyaman-nyamannya hidup di penjara, tetap lebih nyaman hidup di alam bebas. Perasaan inilah yang tidak bisa ditutupi oleh warga binaan di Lapas Anak Wanita Klas IIB Kota Tangerang.

Seperti tampak pada wajah salah satu narapidana yakni, damayanti Wisnu Putranti. Narapidana kasus korupsi Rp8,1 miliar ini tampak sangat sedih. Ini merupakan tahun keduanya melewati puasa dan Lebaran di dalam tahanan.

"Ini puasa saya yang kedua di dalam tahanan. Pertama di KPK. Saya di sana 5 bulan, Pondok Bambu 1 bulan," papar Damayanti, di Lapas Anak Wanita Klas IIB Kota Tangerang, Sabtu 10 Juni 2017 lalu.

Pernah suatu kali, saat dirinya mendekam di Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang, anaknya yang kecil mengalami demam tinggi. Damayanti meminta izin agar anaknya itu dibolehkan membesuk. "Kapan pun anak saya sakit, boleh anak saya besuk. Saya bawa ke dalam dan kelonin dia di lapas. Anak saya juga boleh bawa sepeda dan main di lapas, bahkan juga main layangan," ungkapnya.

Selama di dalam tahanan, hal yang selalu dirindukannya adalah anak dan kumpul bersama keluarga. Dan semua kerinduan itu bisa sedikit terbalaskan di Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang.

Di lapas ini, Damayanti juga mengaku tidak ada kekerasan fisik dari para petugas lapas kepada narapidana. Beda dengan lapas yang pernah disinggahinya di Bogor. Di sana, kekerasan fisik sangat akrab.

Berbanding terbalik dengan di Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang, petugas lapas sangat memanusiakan warga binaan. Ada salah satu momen yang tidak bisa dia lupakan di lapas wanita itu.

"Ada satu hal yang buat saya menyentuh. Tengah malam, semua orang dikeluarin. Ternyata, kita semua dikumpulin di lapangan, makan mi rebus sama-sama, dan melihat bintang di langit," terangnya.

Menurutnya, momen indah seperti itu sangat langka didapatkan di dalam lapas. Sejak pertama divonis 4,5 tahun, dipotong remisi dan telah 2,5 tahun menjalani kehidupan di lapas, itu yang kali pertama.

Lain Damayanti, lain lagi cerita Rima. Gadis berambut bondol dengan tato di lengan ini divonis 4,5 tahun penjara karena terlibat dalam jaringan peredaran narkotika jenis sabu di Jakarta.

Rima merupakan narapidana pindahan dari Rutan Bambu. Dia pun merasa sangat bersyukur bisa dipindah ke Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang, yang sangat memanusiakan warga binaan.

"Di sini, kami sangat dimanusiakan. Tidak ada peraturan yang diterapkan sangat kaku kepada para narapidana. Di sini juga cuma ada satu jager atau jagoan, hanya kalapas sendiri," ungkap Rima.

Meski suasana lapas di sini terasa sangat nyaman, tetapi tetap saja hati Rima tidak bisa dibohongi. Dia sangat rindu dengan sanak keluarganya di Cirebon. Puasa tanpa keluarga sangat menyisanya.

Apalagi, ini Ramadan pertama yang dilaluinya di dalam penjara. Meski terasa berat dan menyiksa, dia mengaku bisa melewati semuanya. Lantaran, banyak narapidana yang senasib dengannya. "Saya di sini belum lama. Sebelumnya saya di Pondok Bambu. Lingkungan di sini sangat nyaman, sehingga beban saya terasa berkurang. Sangat berbeda dengan suasana di Pondok Bambu," jelasnya.

Selama Ramadhan, wanita yang berprofesi sebagai bartender di klub malam kawasan Mangga Dua ini mengaku banyak mengikuti kegiatan lapas, seperti mengaji dan tadarusan, serta tarawih berjamaah.

"Saya sudah jalani masa hukuman jalan dua tahun. Sedih jalanan puasa di sini, jauh dari keluarga, tapi di sini kita bisa mandiri juga. Apalagi banyak teman-teman yang sepenanggungan," sambungnya.

Sementara itu, Kepala Lapas Anak Wanita Klas IIB, Kota Tangerang, Prihartati mengaku, sangat maklum jika banyak para warga binaan yang merasa tertekan hidup di penjara, apalagi di bulan Ramadan.

Untuk itu, pihaknya berinisiatif membuat acara bersama para warga binaan di lapangan dalam lapas. Acara itu banyak sekali macamnya. Namun yang paling sering adalah ngabuburit bersama.

"Dalam ngabuburit ini, semua warga binaan berkumpul. Mereka mengaji dan memberikan pertunjukan sesuai keahlian mereka masing-masing, seperti menari, main gitar, dan sebagainya," jelasnya.

Menurut Prihartati, banyak warga binaan yang punya keahlian di bidang seni. Tidak jarang, kepada mereka diberikan kesempatan untuk berlatih seni, untuk mengasah keahlian dan kemampuannya.

Dia berharap, dengan banyaknya kegiatan di dalam lapas, dapat menghilangkan stres mereka selama di penjara. Khusus di bulan suci Ramadan, pihaknya lebih banyak menekankan kegiatan kerohanian.

"Dari 255 warga binaan yang ada di sini, 155 orang di antaranya beragama Islam dan menjalankan puasa. Ini berat bagi mereka, dan mau tidak mau, suka atau tidak harus dijalani," ungkap Prihartati.

Saat KORAN SINDO mengunjungi lapas itu, sedang dilangsung ngabuburit di lapangan dalam lapas. Kebetulan, saat saya masuk ke dalam lapas ada stand up comedy dari salah seorang penghuni lapas.

Selepas itu, sejumlah narapidana wanita maju ke depan memainkan alat musik dan bernyanyi bersama. Sebelum azan magrib berkumandang, kelompok penari kopi dangdut maju dan menari dengan luesnya.

"Untuk masakan menu buka puasa bersama, semuanya dimasak sendiri oleh para warga binaan yang mayoritas dihuni oleh remaja dan orang dewasa. Semua higienis dan bisa dicoba," sambungnya.

Pada waktu sahur, para napi akan makan bersama. Kemudian istirahat, lalu melakukan cocok tanam di kebun. Sore hari menjelang buka puasa, mereka mengaji dan tadarusan di masjid lapas.

Setelah berbuka puasa, para warga binaan diwajibkan untuk salat tarawih berjamaah. Kemudian mereka kembali ke kamar masing-masing, dengan rutinitas yang selalu berulang setiap harinya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0918 seconds (0.1#10.140)