Haram Hukumnya Menolak Jenazah Pasien Covid-19
A
A
A
SEJUMLAH pimpinan organisasi massa (ormas) Islam mengimbau kepada seluruh masyarakat di Indonesia untuk tidak menolak kehadiran jenazah sesama muslim yang meninggal akibat Covid-19. Siapa pun jenazah yang beragama Islam harus ditangani dengan penuh penghargaan.
Pernyataan pimpinan ormas ini disampaikan secara terpisah terkait munculnya permasalahan di tengah masyarakat berupa penolakan saat ada umat Islam yang meninggal dikarenakan Corona Virus Disease (Covid-19).
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpendapat menolak jenazah korban Covid-19 bukanlah perilaku islami. "Tugas kita justru membangkitkan optimisme keluarga yang ditinggalkan dan menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat. Mereka sudah berat menanggung musibah dan beban itu hendaknya kita ringankan dengan menerima mereka sepenuhnya,” ungkap Abdul Mu’ti dalam keterangannya, Kamis (2/4/2020).
Standar Keamanan Medis
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa syariat Islam telah mewajibkan kepada umat Islam harus menghormati jenazah sesama umat Islam. Maka siapa pun jenazah yang beragama Islam harus ditangani dengan penuh penghargaan.
Hal ini dilakukan dengan dimandikan yang bersih dan suci, dikafani dengan syarat-syarat tertentu kemudian dikubur dengan penuh penghormatan dan penghargaan. "Tidak boleh diremehkan atau mendapatkan penghinaan," tegas Kiai Said, Rabu (1/4).
Jika mekanisme penanganan oleh rumah sakit sudah sesuai standar keamanan medis, Kiai Said mengimbau kepada seluruh masyarakat di Indonesia untuk tidak menolak kehadiran jenazah saudara kita yang meninggal akibat Covid-19 ini. "Mari kita doakan orang yang meninggal karena Covid-19 ini Insyaallah syahid. Kita pun dapat pahala ketika mengantar jenazahnya," ajaknya.
Hukum Islam
Said Aqil Siroj mengatakan pada dasarnya syariat Islam telah mewajibkan setiap individu termasuk Muslim menghormati jenazah, lebih-lebih jika jenazah itu umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengingatkan haram hukumnya memperlakukan jenazah secara tidak baik. "Itu ngga boleh, haram, memperlakukan jenazah dengan baik," ujar Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi.
Dalam kondisi tidak normal seperti saat ini, katanya, jenazah korban corona juga wajib diperlakukan dengan baik. Menurutnya, jenazah korban virus corona mati dalam kondisi syahid. Sebab mereka adalah orang-orang yang meninggal dunia karena terkena penyakit yang tengah wabah.
"Orang yang mati syahid itu kan tidak dikuburkan seperti kuburan biasa. Sama seperti sekarang ini kan kondisi extra ordinary, kondisi darurat. Pasien yang terkena corona itu penguburannya secara extra ordinary juga. Prosedur kesehatannya dipenuhi dan ketika sudah dikubur, sudah tidak ada masalah itu," tuturnya.
Di sisi lain, Sekjen MUI, Anwar Abbas menyayangkan adanya penolakan jenazah korban virus corona. Seharusnya warga menerima dan menghormati penguburan makam karena sudah sesuai dengan prosedur dari pihak kesehatan. "Untuk itu kepada masyarakat kita harapkan bila penguburan jenazah yang aman seperti yang dikatakan oleh para ahli dan pemerintah tersebut sudah terpenuhi dan dipenuhi maka kita harus bisa menerima dan menghormati serta menyelenggarakan pemakamannya. Jangan lagi ada penolakan-penolakan karena hal itu jelas akan membuat kita susah semua," ujar Anwar Abbas.
Fatwa MUI
Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 menetapkan: "Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19."
Kedua, Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah. Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Selanjutnya, jenazah disalati dengan segera. Ritual ini dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19. Salat Jenazah dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disalatkan dari jauh (salat gaib).
Sedangkan pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.
Pernyataan pimpinan ormas ini disampaikan secara terpisah terkait munculnya permasalahan di tengah masyarakat berupa penolakan saat ada umat Islam yang meninggal dikarenakan Corona Virus Disease (Covid-19).
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpendapat menolak jenazah korban Covid-19 bukanlah perilaku islami. "Tugas kita justru membangkitkan optimisme keluarga yang ditinggalkan dan menerima mereka sebagai bagian dari masyarakat. Mereka sudah berat menanggung musibah dan beban itu hendaknya kita ringankan dengan menerima mereka sepenuhnya,” ungkap Abdul Mu’ti dalam keterangannya, Kamis (2/4/2020).
Standar Keamanan Medis
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa syariat Islam telah mewajibkan kepada umat Islam harus menghormati jenazah sesama umat Islam. Maka siapa pun jenazah yang beragama Islam harus ditangani dengan penuh penghargaan.
Hal ini dilakukan dengan dimandikan yang bersih dan suci, dikafani dengan syarat-syarat tertentu kemudian dikubur dengan penuh penghormatan dan penghargaan. "Tidak boleh diremehkan atau mendapatkan penghinaan," tegas Kiai Said, Rabu (1/4).
Jika mekanisme penanganan oleh rumah sakit sudah sesuai standar keamanan medis, Kiai Said mengimbau kepada seluruh masyarakat di Indonesia untuk tidak menolak kehadiran jenazah saudara kita yang meninggal akibat Covid-19 ini. "Mari kita doakan orang yang meninggal karena Covid-19 ini Insyaallah syahid. Kita pun dapat pahala ketika mengantar jenazahnya," ajaknya.
Hukum Islam
Said Aqil Siroj mengatakan pada dasarnya syariat Islam telah mewajibkan setiap individu termasuk Muslim menghormati jenazah, lebih-lebih jika jenazah itu umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengingatkan haram hukumnya memperlakukan jenazah secara tidak baik. "Itu ngga boleh, haram, memperlakukan jenazah dengan baik," ujar Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi.
Dalam kondisi tidak normal seperti saat ini, katanya, jenazah korban corona juga wajib diperlakukan dengan baik. Menurutnya, jenazah korban virus corona mati dalam kondisi syahid. Sebab mereka adalah orang-orang yang meninggal dunia karena terkena penyakit yang tengah wabah.
"Orang yang mati syahid itu kan tidak dikuburkan seperti kuburan biasa. Sama seperti sekarang ini kan kondisi extra ordinary, kondisi darurat. Pasien yang terkena corona itu penguburannya secara extra ordinary juga. Prosedur kesehatannya dipenuhi dan ketika sudah dikubur, sudah tidak ada masalah itu," tuturnya.
Di sisi lain, Sekjen MUI, Anwar Abbas menyayangkan adanya penolakan jenazah korban virus corona. Seharusnya warga menerima dan menghormati penguburan makam karena sudah sesuai dengan prosedur dari pihak kesehatan. "Untuk itu kepada masyarakat kita harapkan bila penguburan jenazah yang aman seperti yang dikatakan oleh para ahli dan pemerintah tersebut sudah terpenuhi dan dipenuhi maka kita harus bisa menerima dan menghormati serta menyelenggarakan pemakamannya. Jangan lagi ada penolakan-penolakan karena hal itu jelas akan membuat kita susah semua," ujar Anwar Abbas.
Fatwa MUI
Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 menetapkan: "Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19."
Kedua, Umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah. Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Selanjutnya, jenazah disalati dengan segera. Ritual ini dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19. Salat Jenazah dilakukan oleh umat Islam secara langsung minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disalatkan dari jauh (salat gaib).
Sedangkan pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.
(mhy)