Masjid Lapeo, simbol kekaramahan sang ulama (III/habis)
A
A
A
Sindonews.com - Masjid Nuruttaubah Lapeo adalah salah satu masjid tertua di tanah Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar), sekaligus masjid pertama di Mandar yang memiliki menara. Di masjid itu pula, Imam Lapeo dimakamkan.
Terletak di pinggir jalan trans Sulawesi, tepatnya di Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar. Menaranya sangat sederhana, seperti roket. Tapi cukup terkenal. Bersama masjidnya, telah mengalami renovasi beberapa kali sebab mengalami kerusakan akibat gempa dan lapuk oleh perubahan cuaca. Konon, suatu waktu menara Lapeo pernah hampir tumbang. Tapi berkat kekaramahan (kelebihan) Imam Lapeo, menara kembali lurus seperti sedia kala.
Di masjid itu pula, tempat makam Imam Lapeo. Dimana, orang-orang baik dari Selatan maupun Utara sengaja datang untuk melakukan ziarah di Makam Lapeo. Tak lain, untuk meminta didoakan. Orang lebih mengenal doa keselamatan, baik untuk kesembuhan maupun ketika kita akan menempuh suatu ujian.
Tak bisa dipungkiri, bahwa ikon keagamaan paling terkenal di Mandar adalah Imam Lapeo. Sepertinya hanya masjid ini di Sulawesi Barat yang rutin didatangi peziarah setiap hari.
Menurut pengurus masjid, saat ini, rata-rata pemasukan celengan dari peziarah berkisar Rp3-5 juta setiap harinya.
Setidaknya ada tiga bentuk pemberi uang untuk kotak amal di Masjid Nuruttaubah. Yakni, yang lewat saja (bila naik kendaraan, mereka akan berhenti sesaat untuk memasukkan uang ke kotak yang diletakkan di depan gerbang halaman masjid), yang datang berziarah ke makam Imam Lapeo (juga ada kotak amal di dalam), dan kotak amal di dalam masjid.
Tak Kalah pentingnya adalah, yang ingin meminta didoakan, ada yang langsung ke Imam Masjid Lapeo saat ini (masih keturunan KH Muhammad Thahir), KH Syarifuddin Muhsin, dan kebanyakan pula ke anak KH Muhammad Thahir yang masih hidup, yang tinggal di rumah besar KH Muhammad Thahir, letaknya di seberang jalan, seberang Masjid Lapeo, yakni Hj Marhumah Thahir dan Hj Muhsanah Thahir.
Sejarah telah mencatat, Mesjid Imam Lapeo yang kini menjadi megah merupakan bukti rill atas kekaramahan yang telah dimilikinya. Membuat hampir semua masyarakat, tak terlepas dari suku Bugis, Makassar, yang melintas di depan Masjid Imam Lapeo, tak lupa menyempatkan waktu sejenak untuk singgah di depan Masjid Nuruttaubah atau Masjid Lapeo. Tak lain, mereka menyisihkan sedekah dalam kotak amal yang tersedia di depan jalan. Sumbangan-sumbangan tersebut menjadikan masjid gagasan Imam Lapeo ini kini menjadi bangunan megah. Mulai dari menara hingga dindingnya yang dihiasi kaligrafi.
Terletak di pinggir jalan trans Sulawesi, tepatnya di Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar. Menaranya sangat sederhana, seperti roket. Tapi cukup terkenal. Bersama masjidnya, telah mengalami renovasi beberapa kali sebab mengalami kerusakan akibat gempa dan lapuk oleh perubahan cuaca. Konon, suatu waktu menara Lapeo pernah hampir tumbang. Tapi berkat kekaramahan (kelebihan) Imam Lapeo, menara kembali lurus seperti sedia kala.
Di masjid itu pula, tempat makam Imam Lapeo. Dimana, orang-orang baik dari Selatan maupun Utara sengaja datang untuk melakukan ziarah di Makam Lapeo. Tak lain, untuk meminta didoakan. Orang lebih mengenal doa keselamatan, baik untuk kesembuhan maupun ketika kita akan menempuh suatu ujian.
Tak bisa dipungkiri, bahwa ikon keagamaan paling terkenal di Mandar adalah Imam Lapeo. Sepertinya hanya masjid ini di Sulawesi Barat yang rutin didatangi peziarah setiap hari.
Menurut pengurus masjid, saat ini, rata-rata pemasukan celengan dari peziarah berkisar Rp3-5 juta setiap harinya.
Setidaknya ada tiga bentuk pemberi uang untuk kotak amal di Masjid Nuruttaubah. Yakni, yang lewat saja (bila naik kendaraan, mereka akan berhenti sesaat untuk memasukkan uang ke kotak yang diletakkan di depan gerbang halaman masjid), yang datang berziarah ke makam Imam Lapeo (juga ada kotak amal di dalam), dan kotak amal di dalam masjid.
Tak Kalah pentingnya adalah, yang ingin meminta didoakan, ada yang langsung ke Imam Masjid Lapeo saat ini (masih keturunan KH Muhammad Thahir), KH Syarifuddin Muhsin, dan kebanyakan pula ke anak KH Muhammad Thahir yang masih hidup, yang tinggal di rumah besar KH Muhammad Thahir, letaknya di seberang jalan, seberang Masjid Lapeo, yakni Hj Marhumah Thahir dan Hj Muhsanah Thahir.
Sejarah telah mencatat, Mesjid Imam Lapeo yang kini menjadi megah merupakan bukti rill atas kekaramahan yang telah dimilikinya. Membuat hampir semua masyarakat, tak terlepas dari suku Bugis, Makassar, yang melintas di depan Masjid Imam Lapeo, tak lupa menyempatkan waktu sejenak untuk singgah di depan Masjid Nuruttaubah atau Masjid Lapeo. Tak lain, mereka menyisihkan sedekah dalam kotak amal yang tersedia di depan jalan. Sumbangan-sumbangan tersebut menjadikan masjid gagasan Imam Lapeo ini kini menjadi bangunan megah. Mulai dari menara hingga dindingnya yang dihiasi kaligrafi.
(azh)