Jimly Sebut Idul Fitri Momentum Perekat Bangsa
A
A
A
JAKARTA - Perayaan Idul Fitri merupakan ajang untuk saling bersilaturahmi dan bermaaf-maafan. Lebih dari itu, Idul Fitri juga bisa dijadikan momentum perekat persaudaraan bangsa paska penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) lalu, yang telah menimbulkan perpecahan antar kedua pendukung pasangan capres-cawapres.
“Ya, saya kira benar. Lebaran ini harus dijadikan momentum untuk mempererat kembali persaudaraan bangsa paska kompetisi pilpres kemarin,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie kepada wartawan dalam acara open house di kediamanya di bilangan Pondok Labu Indah, Jakarta Selatan, Rabu 30 Juli 2014.
Menurut Jimly, Ramadan tahun ini sangat bersejarah karena, bangsa Indonesia juga mengadakan hajatan demokrasi akbar yakni pilpres. Menurutnya, pilpres ini menjadi seru karena pasangan capres-cawapresnya hanya ada dua.
Hal ini merupakan pengalaman sejarah pertama bagi bangsa Indonesia sehingga, persaingan pilpres menjadi sangat ketat.
“Karena ketat, otomatis pilihan-pilihan rakyat terbelah dua. Bangsa plural seperti Indonesia ini, pilihan capres yang membelah bangsa jadi dua. Dan ini jadi hal yang luar biasa,” jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Menurut Jimly, pluralisme di Indonesia sangat berbeda dengan negara lain karena, pluralisme di Indonesia sifatnya segmented dan fragmented. Yang mana, perbedaan etnis tidak hanya terjadi di pulau berbeda, tapi juga di satu pulau yang sama.
“Kita itu segmented dan fragmented. Misalnya di Sumatera Utara, di utara mayoritas Kristen, dan selatan Islam,” tambah Jimly.
“Ya, saya kira benar. Lebaran ini harus dijadikan momentum untuk mempererat kembali persaudaraan bangsa paska kompetisi pilpres kemarin,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie kepada wartawan dalam acara open house di kediamanya di bilangan Pondok Labu Indah, Jakarta Selatan, Rabu 30 Juli 2014.
Menurut Jimly, Ramadan tahun ini sangat bersejarah karena, bangsa Indonesia juga mengadakan hajatan demokrasi akbar yakni pilpres. Menurutnya, pilpres ini menjadi seru karena pasangan capres-cawapresnya hanya ada dua.
Hal ini merupakan pengalaman sejarah pertama bagi bangsa Indonesia sehingga, persaingan pilpres menjadi sangat ketat.
“Karena ketat, otomatis pilihan-pilihan rakyat terbelah dua. Bangsa plural seperti Indonesia ini, pilihan capres yang membelah bangsa jadi dua. Dan ini jadi hal yang luar biasa,” jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Menurut Jimly, pluralisme di Indonesia sangat berbeda dengan negara lain karena, pluralisme di Indonesia sifatnya segmented dan fragmented. Yang mana, perbedaan etnis tidak hanya terjadi di pulau berbeda, tapi juga di satu pulau yang sama.
“Kita itu segmented dan fragmented. Misalnya di Sumatera Utara, di utara mayoritas Kristen, dan selatan Islam,” tambah Jimly.
(maf)