Kisah Kafir Quraisy Jadikan Setahun 13 Bulan, Maka Turunlah Ayat Ini
Minggu, 29 Januari 2023 - 22:19 WIB
Sudah menjadi ketetapan Allah bahwa bilangan bulan dalam setahun adalah 12 bulan. Di dalamnya terdapat empat bulan haram yang dilarang untuk berperang (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab).
Dulu, nama-nama bulan yang digunakan bangsa Arab berdasarkan keadaan atau kondisi musim sesuai kalender Qamariyah (perputaran bulan). Misalnya, penyebutan Ramadhan karena pada bulan itu sedang musim panas. Rabiul Awal artinya musim semi pertama dan Rabiul Akhir dimaknai sebagai musim semi kedua.
Untuk diketahui, 12 bulan dalam kalender Hijriyah di antaranya: (1) Muharram; (2) Shafar; (3) Rabi'ul Awal; (4) Rabi'ul Akhir; (5) Jumadil Awal; (6) Jumadil Akhir; (7) Rajab; (8) Sya'ban; (9) Ramadhan; (10) Syawal; (11) Dzulqa'idah; (12) Dzulhijjah.
Dulu kaum kafir Quraisy mengubah hukum dan ketentuan Allah dengan pendapatnya sendiri. Mereka menjadikan bilangan bulan dalam satu tahun sebanyak 13 bulan. Mereka menghalalkan bulan Haram dan menangguhkannya sampai bulan Safar.
Dikisahkan dalam tafsir Ibnu Katsir, ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah berjuluk "Al-Qalmas', hidup di masa Jahiliah. Pada mulanya mereka tidak berani melakukan serangan terhadap sebagian dari mereka dalam bulan-bulan Haram. Seseorang bertemu dengan pembunuh ayahnya tidak berani menyentuhnya karena menghormati bulan Haram tersebut.
Tetapi di saat Al-Qalmas muncul, dia berkata: "Marilah kita berangkat untuk mengadakan serangan." Mereka menjawab, "Bulan ini adalah bulan Muharram." Al-Qalmas menjawab, "Kita tangguhkan untuk tahun ini, dua bulan sekarang kita kosongkan saja. Apabila datang tahun depan, kita bayar, lalu kita jadikan keduanya sebagai bulan Haram." Maka hal tersebut diberlakukan.
Kemudian ketika tahun depan tiba, ia berkata, "Janganlah kalian mengadakan peperangan dalam bulan Safar. Jadikanlah ia sebagai bulan Haram, sama dengan bulan Muharram. kedua-duanya kita haramkan."
Itulah kebiasaan orang-orang musyrik Arab sengaja mengganti posisi Muharram dengan bulan Safar agar bisa berperang. Padahal sejak zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, bulan-bulan haram itu tidak dibolehkan berperang.
Orang-orang musyrik Mekkah tidak dapat menguasai dirinya untuk tidak berperang selama tiga bulan berturut (Zulqa'dah, Zulhijjah dan Muharam). Mereka ingin menggeser ke bulan lain sehinggga mendapat kesempatan untuk berperang pada bulan Muharam.
Kaum kafir Quraisy menyalahgunakan praktik nasi' untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mereka menganggap haram bulan Muharram dan menghalalkan bulan Safar di satu tahun. Sedangkan di tahun lainnya mereka menghalalkan bulan Muharram. Itulah yang dinamakan nasi'.
Praktik ini memungkinkan mereka menambahkan bulan ke-13 atau memperpanjang satu bulan tertentu. Karena perbuatan yang seenaknya mengubah syariat Allah, maka turunlah Surat At-Taubah ayat 37. Berikut firman-Nya:
اِنَّمَا النَّسِىۡٓءُ زِيَادَةٌ فِى الۡكُفۡرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا يُحِلُّوۡنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوۡنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِــُٔــوۡا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوۡا مَا حَرَّمَ اللّٰهُ ؕ زُيِّنَ لَهُمۡ سُوۡۤءُ اَعۡمَالِهِمۡ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡـكٰفِرِيۡنَ
Artinya: "Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (At-Taubah ayat 37)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: "Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran." (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Allah mewajibkan ibadah haji dalam bulan Zulhijjah. Tetapi orang-orang musyrik di masa lalu menamakan Zulhijjah dengan sebutan bulan Muharram, bulan Safar menjadi Rabi'. Bulan Rabi' menjadi bulan Jumada, sedangkan bulan Jumada mereka namakan menjadi Rajab, Sya'ban menjadi Ramadan. Syawwal menjadi Zulqa'dah.
Terkadang mereka melakukan hajinya dalam bulan Zulhijjah, kemudian mereka diam, tidak menyebutkan Muharram. Lalu mereka kembali dan menamakannya menjadi Safar. Dan mereka menamakan Rajab menjadi Jumadil Akhir, lalu Sya'ban menjadi Ramadhan, Syawwal menjadi Ramadhan, Zulqa'dah menjadi Syawwal. Zulhijjah menjadi Zulqa'dah, Muharram menjadi Zulhijjah dan mereka melakukan hajinya dalam bulan itu, yang menurut peristilahan mereka disebut Zulhijjah.
Kemudian mereka kembali melakukan keadaan tersebut, dan mereka melakukan hajinya setiap bulan selama dua tahun, hingga pada bulan yang terakhir dari dua tahun itu (yakni dalam bulan Zulqa'dah) bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Abu Bakar.
Kemudian Nabi melakukan hajinya yang bersesuaian dengan bulan Zulhijjah. Yang demikian itu dinyatakan oleh Nabi melalui sabdanya: "Sesungguhnya zaman ini berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi."
Baca Juga: Sejarah Kalender Hijriyah dan Arti 12 Bulan Islam
Dulu, nama-nama bulan yang digunakan bangsa Arab berdasarkan keadaan atau kondisi musim sesuai kalender Qamariyah (perputaran bulan). Misalnya, penyebutan Ramadhan karena pada bulan itu sedang musim panas. Rabiul Awal artinya musim semi pertama dan Rabiul Akhir dimaknai sebagai musim semi kedua.
Untuk diketahui, 12 bulan dalam kalender Hijriyah di antaranya: (1) Muharram; (2) Shafar; (3) Rabi'ul Awal; (4) Rabi'ul Akhir; (5) Jumadil Awal; (6) Jumadil Akhir; (7) Rajab; (8) Sya'ban; (9) Ramadhan; (10) Syawal; (11) Dzulqa'idah; (12) Dzulhijjah.
Dulu kaum kafir Quraisy mengubah hukum dan ketentuan Allah dengan pendapatnya sendiri. Mereka menjadikan bilangan bulan dalam satu tahun sebanyak 13 bulan. Mereka menghalalkan bulan Haram dan menangguhkannya sampai bulan Safar.
Dikisahkan dalam tafsir Ibnu Katsir, ada seorang lelaki dari kalangan Bani Kinanah berjuluk "Al-Qalmas', hidup di masa Jahiliah. Pada mulanya mereka tidak berani melakukan serangan terhadap sebagian dari mereka dalam bulan-bulan Haram. Seseorang bertemu dengan pembunuh ayahnya tidak berani menyentuhnya karena menghormati bulan Haram tersebut.
Tetapi di saat Al-Qalmas muncul, dia berkata: "Marilah kita berangkat untuk mengadakan serangan." Mereka menjawab, "Bulan ini adalah bulan Muharram." Al-Qalmas menjawab, "Kita tangguhkan untuk tahun ini, dua bulan sekarang kita kosongkan saja. Apabila datang tahun depan, kita bayar, lalu kita jadikan keduanya sebagai bulan Haram." Maka hal tersebut diberlakukan.
Kemudian ketika tahun depan tiba, ia berkata, "Janganlah kalian mengadakan peperangan dalam bulan Safar. Jadikanlah ia sebagai bulan Haram, sama dengan bulan Muharram. kedua-duanya kita haramkan."
Itulah kebiasaan orang-orang musyrik Arab sengaja mengganti posisi Muharram dengan bulan Safar agar bisa berperang. Padahal sejak zaman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, bulan-bulan haram itu tidak dibolehkan berperang.
Orang-orang musyrik Mekkah tidak dapat menguasai dirinya untuk tidak berperang selama tiga bulan berturut (Zulqa'dah, Zulhijjah dan Muharam). Mereka ingin menggeser ke bulan lain sehinggga mendapat kesempatan untuk berperang pada bulan Muharam.
Kaum kafir Quraisy menyalahgunakan praktik nasi' untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mereka menganggap haram bulan Muharram dan menghalalkan bulan Safar di satu tahun. Sedangkan di tahun lainnya mereka menghalalkan bulan Muharram. Itulah yang dinamakan nasi'.
Praktik ini memungkinkan mereka menambahkan bulan ke-13 atau memperpanjang satu bulan tertentu. Karena perbuatan yang seenaknya mengubah syariat Allah, maka turunlah Surat At-Taubah ayat 37. Berikut firman-Nya:
اِنَّمَا النَّسِىۡٓءُ زِيَادَةٌ فِى الۡكُفۡرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا يُحِلُّوۡنَهٗ عَامًا وَّيُحَرِّمُوۡنَهٗ عَامًا لِّيُوَاطِــُٔــوۡا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ فَيُحِلُّوۡا مَا حَرَّمَ اللّٰهُ ؕ زُيِّنَ لَهُمۡ سُوۡۤءُ اَعۡمَالِهِمۡ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡـكٰفِرِيۡنَ
Artinya: "Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (At-Taubah ayat 37)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Najih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: "Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran." (At-Taubah: 37), hingga akhir ayat. Allah mewajibkan ibadah haji dalam bulan Zulhijjah. Tetapi orang-orang musyrik di masa lalu menamakan Zulhijjah dengan sebutan bulan Muharram, bulan Safar menjadi Rabi'. Bulan Rabi' menjadi bulan Jumada, sedangkan bulan Jumada mereka namakan menjadi Rajab, Sya'ban menjadi Ramadan. Syawwal menjadi Zulqa'dah.
Terkadang mereka melakukan hajinya dalam bulan Zulhijjah, kemudian mereka diam, tidak menyebutkan Muharram. Lalu mereka kembali dan menamakannya menjadi Safar. Dan mereka menamakan Rajab menjadi Jumadil Akhir, lalu Sya'ban menjadi Ramadhan, Syawwal menjadi Ramadhan, Zulqa'dah menjadi Syawwal. Zulhijjah menjadi Zulqa'dah, Muharram menjadi Zulhijjah dan mereka melakukan hajinya dalam bulan itu, yang menurut peristilahan mereka disebut Zulhijjah.
Kemudian mereka kembali melakukan keadaan tersebut, dan mereka melakukan hajinya setiap bulan selama dua tahun, hingga pada bulan yang terakhir dari dua tahun itu (yakni dalam bulan Zulqa'dah) bertepatan dengan haji yang dilakukan oleh Abu Bakar.
Kemudian Nabi melakukan hajinya yang bersesuaian dengan bulan Zulhijjah. Yang demikian itu dinyatakan oleh Nabi melalui sabdanya: "Sesungguhnya zaman ini berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi."
Baca Juga: Sejarah Kalender Hijriyah dan Arti 12 Bulan Islam
(rhs)