Umat yang Tunggal Ini Kenyataannya Terpecah, Begini Penjelasan Cak Nur
Kamis, 02 Februari 2023 - 11:14 WIB
Cendekiawan Muslim, Prof Dr Nurcholish Madjid, MA (1939-2005) atau populer dipanggil Cak Nur , mengatakan kenyataan historis pertama tentang agama Islam ialah bahwa umatnya telah terpecah dan bahkan saling menumpahkan darah sejak masa-masa amat dini perjalanan sejarahnya.
"Seorang muslim yang serius dan prihatin tentu merasakan adanya semacam anomali dalam kenyataan sejarah itu," ujar Cak Nur dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah".
"Apalagi al-Qur'an sendiri sejak dari semula menyatakan dan memperingatkan, tidak saja kepada kaum muslim tetapi juga kepada para penganut agama para Nabi dan Rasul Allah keseluruhannya, agar waspada terhadap bahaya perpecahan dan pertentangan," lanjutnya.
Salah satu firman suci dalam al-Qur'an yang relevan dengan masalah ini terbaca:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
وَإِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱتَّقُونِ
"Wahai para Rasul, makanlah dari yang baik-baik, dan berbuatlah kebajikan. Sesungguhnya Kami (Tuhan) maha mengetahui akan segala sesuatu yang kamu kerjakan. Dan ini adalah umatmu semua, umat yang tunggal, sedangkan Aku adalah Pelindungmu semua, maka bertakwalah kamu sekalian kepada-Ku." [ QS al-Mu'minun/23 :51-52]
Menurut Cak Nur, tafsir atas firman itu tidak bisa lain dari pada penegasan bahwa semua Nabi dan Utusan Tuhan itu membentuk persaudaraan umat yang tunggal, sebab Pesan Suci mereka pun tunggal, yaitu mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mencintai dan melindungi mereka.
Ini menjadi dasar pandangan tentang Kesatuan Kenabian (Wahdat al-Nubuwwah) dan Kesatuan Risalah atau pesan suci (Wahdat al-Risalah), yaitu pesan suci keprasahan yang tulus kepada kehendak Ilahi (al-islam dalam makna generiknya). Dan inilah pula dasar pandangan tentang Kesatuan Kemanusiaan (al-Wahdat al-Insaniyyah).
Namun, kata Cak Nur, justru secara historis masalah kesatuan itulah di antara hal-hal yang amat sulit dicapai oleh manusia. Lebih menarik lagi sebagai bahan kajian bahwa manusia cenderung berpecah-belah justru setelah mereka menerima ajaran Tuhan yang dibawa oleh para Utusan-Nya.
Keadaan yang menyimpang dari seharusnya ini tidak saja karena berbagai usaha mereka memahami ajaran Tuhan dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, tapi juga karena variasi cara pendekatan kepada ajaran itu membuahkan variasi dalam interpretasi.
Maka dalam gabungannya dengan nafsu benar sendiri dan sektarianisme yang jelas selalu mengancam setiap orang atau golongan tanpa kecuali variasi pendekatan dan interpretasi itu, meskipun disertai dengan penuh niat baik dan tulus, acapkali malah menjuruskan orang banyak kepada perpecahan dan pertentangan.
Perpecahan dan pertentangan itu semakin destruktif sifatnya karena pembawaannya yang sering bergaya absolutistik dan tak kenal kompromi akibat watak dasar suatu keyakinan keagamaan. Keadaan menyedihkan ini pun secara ringkas digambarkan dalam Kitab Suci:
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Pada mulanya manusia adalah umat yang tunggal. Kemudian Allah mengutus para Nabi untuk membawa berita gembira dan peringatan, dan Dia menurunkan bersama para Nabi itu Kitab Suci dengan sebenarnya untuk memutuskan perkara antara umat manusia berkenaan dengan masalah yang mereka perselisihkan. Dan mereka yang menerima Kitab Suci itu tidaklah berselisih mengenai sesuatu (masalah Kebenaran) kecuali setelah datang berbagai penjelasan, karena rasa permusuhan antara sesama mereka. Maka Allah pun, dengan izin-Nya, memberi petunjuk tentang kebenaran yang mereka perselisihkan itu kepada mereka yang beriman. Allah memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus kepada siapa yang menghendakinya (atau, yang dikehendaki-Nya). [ QS al-Baqarah/2 :213]
Cak Nur mengatakan jika harus menyebutkan bukti kebenaran firman itu, maka barangkali kita hanya harus menyebutkan kenyataan tentang semua agama, yang jelas tanpa kecuali terbagi-bagi dan terpecah-pecah menjadi berbagai golongan dan sekte.
Lebih dari itu, kerapkali persengketaan di antara sesama mereka, termasuk yang ada dalam satu agama pun, diselesaikan dengan pertumpahan darah dan penindasan.
"Seorang muslim yang serius dan prihatin tentu merasakan adanya semacam anomali dalam kenyataan sejarah itu," ujar Cak Nur dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah".
"Apalagi al-Qur'an sendiri sejak dari semula menyatakan dan memperingatkan, tidak saja kepada kaum muslim tetapi juga kepada para penganut agama para Nabi dan Rasul Allah keseluruhannya, agar waspada terhadap bahaya perpecahan dan pertentangan," lanjutnya.
Salah satu firman suci dalam al-Qur'an yang relevan dengan masalah ini terbaca:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
وَإِنَّ هَٰذِهِۦٓ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَأَنَا۠ رَبُّكُمْ فَٱتَّقُونِ
"Wahai para Rasul, makanlah dari yang baik-baik, dan berbuatlah kebajikan. Sesungguhnya Kami (Tuhan) maha mengetahui akan segala sesuatu yang kamu kerjakan. Dan ini adalah umatmu semua, umat yang tunggal, sedangkan Aku adalah Pelindungmu semua, maka bertakwalah kamu sekalian kepada-Ku." [ QS al-Mu'minun/23 :51-52]
Menurut Cak Nur, tafsir atas firman itu tidak bisa lain dari pada penegasan bahwa semua Nabi dan Utusan Tuhan itu membentuk persaudaraan umat yang tunggal, sebab Pesan Suci mereka pun tunggal, yaitu mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mencintai dan melindungi mereka.
Ini menjadi dasar pandangan tentang Kesatuan Kenabian (Wahdat al-Nubuwwah) dan Kesatuan Risalah atau pesan suci (Wahdat al-Risalah), yaitu pesan suci keprasahan yang tulus kepada kehendak Ilahi (al-islam dalam makna generiknya). Dan inilah pula dasar pandangan tentang Kesatuan Kemanusiaan (al-Wahdat al-Insaniyyah).
Namun, kata Cak Nur, justru secara historis masalah kesatuan itulah di antara hal-hal yang amat sulit dicapai oleh manusia. Lebih menarik lagi sebagai bahan kajian bahwa manusia cenderung berpecah-belah justru setelah mereka menerima ajaran Tuhan yang dibawa oleh para Utusan-Nya.
Keadaan yang menyimpang dari seharusnya ini tidak saja karena berbagai usaha mereka memahami ajaran Tuhan dan menerapkannya dalam kehidupan nyata, tapi juga karena variasi cara pendekatan kepada ajaran itu membuahkan variasi dalam interpretasi.
Maka dalam gabungannya dengan nafsu benar sendiri dan sektarianisme yang jelas selalu mengancam setiap orang atau golongan tanpa kecuali variasi pendekatan dan interpretasi itu, meskipun disertai dengan penuh niat baik dan tulus, acapkali malah menjuruskan orang banyak kepada perpecahan dan pertentangan.
Perpecahan dan pertentangan itu semakin destruktif sifatnya karena pembawaannya yang sering bergaya absolutistik dan tak kenal kompromi akibat watak dasar suatu keyakinan keagamaan. Keadaan menyedihkan ini pun secara ringkas digambarkan dalam Kitab Suci:
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Pada mulanya manusia adalah umat yang tunggal. Kemudian Allah mengutus para Nabi untuk membawa berita gembira dan peringatan, dan Dia menurunkan bersama para Nabi itu Kitab Suci dengan sebenarnya untuk memutuskan perkara antara umat manusia berkenaan dengan masalah yang mereka perselisihkan. Dan mereka yang menerima Kitab Suci itu tidaklah berselisih mengenai sesuatu (masalah Kebenaran) kecuali setelah datang berbagai penjelasan, karena rasa permusuhan antara sesama mereka. Maka Allah pun, dengan izin-Nya, memberi petunjuk tentang kebenaran yang mereka perselisihkan itu kepada mereka yang beriman. Allah memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus kepada siapa yang menghendakinya (atau, yang dikehendaki-Nya). [ QS al-Baqarah/2 :213]
Cak Nur mengatakan jika harus menyebutkan bukti kebenaran firman itu, maka barangkali kita hanya harus menyebutkan kenyataan tentang semua agama, yang jelas tanpa kecuali terbagi-bagi dan terpecah-pecah menjadi berbagai golongan dan sekte.
Lebih dari itu, kerapkali persengketaan di antara sesama mereka, termasuk yang ada dalam satu agama pun, diselesaikan dengan pertumpahan darah dan penindasan.