Masjid Jogokariyan Yogyakarta : Mewujudkan Cita-cita Ummat, Salat Subuh Melebihi Salat Jumat
Minggu, 12 Maret 2023 - 20:12 WIB
Masjid Jogokariyan memang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Masjid yang berada di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta ini pun selalu viral. Salah satunya, momen ketika salat subuh berjamaah yang ternyata jamaahnya melebihi salat jumat.
Video viral yang diunggah akun Instagram @masjidjogokariyan, Minggu (12/3) memperlihatkan sejumlah jamaah yang melaksanakan salat subuh begitu ramai hingga meluber ke halaman hingga jalanan sekitar masjid. Tak hanya orang dewasa saja, terlihat juga anak-anak kecil yang meramaikan salat subuh berjamaah di masjid tersebut. "Kami bercita-cita agar salat subuh seperti salat Jumat,"tutur salah seorang takmir Masjid Jogokariyan, dalam unggahan video tersebut.
Itulah cita-cita yang seharusnya tak hanya dimiliki pengurus takmir Masjid Jogokariyan, tapi juga seluruh takmir, DKM, pemuda dan aktivis masjid di mana pun berada.
Dalam akun tersebut juga ditulis, dengan keutamaan salat subuh, waktu subuh dan masjid, Insya Allah akan membuka kunci-kunci keberkahan, sehingga program demi program kebaikan akan menyertai. Dengan salat Subuh berjamaah ini pulalalh, kami yakin, kejayaan umat dapat terwujud.
Keunikan dan Sejarah Masjid Jogokariyan
Masjid Jogokariyan terletak di Jalan Jogokaryan, No. 36, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, DIY.
Dalam buku " Berjamaah Lebih Utama' karya Ustadz Muhammad Syafril, Hirman dan Tohirin, dijelaskan tentang beberapa keunikan yang dimiliki masjid Jogokariyan
Keunikan dari Masjid Jogokariyan yang didirikan sejak Agustus 1967 adalah ketika salat subuh, suasana masjid ini terasa seperti salat Jumat. Tetapi, kebiasaan tersebut tidak terjadi begitu saja. Dalam buku tersebut disebutkan, awal keperihatinan tersebut datang dari pengurus masjid karena jarangnya masyarakat setepat hadir ketika salat Subuh.
Maka dari keresahan tersebut, pada tahun 2000 pengurus Masjid Jogokariyan membuat gerakan salat Subuh berjamaah dengan cara membuat surat undangan yang mirip seperti surat undangan pernikahan dengan tujuan agar masyarakat antusias dalam melakukan salat Subuh berjamaah. Kemudian, selain membagikan surat undangan, pengurus Masjid Jogokariyan menyediakan kopi susu setiap subuh.
Kemudian, bagi masyarakat yang kehilangan sandal atau sepatu ketika menghadiri salat berjamaah di masjid, maka akan digantikan dengan yang baru sesuai merek sandal dan sepatu yang hilang tersebut. Selain itu, pengurus masjid juga memberikan door prize seperti, kulkas, kompor gas, dan sepeda bagi jamaah yang istiqamah salat shubuh berjamaah di masjid selama 40 hari.
Alasan 40 hari tersebut adalah sebab Rasulullah bersabda bahwa ketika seorang muslim konsisten dalam menjalankan sholat berjamaah selama 40 hari, maka Allah akan menghapus sifat munafik dalam diri orang tersebut. Jika sifat munafik tersebut telah hilang, maka orang tidak akan berat lagi melaksanakan salat berjamaah di masjid.
Selain itu, Masjid Jogokariyan juga menggaungkan saldo nol rupiah. Uang yang disedekahkan masyarakat memiliki tujuan untuk segera menjadi amal. Sebab hal tersebut, jika terdapat sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat terkait pelayanan masjid, maka uang sedekah masyarakat tersebut segera dibelanjakan.
Sejarah masjid itu sendiri, didirikan pada bulan Agustus 1967 yang telah diresmikan oleh ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta. Tanah seluas 600 meterpersegi dibeli oleh masyarakat atas bantuan pengusaha batik yang tergabung dalam Koperasi Batik Karang Tunggal dan Koperasi Tenun Tri Jaya.
Ide dalam pembangunan Masjid Jogokariyan berawal dari seorang pengusaha batik asal Karangkajen bernama H. Jazuli yang kebetulan memiliki rumah di kampung Jogokariyan. Kemudian, dengan niatnya yang ingin membangun masjid, disampaikanlah kepada tokoh masyarakat setempat, seperti Bapak Zarkoni, Bapak Abdul Manan, H. Amin Said (satu-satunya warga yang sudah menjalankan ibadah haji pada tahu 1957 di tempat itu), Bapak Hadits Hadi Sutarno, KRT Widyodiningrat, Ibu Margoni, dan beberapa tokoh yang lain.
Masjid ini memiliki keunikan yaitu tidak membuang unsur budaya setempat dalam pembangunan masjidnya. Hal tersebut dapat dilihat pada logo masjidnya yang menggunakan tiga bahasa, yaitu Bahasa Arab, indonesia, dan Jawa.
Pada tahun 2016, Kementrian Agama Republik Indonesia Masjid Jogokariyan ditetapkan sebagai salah satu masjid percontohan dalam bidang pengelolaan masjid (idarah). Salah satu pengurus masjid, Ustaz H. Muhammad Jazir ASP menjelaskan bahwa dalam penetapan Masjid Jogokariyan sebagai masjid percontohan telah melalui beberapa seleksi. Mulai dari tingkat kecamatan, kota, provinsi, dan tingkat nasional.
Keberhasilan masyarakat setempat dalam mengelola masjidnya tidak terlepas dari pemahaman mereka tentang fungsi dasar dari sebuah masjid. Fungsi tersebut adalah kehadiran masjid harus dirasakan oleh masyarakat. Jadi, Masjid Jogokariyan dikelola oleh masyarakat melalui kegiatan-kegiatan.
Video viral yang diunggah akun Instagram @masjidjogokariyan, Minggu (12/3) memperlihatkan sejumlah jamaah yang melaksanakan salat subuh begitu ramai hingga meluber ke halaman hingga jalanan sekitar masjid. Tak hanya orang dewasa saja, terlihat juga anak-anak kecil yang meramaikan salat subuh berjamaah di masjid tersebut. "Kami bercita-cita agar salat subuh seperti salat Jumat,"tutur salah seorang takmir Masjid Jogokariyan, dalam unggahan video tersebut.
Itulah cita-cita yang seharusnya tak hanya dimiliki pengurus takmir Masjid Jogokariyan, tapi juga seluruh takmir, DKM, pemuda dan aktivis masjid di mana pun berada.
Dalam akun tersebut juga ditulis, dengan keutamaan salat subuh, waktu subuh dan masjid, Insya Allah akan membuka kunci-kunci keberkahan, sehingga program demi program kebaikan akan menyertai. Dengan salat Subuh berjamaah ini pulalalh, kami yakin, kejayaan umat dapat terwujud.
Keunikan dan Sejarah Masjid Jogokariyan
Masjid Jogokariyan terletak di Jalan Jogokaryan, No. 36, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, DIY.
Dalam buku " Berjamaah Lebih Utama' karya Ustadz Muhammad Syafril, Hirman dan Tohirin, dijelaskan tentang beberapa keunikan yang dimiliki masjid Jogokariyan
Keunikan dari Masjid Jogokariyan yang didirikan sejak Agustus 1967 adalah ketika salat subuh, suasana masjid ini terasa seperti salat Jumat. Tetapi, kebiasaan tersebut tidak terjadi begitu saja. Dalam buku tersebut disebutkan, awal keperihatinan tersebut datang dari pengurus masjid karena jarangnya masyarakat setepat hadir ketika salat Subuh.
Maka dari keresahan tersebut, pada tahun 2000 pengurus Masjid Jogokariyan membuat gerakan salat Subuh berjamaah dengan cara membuat surat undangan yang mirip seperti surat undangan pernikahan dengan tujuan agar masyarakat antusias dalam melakukan salat Subuh berjamaah. Kemudian, selain membagikan surat undangan, pengurus Masjid Jogokariyan menyediakan kopi susu setiap subuh.
Kemudian, bagi masyarakat yang kehilangan sandal atau sepatu ketika menghadiri salat berjamaah di masjid, maka akan digantikan dengan yang baru sesuai merek sandal dan sepatu yang hilang tersebut. Selain itu, pengurus masjid juga memberikan door prize seperti, kulkas, kompor gas, dan sepeda bagi jamaah yang istiqamah salat shubuh berjamaah di masjid selama 40 hari.
Alasan 40 hari tersebut adalah sebab Rasulullah bersabda bahwa ketika seorang muslim konsisten dalam menjalankan sholat berjamaah selama 40 hari, maka Allah akan menghapus sifat munafik dalam diri orang tersebut. Jika sifat munafik tersebut telah hilang, maka orang tidak akan berat lagi melaksanakan salat berjamaah di masjid.
Selain itu, Masjid Jogokariyan juga menggaungkan saldo nol rupiah. Uang yang disedekahkan masyarakat memiliki tujuan untuk segera menjadi amal. Sebab hal tersebut, jika terdapat sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat terkait pelayanan masjid, maka uang sedekah masyarakat tersebut segera dibelanjakan.
Sejarah masjid itu sendiri, didirikan pada bulan Agustus 1967 yang telah diresmikan oleh ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta. Tanah seluas 600 meterpersegi dibeli oleh masyarakat atas bantuan pengusaha batik yang tergabung dalam Koperasi Batik Karang Tunggal dan Koperasi Tenun Tri Jaya.
Ide dalam pembangunan Masjid Jogokariyan berawal dari seorang pengusaha batik asal Karangkajen bernama H. Jazuli yang kebetulan memiliki rumah di kampung Jogokariyan. Kemudian, dengan niatnya yang ingin membangun masjid, disampaikanlah kepada tokoh masyarakat setempat, seperti Bapak Zarkoni, Bapak Abdul Manan, H. Amin Said (satu-satunya warga yang sudah menjalankan ibadah haji pada tahu 1957 di tempat itu), Bapak Hadits Hadi Sutarno, KRT Widyodiningrat, Ibu Margoni, dan beberapa tokoh yang lain.
Masjid ini memiliki keunikan yaitu tidak membuang unsur budaya setempat dalam pembangunan masjidnya. Hal tersebut dapat dilihat pada logo masjidnya yang menggunakan tiga bahasa, yaitu Bahasa Arab, indonesia, dan Jawa.
Pada tahun 2016, Kementrian Agama Republik Indonesia Masjid Jogokariyan ditetapkan sebagai salah satu masjid percontohan dalam bidang pengelolaan masjid (idarah). Salah satu pengurus masjid, Ustaz H. Muhammad Jazir ASP menjelaskan bahwa dalam penetapan Masjid Jogokariyan sebagai masjid percontohan telah melalui beberapa seleksi. Mulai dari tingkat kecamatan, kota, provinsi, dan tingkat nasional.
Keberhasilan masyarakat setempat dalam mengelola masjidnya tidak terlepas dari pemahaman mereka tentang fungsi dasar dari sebuah masjid. Fungsi tersebut adalah kehadiran masjid harus dirasakan oleh masyarakat. Jadi, Masjid Jogokariyan dikelola oleh masyarakat melalui kegiatan-kegiatan.
Baca Juga
(wid)
Lihat Juga :