Muslimah Ingin Ikut Takbiran? Begini Tata Caranya!
Rabu, 28 Juni 2023 - 09:43 WIB
Salah satu amalan pada bulan Dzulhijjah atau tepatnya menjelang pelaksanaan salat Iduladha , adalah mengumandangkan takbir. Semua kaum muslimin diperbolehkan bertakbiran , tak terkecuali seorang perempuan muslimah.
Diperbolehkannya perempuan muslimah ikut bertakbiran , yakni dari hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya hadis yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiyyah radhiyallahu'anha, ia berkata :
“Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya dan juga para wanita yang sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan bahwa takbir pada malam hari raya disunnahkan. Kesunnahan ini ditujukan untuk semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, mukim ataupun musafir, sedang berada di rumah, masjid, ataupun di pasar. (
Muhammad bin Qasim al-Ghazi mengatakan, “Disunahkan takbir bagi laki-laki dan perempuan, musafir dan mukim, baik yang sedang di rumah, jalan, masjid, ataupun pasar. Dimulai dari terbenam matahari pada malam hari raya berlanjut sampai salat Idul Fitr. Tidak disunnahkan takbir setelah salat Idul Fitri atau pada malamnya"
Merujuk pendapat ini, disunnahkan bagi siapapun untuk bertakbir menjelang kedatangan hari raya , sekalipun dalam kondisi perjalanan. Namun, dalil ini juga menunjukkan ada perbedaan pelaksanaan antara takbiran Idul Fitri dan pada saat Idul Adha.
Saat Iduladha disunnahkan takbir setiap usai salat fardhu selama hari tasyrik (11,12, 13 Dzulhijah), yaitu setelah salat ‘Idul Adha dan ketika Idul Fitri takbir setelah salat Ied tidak disunnahkan.
Takbiran Iduladha sendiri ada dua macam, yakni takbiran yang tidak terikat waktu (takbiran mutlak) dan takbiran yang terikat waktu. Berikut penjelasannya:
Dalilnya adalah:
Firman Allah Ta'ala :
“…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)
Allah juga berfirman :
“….Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203)
Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Yang dimaksud ‘hari yang telah ditentukan’ adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ‘beberapa hari yang berbilang’ adalah hari tasyrik, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.” (Al Bukhari secara Mua’alaq, sebelum hadis no.969)
Dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas, bahwa maksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 9 Dzulhijjah, sedangkan makna “beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyrik, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari 2/458, kata Ibn Mardawaih: Sanadnya shahih)
Kemudian dalil dari hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)
“Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.969)
Juga dalil : “ Umar bin Khattab pernah bertakbir di kemahnya ketika di Mina dan didengar oleh orang yang berada di masjid. Akhirnya mereka semua bertakbir dan masyarakat yang di pasar-pun ikut bertakbir. Sehingga Mina guncang dengan takbiran.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.970)
Dalil-dalilnya antara lain:
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dzuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Al Albani)
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu“)
Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
Wallahu A'lam
Diperbolehkannya perempuan muslimah ikut bertakbiran , yakni dari hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya hadis yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiyyah radhiyallahu'anha, ia berkata :
“Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya dan juga para wanita yang sedang haid. Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan bahwa takbir pada malam hari raya disunnahkan. Kesunnahan ini ditujukan untuk semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, mukim ataupun musafir, sedang berada di rumah, masjid, ataupun di pasar. (
Muhammad bin Qasim al-Ghazi mengatakan, “Disunahkan takbir bagi laki-laki dan perempuan, musafir dan mukim, baik yang sedang di rumah, jalan, masjid, ataupun pasar. Dimulai dari terbenam matahari pada malam hari raya berlanjut sampai salat Idul Fitr. Tidak disunnahkan takbir setelah salat Idul Fitri atau pada malamnya"
Merujuk pendapat ini, disunnahkan bagi siapapun untuk bertakbir menjelang kedatangan hari raya , sekalipun dalam kondisi perjalanan. Namun, dalil ini juga menunjukkan ada perbedaan pelaksanaan antara takbiran Idul Fitri dan pada saat Idul Adha.
Saat Iduladha disunnahkan takbir setiap usai salat fardhu selama hari tasyrik (11,12, 13 Dzulhijah), yaitu setelah salat ‘Idul Adha dan ketika Idul Fitri takbir setelah salat Ied tidak disunnahkan.
Takbiran Iduladha sendiri ada dua macam, yakni takbiran yang tidak terikat waktu (takbiran mutlak) dan takbiran yang terikat waktu. Berikut penjelasannya:
1. Takbiran yang tidak terikat waktu (Takbiran Mutlak)
Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan. Takbir mutlak menjelang idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dan lainnya. (Dalilnya adalah:
Firman Allah Ta'ala :
“…supaya mereka berzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)
Allah juga berfirman :
“….Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203)
Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Yang dimaksud ‘hari yang telah ditentukan’ adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ‘beberapa hari yang berbilang’ adalah hari tasyrik, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.” (Al Bukhari secara Mua’alaq, sebelum hadis no.969)
Dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas, bahwa maksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 9 Dzulhijjah, sedangkan makna “beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyrik, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari 2/458, kata Ibn Mardawaih: Sanadnya shahih)
Kemudian dalil dari hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)
“Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.969)
Juga dalil : “ Umar bin Khattab pernah bertakbir di kemahnya ketika di Mina dan didengar oleh orang yang berada di masjid. Akhirnya mereka semua bertakbir dan masyarakat yang di pasar-pun ikut bertakbir. Sehingga Mina guncang dengan takbiran.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.970)
2. Takbiran yang terikat waktu
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan salat wajib . Takbiran ini dimulai sejak setelah salat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah salat Asar tanggal 13 Dzulhijjah.Dalil-dalilnya antara lain:
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dzuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Al Albani)
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu“)
Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah salat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
Wallahu A'lam
(wid)