Ibadah Haji, Upaya Mencerdaskan Kepekaan Diri dan Lingkungan
Jum'at, 07 Juli 2023 - 11:18 WIB
MADINAH - Ibadah haji merupakan rukun Islam bagi setiap insan muslim yang mampu. Para cendekiwan mengatakan bahwa haji adalah ibadah penuh simbol yang memberikan banyak petunjuk.
Ibadah haji akan melahirkan kepekaan sosial (memberikan makan) dan mewujudkan kedamaian (menebarkan salam).
Ketua Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah, Mahmudi Affan Rangkuti menuturkan, ibadah haji adalah Khoirunnas anfa’uhum linnas. Artinya haji merupakan panggung silaturrahim hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Allah SWT.
“Sehingga konsep haji sejatinya mencerdaskan kepekaan kehidupan diri dan lingkungan dan lebih luas kepekaan kepada bangsa dan seluruh manusia serta alam. Itu konsep haji mabrur dengan ciri pertama santun kata. Kedua, tebar kedamaian. Ketiga, saleh pribadi dan sosial,” ujar Affan Rangkuti di Madinah dikutip Jumat (7/7/2023).
Dia menambahkan, jemaah haji harus belajar dari para alim ulama besar seperti KH Ahmad Dahlan, dan KH Hasyim Asyari yang membawa perubahan sosial pasca kepulangan dari ibadah haji.
Umat saat ini seharusnya malu dengan spirit mencintai bangsa, membenci kekerasan, dan semangat belajar yang dibawa oleh para pendahulu saat itu.
“Semakin tinggi semangat para ulama terdahulu, apalagi setelah pulang dari berhaji. Karena haji menggambarkan satu kondisi manusia yang santun dalam bertutur kata, manusia penebar kedamaian, manusia saleh pribadi dan manusia saleh sosial. Karena dalam haji ada bekal takwa yang paripurna,” imbuhnya.
Pria yang juga merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) ini mengatakan, wukuf yang merupakan salah satu rukun wajib haji, juga sarat akan makna sakral didalamnya, termasuk makna perdamaian dan kesalehan sosial.
“Wukuf adalah masa perenungan, masa muhasabah, masa titik awal memperbaiki diri dan bermanfaat bagi diri dan alam semesta. Wukuf menggambarkan kedamaian tanpa caci maki, bertengkar, menghancurkan, kekerasan. Wukuf adalah representatif kehidupan damai, damai dengan apapun,” jelas Affan Rangkuti.
Jika belum dapat menunaikan ibadah haji, Mahmudi mengimbau umat agar senantiasa melaksanakan konsep yakin dan memperbanyak ilmu melalui proses belajar yang penuh keihklasan guna membekalkan diri dengan ketaqwaan.
“Laksanakanlah konsep yakin agar hidup selalu bercahaya dan berbaik sangka. Tentu kita harus tahu apa itu haji, apa makna dan hakekat haji maka harus belajar atas hal itu. Memperoleh takwa tentu ada proses, belajar dan berbincang menuntut ilmulah dengan orang-orang saleh. Ilmul yakin, ainul yakin dan haqqul yakin,” imbau Kepala Sektor (Kasektor) 1 Madinah, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama.
Dia menambahkan, para pemimpin memiliki peran besar memperkuat persatuan melalui komunikasi dan silaturahmi intensif dengan berbagai pihak.
“Pemimpin agama senantiasa membangun komunikasi instensif antar sesama pemuka agama dalam merumuskan dan mendiskusikan segala hal perbedaan, mitigasi persoalan. Dalam perbedaan pasti ada persamaan. Dalam permasalahan pasti ada jalan keluar. Dalam persamaan itulah ada kedamaian dan titik keharmonian,” ujarnya.
Affan Rangkuti juga selalu menekankan pentingnya penanaman nilai persaudaraan kebangsaan yang mana didalamnya terdapat nilai agama, nilai sosial dan nilai budaya.
“Ini yang saya sebut dengan kehidupan yang bernapaskan agama, budaya, dan sosial. Karena semua agama pasti mengajarkan persaudaraan, cinta dan damai,” pungkas Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) ini.
Ibadah haji akan melahirkan kepekaan sosial (memberikan makan) dan mewujudkan kedamaian (menebarkan salam).
Ketua Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah, Mahmudi Affan Rangkuti menuturkan, ibadah haji adalah Khoirunnas anfa’uhum linnas. Artinya haji merupakan panggung silaturrahim hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Allah SWT.
“Sehingga konsep haji sejatinya mencerdaskan kepekaan kehidupan diri dan lingkungan dan lebih luas kepekaan kepada bangsa dan seluruh manusia serta alam. Itu konsep haji mabrur dengan ciri pertama santun kata. Kedua, tebar kedamaian. Ketiga, saleh pribadi dan sosial,” ujar Affan Rangkuti di Madinah dikutip Jumat (7/7/2023).
Dia menambahkan, jemaah haji harus belajar dari para alim ulama besar seperti KH Ahmad Dahlan, dan KH Hasyim Asyari yang membawa perubahan sosial pasca kepulangan dari ibadah haji.
Umat saat ini seharusnya malu dengan spirit mencintai bangsa, membenci kekerasan, dan semangat belajar yang dibawa oleh para pendahulu saat itu.
“Semakin tinggi semangat para ulama terdahulu, apalagi setelah pulang dari berhaji. Karena haji menggambarkan satu kondisi manusia yang santun dalam bertutur kata, manusia penebar kedamaian, manusia saleh pribadi dan manusia saleh sosial. Karena dalam haji ada bekal takwa yang paripurna,” imbuhnya.
Pria yang juga merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) ini mengatakan, wukuf yang merupakan salah satu rukun wajib haji, juga sarat akan makna sakral didalamnya, termasuk makna perdamaian dan kesalehan sosial.
“Wukuf adalah masa perenungan, masa muhasabah, masa titik awal memperbaiki diri dan bermanfaat bagi diri dan alam semesta. Wukuf menggambarkan kedamaian tanpa caci maki, bertengkar, menghancurkan, kekerasan. Wukuf adalah representatif kehidupan damai, damai dengan apapun,” jelas Affan Rangkuti.
Jika belum dapat menunaikan ibadah haji, Mahmudi mengimbau umat agar senantiasa melaksanakan konsep yakin dan memperbanyak ilmu melalui proses belajar yang penuh keihklasan guna membekalkan diri dengan ketaqwaan.
“Laksanakanlah konsep yakin agar hidup selalu bercahaya dan berbaik sangka. Tentu kita harus tahu apa itu haji, apa makna dan hakekat haji maka harus belajar atas hal itu. Memperoleh takwa tentu ada proses, belajar dan berbincang menuntut ilmulah dengan orang-orang saleh. Ilmul yakin, ainul yakin dan haqqul yakin,” imbau Kepala Sektor (Kasektor) 1 Madinah, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kementerian Agama.
Dia menambahkan, para pemimpin memiliki peran besar memperkuat persatuan melalui komunikasi dan silaturahmi intensif dengan berbagai pihak.
“Pemimpin agama senantiasa membangun komunikasi instensif antar sesama pemuka agama dalam merumuskan dan mendiskusikan segala hal perbedaan, mitigasi persoalan. Dalam perbedaan pasti ada persamaan. Dalam permasalahan pasti ada jalan keluar. Dalam persamaan itulah ada kedamaian dan titik keharmonian,” ujarnya.
Affan Rangkuti juga selalu menekankan pentingnya penanaman nilai persaudaraan kebangsaan yang mana didalamnya terdapat nilai agama, nilai sosial dan nilai budaya.
“Ini yang saya sebut dengan kehidupan yang bernapaskan agama, budaya, dan sosial. Karena semua agama pasti mengajarkan persaudaraan, cinta dan damai,” pungkas Wakil Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (KPEU MUI) ini.
(shf)