Bukan Sekadar Pergantian Tahun, Esensi Hijrah Adalah Perubahan

Kamis, 13 Juli 2023 - 17:01 WIB
Imam Shamsi Ali, Dai yang juga Presiden Nusantara Foundation USA. Foto/Ist
Imam Shamsi Ali

Direktur Jamaica Muslim Center

Presiden Nusantara Foundation USA

Pada hari kedua kunjungan saya ke Balikpapan harusnya dijadwalkan khutbah di Masjid Agung Samarinda Kalimantan Timur. Hanya saja karena saya juga dijadwalkan hadir di Universitas Balikpapan siang itu saya minta agar khutbah saya hari itu di Balikpapan saja.

Maklum perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda memakan waktu dua jam dengan mobil. Sehingga cukup merepotkan ke Samarinda khutbah lalu kembali lagi mengisi secara di Uniba siang itu juga.



Bapak wali kota yang cekatan segera menelepon pengurus Masjid At-Taqwa, Masjid seberang kantor beliau di Balikpapan. Saya pun dijadwalkan khutbah di mesjid itu pada Jumat, 7 Juli. Masjid itu cukup besar dan ramai. Maklum memang bersampingan dengan kantor wali kota Balikpapan.

Khutbah saya kali ini fokus pada Urgensi perubahan sebagai esensi yang paling mendasar dari tahun baru Hijrah yang sedang kita peringati. Dengan tema ini saya ingin sampaikan bahwa peringatan tahun baru bukan sekadar memperingati pergantian waktu. Tapi harusnya dipahami makna dan hikmah dari penetapan Hijrahnya Rasul sebagai awal kalender Islam.

Penanggalan dan Identitas

Salah satu hal yang selalu ditekankan dalam Islam adalah pentingnya umat ini memilki identitas dan jati dirinya. Pergantian kiblat misalnya kembali ke Ka'bah (Masjidil Haram) di Mekkah dari Masjidil Aqsa di Jerusalem sesungguhnya relevansinya bukan sekedar dalam hal ibadah ritual. Tapi ada penekanan komunal (kolektif) yang sangat penting.

Hal itu dapat disimpulkan dari sejarah perubahan itu. Baik pada konteks keadaan maupun konstalasi kemasyarakatan pada masanya. Keadaan ketika itu menggambarkan keadaan Mekah yang gelap gulita dalam kesesatan dan kesyirikan. Sementara Jerusalem masih digambarkan sebagai pusat nubuwwat (kenabian dan kerasulan). Artinya di sini bukan masalah ritual semata. Tapi ada konteks perubahan situasi kemasyarakatan (komunal).

Itulah yang digambarkan di ayat Al-Quran: "Dan kalaupun kamu menyampaikan kepada Ahli Kitab semua tanda (argumentasi) mereka tidak akan mengikuti kiblat kalian. Dan kalian tidak akan mengikuti kiblat mereka." (Al-Baqarah Ayat 145)

Artinya, bahwa Kiblat jelas selain sebagai arah dalam melakukan ibadah ritual (sholat) juga harusnya menjadi Kiblat komunal umat. Kiblat komunal yang saya maknai sebagai identitas komunal (communal identity) umat.

Demikian pula dengan penanggalan Islam yang dikenal dengan tahun Hijriyah. Penetapan kalender Islam memilki nuansa keumatan yang kental. Bahwa tujuannya bukan sekedar kalkulasi-kalkulasi waktu. Tapi ada yang lebih mendasar dari itu. Bahwa secara kolektif umat ini harus memiliki identitasnya sendiri.

Oleh karenanya ketika Umar Ibnu Khattab, sang Khalifah ketika itu, memutuskan momentum Hijrah sebagai awal kalender Islam, pastinya karena beliau ingin meyakinkan bahwa Hijrah merupakan identitas kebangkitan umat secara kolektif. Dengan Hijrah sesungguhnya bermulalah kebangkitan umat secara konektif.

Esensi Hijrah itu Perubahan

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah kenapa Rasulullah SAW Hijrah? Apakah itu karena Mekkah memang sudah tidak lagi kondusif untuk melanjutkan kerja-kerja dakwahnya? Apakah Rasul harus pindah karena tantangan-tantangan yang dihadapinya?

Jawabannya pasti bukan. Rasul Allah semuanya tidak akan meninggalkan medan perjuangan karena tantangan. Justeru semakin berat tantangan yang dihadapi semakin pula terbangun semangat dan optimisme untuk menang. Perpindahan Rasulullah ke Madinah yang disebut Hijrah itu karena memang Allah telah merancang peristiwa ini untuk menjadi jalan kebangkitan umat secara komunal. Dari Madinah untuk dunia.

Namun ada satu poin penting yang perlu digaris bawahi dari peristiwa ini. Bahwa Hijrah bukan sekedar berpindah tempat tinggal. Tapi esensinya ada pada pergerakan (harokah) dan komitmen perubahan (tahhyiir). Dengan Kata lain Hijrah itu lebih dimaknai sebagai melakukan pergerakan (movement) untuk tujuan perubahan dalam hidup dan perjuangan.

Pergerakan dan perubahan menjadi mendasar bagi perjuangan dan Kemenangan. Sebagaimana digariskan oleh Allah SWT: "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka merubah diri mereka sendiri." Artinya perubahan itu menjadi kunci terjadinya perubahan (pertolongan menuju kepada kebaikan dan pertolongan) dari Allah SWT.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
لَـقَدۡ كَفَرَ الَّذِيۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ‌ ۘ وَمَا مِنۡ اِلٰهٍ اِلَّاۤ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ  ؕ وَاِنۡ لَّمۡ يَنۡتَهُوۡا عَمَّا يَقُوۡلُوۡنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ
Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.

(QS. Al-Maidah Ayat 73)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More