Imam Al-Ghazali (1): Karya-Karyanya Tak Hanya Mendahului Zamannya
Senin, 03 Agustus 2020 - 14:16 WIB
Upaya membawa cara pemikiran al-Ghazali kepada audiens yang lebih luas, daripada kepada sufi yang terhitung kecil jumlahnya, merupakan perbedaan final antara keyakinan dan obsesi. Ia menekankan peran pendidikan dalam penanaman keyakinan religius, dan mengajak pembacanya untuk mengamati keterlibatan suatu mekanisme.
Ia bersikeras pada penjelasan, bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh fanatik, dan terobsesi.
Ia menegaskan bahwa, di samping mempunyai informasi serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi.
Kebiasaan mengacaukan opini dan pengetahuan, adalah kebiasaan yang sering dijumpai setiap hari pada saat ini, Imam al-Ghazali menganggapnya seperti wabah penyakit.
Dalam memandang semua ini, dengan ilustrasi berlimpah serta dalam sebuah atmosfir yang tidak kondusif bagi sikap-sikap ilmiah, Imam al-Ghazali tidak hanya memainkan peranan sebagai seorang ahli diagnosa. Ia telah memperoleh pengetahuannya sendiri dalam sikap sufistik, dan menyadari bahwa pemahaman lebih tinggi -- menjadi seorang sufi -- hanya mungkin bagi orang-orang yang dapat melihat dan menghindari fenomena yang digambarkannya.
Imam al-Ghazali telah menghasilkan sejumlah buku dan menerbitkan banyak ajaran. Kontribusinya terhadap pemikiran manusia dan relevansi gagasan-gagasannya, ratusan tahun kemudian tidak diragukan lagi. (Bersambung)
Ia bersikeras pada penjelasan, bahwa mereka yang terpelajar, mungkin saja dan bahkan sering, menjadi bodoh fanatik, dan terobsesi.
Ia menegaskan bahwa, di samping mempunyai informasi serta dapat mereproduksinya, terdapat suatu pengetahuan serupa, yang terjadi pada bentuk pemikiran manusia yang lebih tinggi.
Kebiasaan mengacaukan opini dan pengetahuan, adalah kebiasaan yang sering dijumpai setiap hari pada saat ini, Imam al-Ghazali menganggapnya seperti wabah penyakit.
Dalam memandang semua ini, dengan ilustrasi berlimpah serta dalam sebuah atmosfir yang tidak kondusif bagi sikap-sikap ilmiah, Imam al-Ghazali tidak hanya memainkan peranan sebagai seorang ahli diagnosa. Ia telah memperoleh pengetahuannya sendiri dalam sikap sufistik, dan menyadari bahwa pemahaman lebih tinggi -- menjadi seorang sufi -- hanya mungkin bagi orang-orang yang dapat melihat dan menghindari fenomena yang digambarkannya.
Imam al-Ghazali telah menghasilkan sejumlah buku dan menerbitkan banyak ajaran. Kontribusinya terhadap pemikiran manusia dan relevansi gagasan-gagasannya, ratusan tahun kemudian tidak diragukan lagi. (Bersambung)
(mhy)