Kisah Umar Bin Abdul Aziz Ketika Menahan Marah
Jum'at, 07 Agustus 2020 - 21:31 WIB
Ulama besar kelahiran Khurasan, Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat 373 H) dalam Kitab Tanbihul Ghafilin menceritakan keutamaan menahan marah. Betapa beruntungnya mereka yang mampu menahan marah di saat mereka bisa meluapkannya. Allah Ta'ala memberi balasan surga dan keridhoan-Nya bagi mereka yang mampu menahannya.
Sebagaimana dalam riwayat disebutkan "Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaklah dia berwudhu." (HR. Ahmad dan Abu Daud). (Baca Juga: Kenapa Orang yang Marah Harus Duduk Atau Berbaring? Ini Penjelasannya
Abu Umamah Albahili RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa yang dapat menahan marah padahal ia kuasa untuk memuaskan amarahnya itu, maka Allah Ta'ala mengisi hatinya dengan keridhoan pada hari kiamat".
Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang lahir tahun 63 Hijrah (684 M) dan wafat tahun 101 Hijriyah (720 M). Beliau sangat dikenal dalam sejarah Islam karena sosoknya yang adil dan dijuluki sebagai Khulafaur Rasyidin kelima.
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada orang yang telah membuatnya marah : "Andaikan engkau tidak membuatku marah, niscaya sudah saya beri hukuman." Umar teringat dengan firman Allah yang berbunyi: "Walkaa dziminal ghaidha" (Dan mereka yang dapat menahan marah). Karena itu, ketika beliau mendapat kesempatan untuk menahan marah maka langsung digunakannya.
Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz melihat seorang yang mabuk. Ketika akan ditangkap untuk diberi hukuman dera, tiba-tiba beliau dimaki oleh orang yang mabuk itu. Maka Umar mengurungkan niatnya dan tidak jadi menghukum dera pemabuk itu.
Ketika ditanya: "Ya Amirul Mukminin, mengapa setelah ia memaki kepadamu tiba-tiba engkau tinggalkan?" Umar menjawab: "Karena ia menjengkelkanku maka andaikan saya hukum (pukul) mungkin karena murkaku padanya, dan saya tidak suka memukul seseorang hanya membela diriku (untuk kepentingan diriku)". ( )
Kisah lain diceritakan, ketika budak Maimun bin Mahran menghidangkan makanan dan membawanya kuah, tiba-tiba kakinya tergelincir sehingga kuah makanan itu mengenai badan Maimun. Ketika Maimun hendak memukul budak itu, tiba-tiba ia berkata: "Tuanku, laksanakanlah ajaran Allah (yang berbunyi) "Walkadhiminal ghaidha (dan mereka yang menahan marah). Maimun berkata: "Baiklah."
Maka budak itu berkata: "Kerjakan lanjutannya (ayat yang berbunyi) "Wal afina aninnas (dan engkau memaafkan orang". Maimun berkata: "Saya maafkan engkau". Budak itu berkata lagi: "Kerjakanlah lanjutan ayatnya Wallahu yhibbul muhsinin (dan Allah mengasihi orang yang berbuat kebaikan). Maimun pun berkata: "Saya berbuat baik kepadamu, maka engkau kini merdeka karena Allah Ta'ala".
Ada lagi kisah seorang yang mempunyai kuda yang sangat dibanggakannya. Tiba-tiba suatu hari ia melihat kudanya patah satu kakinya sehingga tinggal tiga kaki, lalu ia bertanya kepada budaknya: "Siapa yang berbuat itu?" Jawab budaknya: "Saya".
Ketika ditanya "Mengapa?". Budaknya menjawab: "Supaya engkau risau." Berkata orang itu: "Saya akan membalas menjengkelkan siapa yang menyuruh engkau berbuat itu (yakni syaithon laknatullah)." Maka ia berkata kepada budaknya: "Pergilah engkau, saya merdekakan dan itu kuda untukmu".
Imam Abu Laits berkata begitulah seharusnya seorang mukmin bersifat sabar, tenang sebab itu termasuk sifat orang muttaqin yang dipuji oleh Allah Ta'ala. Allah berfirman: "Dan siapa yang sabar dan memaafkan maka itu termasuk seutama-utama sesuatu".
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa yang tidak mempunyai tiga sifat, tidak dapat merasa manisnya iman yaitu: (1) kesabaran untuk menolak kebodohan orang yang bodoh (2) wara' yang dapat mencegah dari yang haram (3) akhlak untuk bergaul dengan manusia (dan akhlak untuk masyarakat).
RasulullahSAW bersabda:
"Jangan marah, bagimu surga". (HR at-Thabrani)
Adapun Asbabul wurud hadis ini ketika Abu Darda' meminta wasiaat kepada Rasulullah SAW , tentang amalan yang dapat membuatnya masuk surga. Rasulullah SAW pun bersabda: "Janganlah engkau marah , dan (karena jika engkau mampu menahan amarahmu) maka bagimu surga".
(Baca Juga: Cara Mengendalikan Marah yang Diajarkan Rasulullah SAW)
Wallahu Ta'ala A'lam
Sebagaimana dalam riwayat disebutkan "Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaklah dia berwudhu." (HR. Ahmad dan Abu Daud). (Baca Juga: Kenapa Orang yang Marah Harus Duduk Atau Berbaring? Ini Penjelasannya
Abu Umamah Albahili RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa yang dapat menahan marah padahal ia kuasa untuk memuaskan amarahnya itu, maka Allah Ta'ala mengisi hatinya dengan keridhoan pada hari kiamat".
Kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang lahir tahun 63 Hijrah (684 M) dan wafat tahun 101 Hijriyah (720 M). Beliau sangat dikenal dalam sejarah Islam karena sosoknya yang adil dan dijuluki sebagai Khulafaur Rasyidin kelima.
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada orang yang telah membuatnya marah : "Andaikan engkau tidak membuatku marah, niscaya sudah saya beri hukuman." Umar teringat dengan firman Allah yang berbunyi: "Walkaa dziminal ghaidha" (Dan mereka yang dapat menahan marah). Karena itu, ketika beliau mendapat kesempatan untuk menahan marah maka langsung digunakannya.
Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz melihat seorang yang mabuk. Ketika akan ditangkap untuk diberi hukuman dera, tiba-tiba beliau dimaki oleh orang yang mabuk itu. Maka Umar mengurungkan niatnya dan tidak jadi menghukum dera pemabuk itu.
Ketika ditanya: "Ya Amirul Mukminin, mengapa setelah ia memaki kepadamu tiba-tiba engkau tinggalkan?" Umar menjawab: "Karena ia menjengkelkanku maka andaikan saya hukum (pukul) mungkin karena murkaku padanya, dan saya tidak suka memukul seseorang hanya membela diriku (untuk kepentingan diriku)". ( )
Kisah lain diceritakan, ketika budak Maimun bin Mahran menghidangkan makanan dan membawanya kuah, tiba-tiba kakinya tergelincir sehingga kuah makanan itu mengenai badan Maimun. Ketika Maimun hendak memukul budak itu, tiba-tiba ia berkata: "Tuanku, laksanakanlah ajaran Allah (yang berbunyi) "Walkadhiminal ghaidha (dan mereka yang menahan marah). Maimun berkata: "Baiklah."
Maka budak itu berkata: "Kerjakan lanjutannya (ayat yang berbunyi) "Wal afina aninnas (dan engkau memaafkan orang". Maimun berkata: "Saya maafkan engkau". Budak itu berkata lagi: "Kerjakanlah lanjutan ayatnya Wallahu yhibbul muhsinin (dan Allah mengasihi orang yang berbuat kebaikan). Maimun pun berkata: "Saya berbuat baik kepadamu, maka engkau kini merdeka karena Allah Ta'ala".
Ada lagi kisah seorang yang mempunyai kuda yang sangat dibanggakannya. Tiba-tiba suatu hari ia melihat kudanya patah satu kakinya sehingga tinggal tiga kaki, lalu ia bertanya kepada budaknya: "Siapa yang berbuat itu?" Jawab budaknya: "Saya".
Ketika ditanya "Mengapa?". Budaknya menjawab: "Supaya engkau risau." Berkata orang itu: "Saya akan membalas menjengkelkan siapa yang menyuruh engkau berbuat itu (yakni syaithon laknatullah)." Maka ia berkata kepada budaknya: "Pergilah engkau, saya merdekakan dan itu kuda untukmu".
Imam Abu Laits berkata begitulah seharusnya seorang mukmin bersifat sabar, tenang sebab itu termasuk sifat orang muttaqin yang dipuji oleh Allah Ta'ala. Allah berfirman: "Dan siapa yang sabar dan memaafkan maka itu termasuk seutama-utama sesuatu".
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa yang tidak mempunyai tiga sifat, tidak dapat merasa manisnya iman yaitu: (1) kesabaran untuk menolak kebodohan orang yang bodoh (2) wara' yang dapat mencegah dari yang haram (3) akhlak untuk bergaul dengan manusia (dan akhlak untuk masyarakat).
RasulullahSAW bersabda:
ﻻ تغضب ولك الجنة
"Jangan marah, bagimu surga". (HR at-Thabrani)
Adapun Asbabul wurud hadis ini ketika Abu Darda' meminta wasiaat kepada Rasulullah SAW , tentang amalan yang dapat membuatnya masuk surga. Rasulullah SAW pun bersabda: "Janganlah engkau marah , dan (karena jika engkau mampu menahan amarahmu) maka bagimu surga".
(Baca Juga: Cara Mengendalikan Marah yang Diajarkan Rasulullah SAW)
Wallahu Ta'ala A'lam
(rhs)