Raja’ bin Haiwah: Pemegang Surat Wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik

Kamis, 26 Desember 2024 - 18:35 WIB
loading...
Raja’ bin Haiwah:...
okoh kelahiran Bisaan Palestina ini, menjadi menteri dalam beberapa periode khalifah Bani Umayah. Ilustrasi: AI
A A A
Dia adalah Raja’ bin Haiwah . Tokoh kelahiran Bisaan Palestina ini, menjadi menteri dalam beberapa periode khalifah Bani Umayah. Dimulai sejak khalifah Abdul Malik bin Marwan hingga masa Umar bin Abdul Aziz . Hanya saja, hubungannya dengan Sulaiman bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz lebih istimewa dari pada khalifah-khalifah yang lain.

Pada awal hari Jumat di bulan Safar tahun 99 H, Raja’ mendampingi Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik di Dabik. Saat itu Amirul Mukminin telah mengirimkan suatu pasukan yang kuat untuk menggempur Turki di bawah komandan saudaranya, Maslamah bin Abdul Malik, dan didampingi putra beliau Dawud, beserta sebagian besar dari keluarganya. Beliau telah bertekad untuk tidak meninggalkan Dabik sebelum menguasai Konstantinopel atau mati.

Ketika waktu telah mendekati salat Jumat, Amirul Mukminin berwudhu dengan sebagus-bagus wudhu, memakai jubah berwarna hijau dan surbannya berwarna hijau pula. Beliau merasa bangga melihat keadaannya di cermin yang terlihat masih muda. Pada saat itu usia khalifah baru sekitar 40 tahun. Kemudian beliau keluar untuk menunaikan salat Jumat bersama orang-orang. Sepulangnya dari salat Jumat, mendadak beliau merasa demam. Rasa sakit tersebut kian hari bertambah parah. Sehingga beliau meminta agar Raja’ senantiasa dekat di samping beliau.



Suatu kali, ketika Raja’ masuk ke ruangan khalifah, mendapati Amirul Mukminin sedang menulis sesuatu. Raja’ bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?”

“Aku menulis wasiat untuk penggantiku yakni putraku Ayyub,” jawab Amirul Mukminin.

“Wahai Amirul Mukminin, ketahuilah bahwa yang akan menyelamatkan Anda dari tanggung jawab kelak di hadapan Allah adalah dengan menunjuk seorang pengganti yang saleh untuk umat ini. Sedangkan putra Anda itu masih terlampau kecil, belum dewasa, belum dapat dijamin kebaikan dan keburukannya,” sata Raja’.

“Ini hanya tulisan main-main saja. Untuk itu, aku hendak salat istikharah dahulu,” ujar Khalifah kemudian merobek kertas wasiat tersebut.

Setelah satu atau dua hari kemudian Raja’ dipanggil dan ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang putraku, Dawud wahai Abu Miqdam?”

“Dia tidak ada di sini. Dia sedang berada di medan perang di Konstantinopel bersama kaum muslimin dan Anda sendiri tidak mengetahui apakah dia masih hidup atau sudah gugur,” jawab Raja’.

“Menurutmu, siapakah gerangan yang pantas menggantikan aku wahai Raja’?” tanya Khalifah kemudian.

“Keputusannya terserah Anda wahai Amirul Mukminin…” balas Raja’.



Kemudian Raja’ menyebut nama-nama calon penggantinya. Raja’ mengomentarinya satu persatu. Lalu sampailah nama Umar bin Abdul Aziz. “Bagaimana pendapatmu tentang Umar bin Abdul Aziz?” tanya Khalifah.

“Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang beliau melainkan bahwa dia adalah orang yang utama, sempurna, cerdas, bagus agamanya, dan berwibawa,” ujar Raja’ memuji Umar bin Abdul Aziz.

“Engkau benar. Demi Allah, dialah yang layak untuk jabatan ini. Hanya saja jika dia yang aku angkat sementara aku tinggalkan anak-anak Abdul Malik, tentu akan terjadi fitnah,” ujar Amirul Mukminin ragu.

“Kalau begitu, pilihlah salah satu dari mereka dan tetapkan baginya sebagai pengganti setelah Umar,” saran Raja’.

“Anda benar, hal itu bisa membuat mereka tenang dan ridha,” sambut Khalifah, kemudian mengambil kertas dan beliau tulis:

“Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah surat dari hamba Allah, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik untuk Umar bin Abdul Aziz. Aku mengangkatmu sebagai khalifah penggantiku, dan setelah kamu adalah Yazid bin Abdul Malik, maka bertakwalah kepada Allah dan taatilah dia, janganlah kalian bercerai-berai karena akan mengakibatkan senangnya orang-orang yang menginginkan hal itu terjadi atas kalian.”

Kemudian Amirul Mukminin menutup surat itu dan menyerahkannya kepada Raja’, selanjutnya dikirim kepada Ka’ab bin Hamiz selaku kepala keamanan. “Perintahkanlah seluruh keluargaku untuk berkumpul dan sampaikan bahwa surat wasiat yang berada di tangan Raja’ bin Haiwah adalah benar-benar pernyataanku. Lalu perintahkan mereka untuk membaiat kepada orang yang disebutkan namanya dalam wasiat itu.”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2496 seconds (0.1#10.140)