Kisah M15 Merekrut Mata-Mata dengan Iming-Iming Diselamatkan dari Gaza
Rabu, 14 Februari 2024 - 05:15 WIB
Seorang pria Inggris yang terdampar di Rafah bersama keluarganya mengungkap dirinya ditawari MI5 bantuan untuk melarikan diri dari Gaza , asal dia setuju bekerja sebagai agen mata-mata .
Pria ini menolak tawaran tersebut. Akibatnya, kini ia dan keluarganya menjadi pengungsi. Selain istri, keluarnya antara lain seorang anak perempuan berusia satu tahun dengan kondisi medis yang serius, dan dua anak kecil lainnya. Mereka berada dalam bahaya akibat serangan Israel dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk dari hari ke hari.
Middle East Eye atau MEE yang mengungkap kisah ini tidak menyebut nama pria tersebut dengan pertimbangan sensitifnya kasus mereka. Selain itu, mereka telah mendaftar ke Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan (FCDO), yang telah membantu sejumlah warga negara Inggris meninggalkan Gaza melalui penyeberangan Rafah ke Mesir . Hanya saja, mereka elah menunggu selama berminggu-minggu, bantuan yang ditunggu-tunggu belum ada kabar.
“Saya kira paling lama hanya beberapa hari atau seminggu. Saya telah menunggu lebih dari dua bulan hingga mereka bisa mengeluarkan saya dan keluarga saya dari perang gila dan berbahaya ini,” katanya.
Keluarga tersebut telah tinggal di tenda, di antara ratusan ribu orang lainnya yang mengungsi dari daerah lain yang hancur di Gaza. Mereka meninggalkan rumahnya di kamp pengungsi Nuseirat pada bulan Desember dalam kondisi sangat buruk.
Pria tersebut mengatakan bahwa banyak keluarga istri Palestinanya, termasuk ibunya, saudara laki-lakinya dan beberapa anaknya, tewas akibat pemboman Israel, dan rumah mereka kemudian dihancurkan oleh rudal Israel.
Nama-nama orang yang menyeberang dari Gaza ke Mesir harus disetujui oleh otoritas Israel dan Mesir. Pada hari Jumat, pria tersebut mengatakan kepada MEE bahwa anak-anaknya, yang berusia enam, empat, dan satu tahun, telah ditambahkan ke daftar mereka yang diizinkan pergi, namun dia dan istrinya masih belum diberikan izin.
Pria tersebut mengatakan bahwa kondisi kesehatan putri bungsunya memerlukan pengobatan dan perawatan rutin yang tidak dapat mereka dapatkan sejak awal perang. Dia mengatakan telah mengirimkan laporan medis ke FCDO dengan harapan dapat mempercepat evakuasi keluarga tersebut – tetapi tidak berhasil.
“Memberikan izin kepada anak-anak saya tanpa saya dan ibu mereka adalah hal yang tidak masuk akal,” ujarnya.
“Anak-anak tersebut masih kecil dan sangat bergantung pada perawatan ibu mereka. Gadis kecil itu masih menyusui. Setidaknya biarkan ibu mereka pergi bersama mereka. Ini adalah hak anak-anak saya yang paling kecil.”
Kerabat pria tersebut di Inggris, termasuk ibu dan saudara perempuannya, juga telah melakukan kontak rutin dengan FCDO untuk meminta bantuan mendesak kepada keluarga tersebut.
Anggota keluarga tersebut telah mengusulkan perjalanan ke Mesir untuk merawat anak-anak mereka jika ada rencana untuk membawa mereka melintasi perbatasan. Namun mereka mengatakan FCDO telah memberitahu mereka bahwa mereka tidak dapat membantu di perbatasan, atau ketika anak-anak tersebut melanjutkan perjalanan ke Kairo.
Adik laki-laki tersebut mengatakan kepada MEE: “Kami memperkirakan berita terburuk akan menimpa kami kapan saja. Hal ini telah menimbulkan dampak mental yang sangat besar bagi kita semua. Kami belum menerima bantuan dari pemerintah Inggris.”
Gareth Peirce, mitra senior di firma hukum Birnberg Peirce yang juga melakukan advokasi atas nama keluarga tersebut, mengatakan kepada MEE: “Kami telah melakukan semua yang kami bisa, tetapi pada setiap langkah, Kementerian Luar Negeri mengatakan tidak ada yang bisa mereka lakukan."
“Pendapat kami adalah hal itu tidak benar. Mereka dapat mengeluarkan anggota keluarga mana pun dengan menawarkan bantuan praktis. Mereka dapat mengkonfirmasi pertanyaan apa pun tentang identitas mereka. Dan meskipun mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun secara praktis, MI5 mengatakan hal yang sebaliknya enam minggu lalu.”
Masih Orang Inggris
Pria tersebut, yang telah tinggal di Gaza selama dekade terakhir, mengatakan dirinya telah dihubungi pada awal perang melalui aplikasi pesan telepon oleh seseorang yang mengidentifikasi dirinya bekerja untuk MI5. Dia yakin pesan tersebut asli karena merujuk pada pertemuan sebelumnya dengan petugas MI5 di bandara pada tahun 2013.
Pria ini menolak tawaran tersebut. Akibatnya, kini ia dan keluarganya menjadi pengungsi. Selain istri, keluarnya antara lain seorang anak perempuan berusia satu tahun dengan kondisi medis yang serius, dan dua anak kecil lainnya. Mereka berada dalam bahaya akibat serangan Israel dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk dari hari ke hari.
Middle East Eye atau MEE yang mengungkap kisah ini tidak menyebut nama pria tersebut dengan pertimbangan sensitifnya kasus mereka. Selain itu, mereka telah mendaftar ke Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan (FCDO), yang telah membantu sejumlah warga negara Inggris meninggalkan Gaza melalui penyeberangan Rafah ke Mesir . Hanya saja, mereka elah menunggu selama berminggu-minggu, bantuan yang ditunggu-tunggu belum ada kabar.
“Saya kira paling lama hanya beberapa hari atau seminggu. Saya telah menunggu lebih dari dua bulan hingga mereka bisa mengeluarkan saya dan keluarga saya dari perang gila dan berbahaya ini,” katanya.
Keluarga tersebut telah tinggal di tenda, di antara ratusan ribu orang lainnya yang mengungsi dari daerah lain yang hancur di Gaza. Mereka meninggalkan rumahnya di kamp pengungsi Nuseirat pada bulan Desember dalam kondisi sangat buruk.
Pria tersebut mengatakan bahwa banyak keluarga istri Palestinanya, termasuk ibunya, saudara laki-lakinya dan beberapa anaknya, tewas akibat pemboman Israel, dan rumah mereka kemudian dihancurkan oleh rudal Israel.
Nama-nama orang yang menyeberang dari Gaza ke Mesir harus disetujui oleh otoritas Israel dan Mesir. Pada hari Jumat, pria tersebut mengatakan kepada MEE bahwa anak-anaknya, yang berusia enam, empat, dan satu tahun, telah ditambahkan ke daftar mereka yang diizinkan pergi, namun dia dan istrinya masih belum diberikan izin.
Pria tersebut mengatakan bahwa kondisi kesehatan putri bungsunya memerlukan pengobatan dan perawatan rutin yang tidak dapat mereka dapatkan sejak awal perang. Dia mengatakan telah mengirimkan laporan medis ke FCDO dengan harapan dapat mempercepat evakuasi keluarga tersebut – tetapi tidak berhasil.
“Memberikan izin kepada anak-anak saya tanpa saya dan ibu mereka adalah hal yang tidak masuk akal,” ujarnya.
“Anak-anak tersebut masih kecil dan sangat bergantung pada perawatan ibu mereka. Gadis kecil itu masih menyusui. Setidaknya biarkan ibu mereka pergi bersama mereka. Ini adalah hak anak-anak saya yang paling kecil.”
Kerabat pria tersebut di Inggris, termasuk ibu dan saudara perempuannya, juga telah melakukan kontak rutin dengan FCDO untuk meminta bantuan mendesak kepada keluarga tersebut.
Anggota keluarga tersebut telah mengusulkan perjalanan ke Mesir untuk merawat anak-anak mereka jika ada rencana untuk membawa mereka melintasi perbatasan. Namun mereka mengatakan FCDO telah memberitahu mereka bahwa mereka tidak dapat membantu di perbatasan, atau ketika anak-anak tersebut melanjutkan perjalanan ke Kairo.
Adik laki-laki tersebut mengatakan kepada MEE: “Kami memperkirakan berita terburuk akan menimpa kami kapan saja. Hal ini telah menimbulkan dampak mental yang sangat besar bagi kita semua. Kami belum menerima bantuan dari pemerintah Inggris.”
Gareth Peirce, mitra senior di firma hukum Birnberg Peirce yang juga melakukan advokasi atas nama keluarga tersebut, mengatakan kepada MEE: “Kami telah melakukan semua yang kami bisa, tetapi pada setiap langkah, Kementerian Luar Negeri mengatakan tidak ada yang bisa mereka lakukan."
Baca Juga
“Pendapat kami adalah hal itu tidak benar. Mereka dapat mengeluarkan anggota keluarga mana pun dengan menawarkan bantuan praktis. Mereka dapat mengkonfirmasi pertanyaan apa pun tentang identitas mereka. Dan meskipun mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun secara praktis, MI5 mengatakan hal yang sebaliknya enam minggu lalu.”
Masih Orang Inggris
Pria tersebut, yang telah tinggal di Gaza selama dekade terakhir, mengatakan dirinya telah dihubungi pada awal perang melalui aplikasi pesan telepon oleh seseorang yang mengidentifikasi dirinya bekerja untuk MI5. Dia yakin pesan tersebut asli karena merujuk pada pertemuan sebelumnya dengan petugas MI5 di bandara pada tahun 2013.