Prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah tentang Sahabat dan Kerabat Nabi Muhammad SAW
Kamis, 29 Februari 2024 - 11:15 WIB
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan mengatakan di antara prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul . Hal ini telah digambarkan oleh Allah ketika mengisahkan sahabat Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan: “ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman; ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“. [ QS Al Hasyr/59 : 10].
Dan sesuai dengan sabda RasulullahSAW :
“Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang di antara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang di antara mereka tidak juga setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
"Berbeda dengan sikap orang-orang ahlul bid’ah baik dari kalangan Rafidhah maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat," tulis Syaikh al-Fauzan dalam bukunya yang diterjemahkan Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf berjudul "Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah" (IslamHouse).
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah RasulullahSAWadalah Abu Bakar , kemudian Umar bin Khattab , ‘ Utsman bin Affan , dan Ali bin Abi Thalib radiallahu anhum.
Barangsiapa yang mencela salah satu di antara mereka, maka dia lebih sesat dari pada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atas kekhalifahan mereka dalan urutan seperti ini.
Prinsip ketujuh: Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya
“Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku”
Sedang yang termasuk ahli bait (keluarga) beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mukminin. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka:
“Wahai istri-istri Nabi …” [ QS Al Ahzaab/33 : 32].
Kemudian mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlul bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya“. [ QS Al Ahzaab/33 : 33].
Pada dasarnya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat NabiSAWdan yang dimaksudkan di sini khususnya adalah yang saleh di antara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak saleh, seperti pamannya, Abu Lahab, maka mereka tidak memiliki hak. Allah berfirman:
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sungguh celaka dia.” [ QS Al Lahab/111 : 1].
Mereka sekadar ada hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada RasulSAWtanpa kesalehan dalam beragama (Islam) tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, RasulShallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun, wahai Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah. Wahai Shafiah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, wahai Fathimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu, aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan saudara-saudara RasulullahSAWyang saleh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan.
Mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau mudharat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman:
“Katakanlah (hai Muhammad) bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemudharatan dan manfaat bagi kalian.” [ QS Al Jin/72 : 21].
“Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak memiliki manfaat atau mudharat atas diriku kecuali apa-apa yang dikehendaki oleh Allah, kalaulah aku mengetahui yang ghaib sungguh aku akan perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan“. [ QS Al A’raf/7 : 188].
Syaikh AL-Fauzan mengatakan apabila RasulullahSAW saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi apa yang diyakini sebagian orang terhadap kerabat RasulullahSAWadalah suatu keyakinan yang batil.
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan: “ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman; ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“. [ QS Al Hasyr/59 : 10].
Dan sesuai dengan sabda RasulullahSAW :
«لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ»
“Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang di antara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang di antara mereka tidak juga setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
"Berbeda dengan sikap orang-orang ahlul bid’ah baik dari kalangan Rafidhah maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat," tulis Syaikh al-Fauzan dalam bukunya yang diterjemahkan Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma’ruf berjudul "Prinsip-Prinsip Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah" (IslamHouse).
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah RasulullahSAWadalah Abu Bakar , kemudian Umar bin Khattab , ‘ Utsman bin Affan , dan Ali bin Abi Thalib radiallahu anhum.
Barangsiapa yang mencela salah satu di antara mereka, maka dia lebih sesat dari pada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atas kekhalifahan mereka dalan urutan seperti ini.
Prinsip ketujuh: Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya
«أُذَكِّرُكُمُ اللهَ فِيْ أَهْلِ بَيْتِيْ»
“Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku”
Sedang yang termasuk ahli bait (keluarga) beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mukminin. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka:
نِسَاءَ النَّبِيِّ
“Wahai istri-istri Nabi …” [ QS Al Ahzaab/33 : 32].
Kemudian mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman:
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرً
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlul bait dan mensucikan kalian sesuci-sucinya“. [ QS Al Ahzaab/33 : 33].
Pada dasarnya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat NabiSAWdan yang dimaksudkan di sini khususnya adalah yang saleh di antara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak saleh, seperti pamannya, Abu Lahab, maka mereka tidak memiliki hak. Allah berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sungguh celaka dia.” [ QS Al Lahab/111 : 1].
Mereka sekadar ada hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada RasulSAWtanpa kesalehan dalam beragama (Islam) tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, RasulShallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ اشْتَرُوْا أَنْفُسَكُمْ لاَ أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا, يَا عَبَّاسُ عَمَّ رَسُوْلِ اللهِ لاَ أُغْنِي عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا, يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُـوْلِ اللهِ لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللهِ شَيْئاً, يَا فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ سَلِيْنِيْ مِنْ مَـالِيْ مَا شِئْتِ لاَ أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللهِ شَيْئًا
“Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun, wahai Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah. Wahai Shafiah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, wahai Fathimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu, aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan saudara-saudara RasulullahSAWyang saleh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan.
Mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau mudharat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman:
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
“Katakanlah (hai Muhammad) bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemudharatan dan manfaat bagi kalian.” [ QS Al Jin/72 : 21].
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ
“Katakanlah (hai Muhammad): “Aku tidak memiliki manfaat atau mudharat atas diriku kecuali apa-apa yang dikehendaki oleh Allah, kalaulah aku mengetahui yang ghaib sungguh aku akan perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan“. [ QS Al A’raf/7 : 188].
Syaikh AL-Fauzan mengatakan apabila RasulullahSAW saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi apa yang diyakini sebagian orang terhadap kerabat RasulullahSAWadalah suatu keyakinan yang batil.
(mhy)