Kisah Abdurrahman bin Auf: Sahabat Bertangan Emas yang Kaya Raya dan Dermawan
loading...
A
A
A
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu, salah satu sahabat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang dikenal sebagai sosok yang kaya raya sekaligus dermawan .
Selain memiliki kekayaan melimpah, sahabat Rasulullah ini juga seorang pejuang tangguh yang mendedikasikan hidupnya demi menegakkan ajaran Islam. Kekayaan tidak membuatnya sombong, melainkan menjadi sarana untuk membantu sesama.
Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah dan lahir di Mekkah pada tahun 580 Masehi, sepuluh tahun setelah peristiwa Tahun Gajah. Ayahnya bernama Al-Harits bin Abdullah, sementara ibunya adalah Asyifa binti Auf.
Sebelum memeluk Islam, ia dikenal dengan nama Abdul Amar, meski beberapa riwayat menyebut namanya adalah Abdul Haris atau Abdul Ka’bah. Setelah memeluk Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf termasuk dalam kelompok assabiqunal awwalun, generasi pertama yang masuk Islam.
Ia adalah salah satu dari delapan orang pertama yang menerima Islam melalui ajakan Abu Bakar as-Siddiq radhiyallahu anhu. Bahkan, ia masuk Islam hanya dua hari setelah Abu Bakar memeluk agama ini.
Dalam perjalanan dakwah, ia turut merasakan berbagai siksaan dari kaum Quraisy hingga akhirnya berhijrah ke Habasyah atas perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf tidak memiliki harta apa pun. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mempersaudarakannya dengan Saad bin Rabi’, salah satu orang terkaya di Madinah.
Saad menawarkan setengah dari hartanya kepada Abdurrahman. Namun, Abdurrahman menolak dengan halus dan meminta ditunjukkan pasar untuk memulai usaha.
Dengan latar belakang sebagai pedagang yang ulung, Abdurrahman bin Auf memulai bisnisnya di Pasar Bani Qainuqa. Ia memanfaatkan kecerdasannya dalam membaca peluang.
Tanpa modal awal, ia berhasil menjual susu kering dan minyak samin. Ia bahkan menjalin kerja sama dengan pengrajin alat pertanian, mengambil barang dagangan tanpa pembayaran awal, dan membayarnya setelah barang terjual.
Lambat laun, Abdurrahman memiliki kios sendiri di pasar. Melihat kondisi pasar yang padat dan kumuh, Abdurrahman memutuskan untuk membangun pasar baru.
Ia bekerja sama dengan pemilik lahan di dekat pasar lama, menyediakan modal untuk membangun pasar dengan sistem bagi hasil. Pasar baru ini segera menarik banyak pedagang dan pembeli karena suasananya yang lebih nyaman.
Abdurrahman bin Auf selalu menjunjung tinggi kejujuran. Jika ada barang dagangan yang cacat, ia akan memberitahukan kondisinya kepada pembeli.
Sikap ini membuatnya sangat dipercaya oleh para pelanggannya. Dalam berdagang, ia lebih memilih keuntungan kecil dengan volume penjualan besar, sehingga usaha dan reputasinya berkembang pesat.
Kesuksesan tidak membuat Abdurrahman bin Auf lupa diri. Ia tetap hidup sederhana dan rajin bersedekah. Dalam berpenampilan, ia sering tidak dapat dibedakan dari para pekerjanya karena mengenakan pakaian yang sama sederhana. Kekayaannya ia gunakan untuk mendukung perjuangan Islam, membantu kaum fakir miskin, dan mendanai berbagai kegiatan umat.
Suatu hari, setelah kehidupannya membaik, Abdurrahman menikah dengan seorang wanita dari kaum Anshar dengan mahar berupa emas seberat biji kurma. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi nasihat agar ia mengadakan walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.
Pernikahan ini menjadi bukti bahwa meskipun kaya, Abdurrahman tetap menjalani hidup dengan penuh syukur dan tawadhu.
Abdurrahman bin Auf rela mengorbankan harta, tenaga, serta waktunya untuk mendukung keberlangsungan dakwah Islam. Semangat beliau dalam berjuang di jalan Allah menjadi panutan, khususnya bagi mereka yang dianugerahi kelebihan dalam hal kekayaan.
Di samping itu, kisah Abdurrahman bin Auf juga mengajarkan nilai kerendahan hati meskipun memiliki kekayaan melimpah, beliau senantiasa menjauhi kesombongan dan memilih untuk hidup dengan sederhana, menunjukkan bahwa kemewahan dunia tidak seharusnya mengubah kepribadian seseorang.
Tidak hanya itu, bisa dilihat juga dari semangat persaudaraan dan tolong-menolong, seperti yang dicontohkan oleh Saad bin Rabi’ ketika dipersaudarakan dengan Abdurrahman bin Auf.
Lalu ketekunan dan keuletan dalam membangun usaha, Abdurrahman memulai dari nol dengan kecerdikan dan kerja keras. Dengan penuh Keikhlasan dan kedermawanan, kekayaan yang dimiliki tidak membuatnya sombong, melainkan menjadi sarana untuk berbuat baik kepada sesama.
Itulah kisah Abdurrahman bin Auf yang bisa menjadi teladan bagaimana seorang muslim dapat sukses duniawi tanpa melupakan akhirat, menjunjung tinggi kejujuran, dan tetap hidup sederhana meskipun dianugerahi kekayaan melimpah.
Selain memiliki kekayaan melimpah, sahabat Rasulullah ini juga seorang pejuang tangguh yang mendedikasikan hidupnya demi menegakkan ajaran Islam. Kekayaan tidak membuatnya sombong, melainkan menjadi sarana untuk membantu sesama.
Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah dan lahir di Mekkah pada tahun 580 Masehi, sepuluh tahun setelah peristiwa Tahun Gajah. Ayahnya bernama Al-Harits bin Abdullah, sementara ibunya adalah Asyifa binti Auf.
Sebelum memeluk Islam, ia dikenal dengan nama Abdul Amar, meski beberapa riwayat menyebut namanya adalah Abdul Haris atau Abdul Ka’bah. Setelah memeluk Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman bin Auf termasuk dalam kelompok assabiqunal awwalun, generasi pertama yang masuk Islam.
Ia adalah salah satu dari delapan orang pertama yang menerima Islam melalui ajakan Abu Bakar as-Siddiq radhiyallahu anhu. Bahkan, ia masuk Islam hanya dua hari setelah Abu Bakar memeluk agama ini.
Dalam perjalanan dakwah, ia turut merasakan berbagai siksaan dari kaum Quraisy hingga akhirnya berhijrah ke Habasyah atas perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf tidak memiliki harta apa pun. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mempersaudarakannya dengan Saad bin Rabi’, salah satu orang terkaya di Madinah.
Saad menawarkan setengah dari hartanya kepada Abdurrahman. Namun, Abdurrahman menolak dengan halus dan meminta ditunjukkan pasar untuk memulai usaha.
Dengan latar belakang sebagai pedagang yang ulung, Abdurrahman bin Auf memulai bisnisnya di Pasar Bani Qainuqa. Ia memanfaatkan kecerdasannya dalam membaca peluang.
Tanpa modal awal, ia berhasil menjual susu kering dan minyak samin. Ia bahkan menjalin kerja sama dengan pengrajin alat pertanian, mengambil barang dagangan tanpa pembayaran awal, dan membayarnya setelah barang terjual.
Lambat laun, Abdurrahman memiliki kios sendiri di pasar. Melihat kondisi pasar yang padat dan kumuh, Abdurrahman memutuskan untuk membangun pasar baru.
Ia bekerja sama dengan pemilik lahan di dekat pasar lama, menyediakan modal untuk membangun pasar dengan sistem bagi hasil. Pasar baru ini segera menarik banyak pedagang dan pembeli karena suasananya yang lebih nyaman.
Abdurrahman bin Auf selalu menjunjung tinggi kejujuran. Jika ada barang dagangan yang cacat, ia akan memberitahukan kondisinya kepada pembeli.
Sikap ini membuatnya sangat dipercaya oleh para pelanggannya. Dalam berdagang, ia lebih memilih keuntungan kecil dengan volume penjualan besar, sehingga usaha dan reputasinya berkembang pesat.
Kesuksesan tidak membuat Abdurrahman bin Auf lupa diri. Ia tetap hidup sederhana dan rajin bersedekah. Dalam berpenampilan, ia sering tidak dapat dibedakan dari para pekerjanya karena mengenakan pakaian yang sama sederhana. Kekayaannya ia gunakan untuk mendukung perjuangan Islam, membantu kaum fakir miskin, dan mendanai berbagai kegiatan umat.
Suatu hari, setelah kehidupannya membaik, Abdurrahman menikah dengan seorang wanita dari kaum Anshar dengan mahar berupa emas seberat biji kurma. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi nasihat agar ia mengadakan walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.
Pernikahan ini menjadi bukti bahwa meskipun kaya, Abdurrahman tetap menjalani hidup dengan penuh syukur dan tawadhu.
Hikmah dari Kisah Abdurrahman bin Auf
Banyak sekali pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah Sahabat Nabi Abdurrahman bin Auf, diantaranya adalah pentingnya berkontribusi demi agama.Abdurrahman bin Auf rela mengorbankan harta, tenaga, serta waktunya untuk mendukung keberlangsungan dakwah Islam. Semangat beliau dalam berjuang di jalan Allah menjadi panutan, khususnya bagi mereka yang dianugerahi kelebihan dalam hal kekayaan.
Di samping itu, kisah Abdurrahman bin Auf juga mengajarkan nilai kerendahan hati meskipun memiliki kekayaan melimpah, beliau senantiasa menjauhi kesombongan dan memilih untuk hidup dengan sederhana, menunjukkan bahwa kemewahan dunia tidak seharusnya mengubah kepribadian seseorang.
Tidak hanya itu, bisa dilihat juga dari semangat persaudaraan dan tolong-menolong, seperti yang dicontohkan oleh Saad bin Rabi’ ketika dipersaudarakan dengan Abdurrahman bin Auf.
Lalu ketekunan dan keuletan dalam membangun usaha, Abdurrahman memulai dari nol dengan kecerdikan dan kerja keras. Dengan penuh Keikhlasan dan kedermawanan, kekayaan yang dimiliki tidak membuatnya sombong, melainkan menjadi sarana untuk berbuat baik kepada sesama.
Itulah kisah Abdurrahman bin Auf yang bisa menjadi teladan bagaimana seorang muslim dapat sukses duniawi tanpa melupakan akhirat, menjunjung tinggi kejujuran, dan tetap hidup sederhana meskipun dianugerahi kekayaan melimpah.
Baca Juga
(wid)