Meneladani Sifat Allah: Menghadirkan Tuhan dalam Kesadaran
Senin, 18 Maret 2024 - 04:00 WIB
Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Nabi Muhammad SAW memerintahkan, "Takhallaqu bi akhlaq Allah" artinya, berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah.
Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:
"Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri?" ( QS Al-An'am [6] : 101)
"Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak" (QS Al-Jin [72] : 3).
Al-Quran juga memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan, "Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...?" ( QS Al-An'am [6 ]: 14).
"Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada," tulis Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran ".
Menurutnya, tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi.
Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. "Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dapat pula dicapai," katanya.
Nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi lapar dan dahaga-- sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi SAW menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:
"Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri?" ( QS Al-An'am [6] : 101)
"Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak" (QS Al-Jin [72] : 3).
Al-Quran juga memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan, "Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...?" ( QS Al-An'am [6 ]: 14).
"Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada," tulis Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran ".
Menurutnya, tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi.
Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. "Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dapat pula dicapai," katanya.
Nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi lapar dan dahaga-- sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi SAW menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
(mhy)
Lihat Juga :