Amalan dan Keutamaan Bulan Dzulqa'dah
Selasa, 07 Mei 2024 - 12:30 WIB
Bulan Syawal tinggal menghitung hari dan bulan Dzulqa'dah segera datang. Bulan Dzulqa'dah termasuk dalam salah satu bulan yang memiliki kemuliaan di sisi Allah dengan julukan Asyhurul haram (bulan haram). Karena bulan istimewa seyogianya bulan ini diisi dengan kebajikan dan memperbanyak amalan yang sangat dianjurkan.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut amalan-amalan sunah bulan Dzulqa'dah yang istimewa ini, yakni :
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang diagungkan (QS at-Taubah: 36).
Dalam Tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa yang dimaksud bulan-bulan haram tersebut atau bulan yang disucikan, yaitu Dzulqa'dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
Imam Ibnu Katsir dalam Ibnu Katsir dalam kitab 'Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim', menjelaskan bahwa di bulan-bulan haram, terdapat pelbagai larangan yang harus dijauhi dan ditinggal kaum muslimin. Berperang termasuk perkara yang terlarang.
Demikian juga melakukan pelbagai kemaksiatan. Di samping, amalan yang dilakukan di bulan tersebut berlipat ganda pahalanya.
Namun, di sisi lain, segala dosa dan bentuk kemaksiatan lain yang sengaja dilakukan di Dzulqa’dah juga akan berlipat ganda dosanya.
Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an al Adhim menjelaskan hal itu sebagai berikut;
Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa disamping melipatgandakan perbuatan baik.
Artinya; Bulan paling utama untuk melakukan puasa setelah bulan Ramadan adalah bulan-bulan yang dimuliakan. Paling utamanya bulan-bulan haram untuk melakukan puasa adalah bulan Muharram, kemudian Rajab, Zulhijjah, Dzulqa‘dah, dan terakhir bulan Sya’ban.
Dalam kitab I’anah ath Thalibin, dijelaskan bahwa puasa di bulan haram (Dzulqa’dah), termasuk puasa sunah yang dianjurkan setelah puasa Ramadan. Terdapat keutamaan besar bagi orang yang melaksanakan ibadah.
Abu Bakar Ad Dimyati berkata;
“Bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah bulan Ramadan adalah Al-Asyhur al-Ḥurum. Dan, yang paling utama dari keempatnya adalah bulan Muharram, Rajab, Dzulhijah, kemudian Dzulqa’dah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, dalam sebuah Riwayat hadis: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji” (HR Bukhari).
Wallahu A'lam
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut amalan-amalan sunah bulan Dzulqa'dah yang istimewa ini, yakni :
1. Memperbanyak amal kebaikan/kebajikan
Kemuliaan bulan Dzulqa’dah tergambar jelas dalam QS At Taubah ayat 36. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, sebagaimana dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang diagungkan (QS at-Taubah: 36).
Dalam Tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa yang dimaksud bulan-bulan haram tersebut atau bulan yang disucikan, yaitu Dzulqa'dah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
Imam Ibnu Katsir dalam Ibnu Katsir dalam kitab 'Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim', menjelaskan bahwa di bulan-bulan haram, terdapat pelbagai larangan yang harus dijauhi dan ditinggal kaum muslimin. Berperang termasuk perkara yang terlarang.
Demikian juga melakukan pelbagai kemaksiatan. Di samping, amalan yang dilakukan di bulan tersebut berlipat ganda pahalanya.
Namun, di sisi lain, segala dosa dan bentuk kemaksiatan lain yang sengaja dilakukan di Dzulqa’dah juga akan berlipat ganda dosanya.
Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an al Adhim menjelaskan hal itu sebagai berikut;
ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَامًا، وعَظم حُرُماتهن، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ وَالْأَجْرَ أَعْظَمَ
Allah SWT mengkhususkan empat bulan haram dari 12 bulan yang ada, bahkan menjadikannya mulia dan istimewa, juga melipatgandakan perbuatan dosa disamping melipatgandakan perbuatan baik.
2. Memperbanyak Puasa sunnah
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa selepas puasa Ramadan, maka puasa di bulan haram, adalah puasa yang terbaik أفضل الشهور للصوم بعد رمضان الأشهر الحرم. وأفضلها المحرم، ثم رجب، ثم الحجة، ثم القعدة، ثم شهر شعبان
Artinya; Bulan paling utama untuk melakukan puasa setelah bulan Ramadan adalah bulan-bulan yang dimuliakan. Paling utamanya bulan-bulan haram untuk melakukan puasa adalah bulan Muharram, kemudian Rajab, Zulhijjah, Dzulqa‘dah, dan terakhir bulan Sya’ban.
Dalam kitab I’anah ath Thalibin, dijelaskan bahwa puasa di bulan haram (Dzulqa’dah), termasuk puasa sunah yang dianjurkan setelah puasa Ramadan. Terdapat keutamaan besar bagi orang yang melaksanakan ibadah.
Abu Bakar Ad Dimyati berkata;
أَفْضَلُ الشُّهُوْرِ لِلصَّوْمِ بَعْدَ رَمَضَانَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ وَأَفْضَلُهَا الْمُحَرَّمُ، ثُمَّ رَجَبَ ثُمَّ الْحِجَّةُ ثُمَّ الْقَعْدَةُ
“Bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah bulan Ramadan adalah Al-Asyhur al-Ḥurum. Dan, yang paling utama dari keempatnya adalah bulan Muharram, Rajab, Dzulhijah, kemudian Dzulqa’dah.
3. Umrah
Amalan sunah yang bisa dilakukan di bulan Dzulqa’dah adalah melaksanakan umrah. Saat masih hidup, Nabi Muhammad pada Dzulqa’dah selalu melazimi melaksanakan ibadah umrah. Inilah salah satu ibadah yang selalu dilaksanakan Rasulullah.Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, dalam sebuah Riwayat hadis: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji” (HR Bukhari).
Wallahu A'lam
(wid)