3 Hadis yang Dijadikan Dalil Kurban Adalah Wajib
Kamis, 06 Juni 2024 - 15:13 WIB
Kurban adalah hewan yang disembelih setelah melaksanakan salat Iduladha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena Dia Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman.
“Katakanlah: sesungguhnya salatku, kurbanku (nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam tidak ada sekutu bagi-Nya” [ QS al-An’am/6 : 162]
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dalam kitab Ahkaamu Al-‘iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthatharah yang diterjemahkan Ummu Ishaq Zulfa Husein menjadi "Hari Raya Bersama Rasulullah" menjelaskan ulama berselisih pendapat tentang hukum kurban .
"Yang tampak paling rajih (tepat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya wajib," tulis Syaikh Al-Atsari.
Beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan kurban adalah:
Pertama: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak menyembelih kurban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami“[HR Ahmad, Ibnu Majah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al-Hakim (2/349)]
Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati musalla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.
Kedua: Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya kurban, aku menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan salat maka hendaklah ia mengulang dengan hewan lain, dan siapa yang belum menyembelih kurban maka sembelihlah“[HR Bukhari (5562), Muslim (1960), An-Nasa’i (7/224), Ibnu Majah (3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131)]
Perintah secara dhahir menunjukkan wajib, dan tidak ada perkara yang memalingkan dari dhahirnya.
Ketiga: Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda.
“Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih ‘atirah setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang dengan nama rajabiyah“. [Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788) Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa’i (7/167)]
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya salatku, kurbanku (nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam tidak ada sekutu bagi-Nya” [ QS al-An’am/6 : 162]
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Syaikh Ali Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dalam kitab Ahkaamu Al-‘iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthatharah yang diterjemahkan Ummu Ishaq Zulfa Husein menjadi "Hari Raya Bersama Rasulullah" menjelaskan ulama berselisih pendapat tentang hukum kurban .
"Yang tampak paling rajih (tepat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya wajib," tulis Syaikh Al-Atsari.
Beberapa hadis yang dijadikan sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan kurban adalah:
Pertama: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak menyembelih kurban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami“[HR Ahmad, Ibnu Majah (3123), Ad-Daruquthni (4/277), Al-Hakim (2/349)]
Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati musalla jika ia tidak menyembelih kurban. Ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.
Kedua: Dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali, ia berkata : Pada hari raya kurban, aku menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ
“Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan salat maka hendaklah ia mengulang dengan hewan lain, dan siapa yang belum menyembelih kurban maka sembelihlah“[HR Bukhari (5562), Muslim (1960), An-Nasa’i (7/224), Ibnu Majah (3152), Ath-Thayalisi (936) dan Ahmad (4/312,3131)]
Perintah secara dhahir menunjukkan wajib, dan tidak ada perkara yang memalingkan dari dhahirnya.
Ketiga: Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda.
أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ. هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ
“Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih ‘atirah setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang dengan nama rajabiyah“. [Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud (2788) Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa’i (7/167)]