Suami Adalah Pemimpin Keluarga, Begini Penjelasannya

Senin, 08 Juli 2024 - 06:18 WIB
Alasan kedua agaknya cukup logis. Bukankah di balik setiap kewajiban ada hak. ilustrasi: Ist
Prof Quraish Shihab mengatakan keluarga, atau katakanlah unit terkecil dari keluarga adalah suami dan istri , atau ayah, ibu, dan anak, yang bernaung di bawah satu rumah tangga. Unit ini memerlukan pimpinan, dan dalam pandangan Al-Quran yang wajar memimpin adalah bapak.

"Kaum lelaki (suami) adalah pemimpin bagi kaum perempuan (istri)." ( QS Al-Nisa' [4] : 34).

Dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Penerbit Mizan, 1996), Quraish menjelaskan ada dua alasan yang dikemukakan lanjutan ayat di atas berkaitan dengan pemilihan ini, yaitu:

a. Karena Allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan

b. Karena mereka (para suami diwajibkan) untuk menafkahkan sebagian dari harta mereka (untuk istri/keluarganya).



Menurut Quraish, alasan kedua agaknya cukup logis. Bukankah di balik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang membayar memperoleh fasilitas?

Adapun alasan pertama, maka ini berkaitan dengan faktor psikis lelaki dan perempuan. Sementara psikolog berpendapat bahwa perempuan berjalan di bawah bimbingan perasaan, sedang lelaki di bawah pertimbangan akal. Walaupun kita sering mengamati bahwa perempuan bukan saja menyamai lelaki da1am hal kecerdasan, bahkan terkadang melebihinya.

Keistimewaan utama wanita adalah pada perasaannya yang sangat halus. Keistimewaan ini amat diperlukan dalam memelihara anak. Sedang keistimewaan utama lelaki adalah konsistensinya serta kecenderungannya berpikir secara praktis.

Keistimewaan ini menjadikan ia diserahi tugas kepemimpinan rumah tangga.

"Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf akan tetapi para suami mempunyai satu derajat kelebihan atas mereka (para istri)". ( QS Al-Baqarah [2] : 228).



Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, tulis Syaikh Al-Mufasirin (Guru besar para penafsir) Imam Ath-Thabari, "Walau ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah anjuran bagi para suami untuk memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji, agar mereka dapat memperoleh derajat itu."

Imam Al-Ghazali menulis, "Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam kesalahannya, serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya."

"Keberhasilan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah, dan dalam kedudukannya seperti itu, dia berkewajiban untuk memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya, tetapi di sisi lain perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang terbaik ketika melakukan diskusi." Demikian lebih kurang tulis Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi.

Sekali lagi, kepemimpinan tersebut adalah keistimewaan tetapi sekaligus tanggung jawab yang tidak kecil.



Menurut Quraish, kalau titik temu dalam musyawarah tidak diperoleh, sehingga keretakan hubungan dikhawatirkan terjadi, maka barulah keluar kamar menghubungi orang-tua atau orang yang dituakan untuk meminta nasihatnya, atau bahkan barulah diharapkan campur tangan orang bijak untuk menyelesaikannya. Dalam konteks ini Al-Quran berpesan,

"Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki, dan seorang hakam dari ke1uarga perempuan. Jika keduanya (suami istri dan para hakam) ingin mengadakan perbaikan, niscapa Allah memberi bimbingan kepada keduanya (suami istri). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". ( QS Al-Nisa'[4] : 35).
(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Amalah apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak menambah pertanyaan lagi karena menjaga perasaan beliau.

(HR. Bukhari No. 5513)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More