Rasulullah SAW Menyerukan Supaya Kita Berdagang, Begini Penjelasannya
Jum'at, 02 Agustus 2024 - 13:19 WIB
Dalam hadis, Rasulullah SAW menyerukan supaya kita berdagang . Anjuran ini garis-garis ketentuannya diperkuat dengan sabda, perbuatan dan taqrirnya.
Dalam beberapa perkataannya yang sangat bijaksana itu kita dapat mendengarkan sebagai berikut: "Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat." (HR Ibnu Majah dan al-Hakim)
"Pedagang yang dapat dipercaya dan beramanat, akan bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang yang mati syahid." (HR al-Hakim dan Tarmizi dengan sanad hasan)
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) mengatakan kita tidak heran kalau Rasulullah menyejajarkan kedudukan pedagang yang dapat dipercaya dengan kedudukan seorang mujahid dan orang-orang yang mati syahid di jalan Allah.
"Sebagaimana kita tahu dalam percaturan hidup, bahwa apa yang disebut jihad bukan hanya terbatas dalam medan perang semata-mata tetapi meliputi lapangan ekonomi juga," jelas Al-Qardhawi.
Seorang pedagang dijanji suatu kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah serta pahala yang besar nanti di akhirat karena perdagangan itu pada umumnya diliputi oleh perasaan tamak dan mencari keuntungan yang besar dengan jalan apa pun.
Harta dapat melahirkan harta dan suatu keuntungan membangkitkan untuk mencapai keuntungan yang lebih banyak lagi. Justru itu barang siapa berdiri di atas dasar-dasar yang benar dan amanat, maka berarti dia sebagai seorang pejuang yang mencapai kemenangan dalam pertempuran melawan hawa nafsu. "Justru itu pula dia akan memperoleh kedudukan sebagai mujahidin," ujar Al-Qardhawi.
Urusan dagang sering menenggelamkan orang dalam angka dan menghitung-hitung modal dan keuntungan, sehingga di zaman Nabi pernah terjadi suatu peristiwa ada kafilah yang membawa perdagangan datang, padahal Nabi sedang berkhotbah sehingga para hadirin yang sedang mendengarkan khotbah itu menjadi kacau dan akhirnya mereka bubar menuju kepada kafilah tersebut.
Waktu itulah kemudian turun ayat yang berbunyi sebagai berikut:
"Apabila mereka melihat suatu perdagangan atau bunyi-bunyian, mereka lari ke tempat tersebut dan engkau ditinggalkan berdiri. Oleh karena itu katakanlah (kepada mereka) bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada bunyi-bunyian dan perdagangan itu dan Allah sebaik-baik Zat yang memberi rezeki." ( QS al-Jumu'ah : 11)
Oleh karenanya, kata al-Qardhawi, barang siapa yang mampu bertahan pada prinsip ini, disertai dengan iman yang kuat, jiwanya penuh takwa kepada Allah dan lidahnya komat-kamit berzikrullah, maka layak dia akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
Dari fi'liyah (perbuatan) Rasulullah sendiri kiranya cukup bukti bagi kita untuk mengetahui sampai di mana kedudukan perdagangan itu. Di samping beliau sangat memperhatikan segi-segi mental spiritual sehingga didirikannya masjid di Madinah demi untuk bertakwa dan mencari keridaan Allah dengan tujuan sebagai jami' tempat beribadah, institut, lembaga dakwah dan pusat pemerintahan, maka Rasulullah memperhatikan pula segi-segi perekonomian.
"Untuk itu maka didirikannya pasar Islam yang langsung berorientasi pada syariat Islam, bukan pasar yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti halnya pasar Qainuqa' dulu," ujar al-Qardhawi.
Pasar Islam ini langsung diawasi oleh Rasulullah sendiri. Beliau sendiri yang menertibkan subjek-subjeknya dan beliau pula yang langsung mengurus dengan memberi bimbingan-bimbingan dan pengarahan-pengarahan.
Sehingga dengan demikian tidak ada penipuan, pengurangan timbangan, penimbunan, cukong-cukong dan lain-lain.
Dalam beberapa perkataannya yang sangat bijaksana itu kita dapat mendengarkan sebagai berikut: "Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat." (HR Ibnu Majah dan al-Hakim)
"Pedagang yang dapat dipercaya dan beramanat, akan bersama para Nabi, orang-orang yang dapat dipercaya dan orang-orang yang mati syahid." (HR al-Hakim dan Tarmizi dengan sanad hasan)
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993) mengatakan kita tidak heran kalau Rasulullah menyejajarkan kedudukan pedagang yang dapat dipercaya dengan kedudukan seorang mujahid dan orang-orang yang mati syahid di jalan Allah.
"Sebagaimana kita tahu dalam percaturan hidup, bahwa apa yang disebut jihad bukan hanya terbatas dalam medan perang semata-mata tetapi meliputi lapangan ekonomi juga," jelas Al-Qardhawi.
Seorang pedagang dijanji suatu kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah serta pahala yang besar nanti di akhirat karena perdagangan itu pada umumnya diliputi oleh perasaan tamak dan mencari keuntungan yang besar dengan jalan apa pun.
Harta dapat melahirkan harta dan suatu keuntungan membangkitkan untuk mencapai keuntungan yang lebih banyak lagi. Justru itu barang siapa berdiri di atas dasar-dasar yang benar dan amanat, maka berarti dia sebagai seorang pejuang yang mencapai kemenangan dalam pertempuran melawan hawa nafsu. "Justru itu pula dia akan memperoleh kedudukan sebagai mujahidin," ujar Al-Qardhawi.
Urusan dagang sering menenggelamkan orang dalam angka dan menghitung-hitung modal dan keuntungan, sehingga di zaman Nabi pernah terjadi suatu peristiwa ada kafilah yang membawa perdagangan datang, padahal Nabi sedang berkhotbah sehingga para hadirin yang sedang mendengarkan khotbah itu menjadi kacau dan akhirnya mereka bubar menuju kepada kafilah tersebut.
Waktu itulah kemudian turun ayat yang berbunyi sebagai berikut:
"Apabila mereka melihat suatu perdagangan atau bunyi-bunyian, mereka lari ke tempat tersebut dan engkau ditinggalkan berdiri. Oleh karena itu katakanlah (kepada mereka) bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada bunyi-bunyian dan perdagangan itu dan Allah sebaik-baik Zat yang memberi rezeki." ( QS al-Jumu'ah : 11)
Oleh karenanya, kata al-Qardhawi, barang siapa yang mampu bertahan pada prinsip ini, disertai dengan iman yang kuat, jiwanya penuh takwa kepada Allah dan lidahnya komat-kamit berzikrullah, maka layak dia akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
Dari fi'liyah (perbuatan) Rasulullah sendiri kiranya cukup bukti bagi kita untuk mengetahui sampai di mana kedudukan perdagangan itu. Di samping beliau sangat memperhatikan segi-segi mental spiritual sehingga didirikannya masjid di Madinah demi untuk bertakwa dan mencari keridaan Allah dengan tujuan sebagai jami' tempat beribadah, institut, lembaga dakwah dan pusat pemerintahan, maka Rasulullah memperhatikan pula segi-segi perekonomian.
"Untuk itu maka didirikannya pasar Islam yang langsung berorientasi pada syariat Islam, bukan pasar yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi seperti halnya pasar Qainuqa' dulu," ujar al-Qardhawi.
Pasar Islam ini langsung diawasi oleh Rasulullah sendiri. Beliau sendiri yang menertibkan subjek-subjeknya dan beliau pula yang langsung mengurus dengan memberi bimbingan-bimbingan dan pengarahan-pengarahan.
Sehingga dengan demikian tidak ada penipuan, pengurangan timbangan, penimbunan, cukong-cukong dan lain-lain.
(mhy)