Tausiah Ramadhan, Menjaga Keselamatan Jiwa Kewajiban Umat
Sabtu, 02 Mei 2020 - 09:25 WIB
JAKARTA - Zainut Tauhid Sa'di
Wakil Menteri Agama RI
TAHUN ini umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah situasi pandemi virus corona atau Covid-19. Karenaitu, kami memberikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh umat beragama di seluruh Tanah Air yang mengikuti anjuran para tokoh agama dan pemerintah untuk melaksanakan ibadah di rumah dalam rangka menerapkan physical distancing ataujaga jarak aman. Ini tujuannya demi menghambatpenyebaran Covid-19 di masyarakat.
Apa yang dilakukan masyarakat ini merupakan bentuk ketaatan beribadah sebagai umat beragama sekaligus bentuk tanggung jawab sebagai warga negara.
Larangan beribadah di masjid dan tempat ibadah lain dalam kondisi pandemi Covid-19 semata untuk menjaga keselamatan jiwa, dirinya sendiri maupun orang lain. Menjaga keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs ) merupakan salah satu kewajiban utama dalam beragama.
Menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam QS Al-Maidah ayat 32, ” ... dan barang siapa yang memelihara kehidupanseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Ada pemahaman masyarakat yang salah terhadap penerapan pembatasan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang saat ini diberlakukan di beberapa daerah, yakni membandingkan terjadinya pembatasan di tempat ibadah dengan tempat lain seperti pabrik, pasar, atau tempat berkerumun lain. Jika di tempat ibadah penerapannya dilaksanakan secara ketat, misalnya dengan menggembok pintu atau dengan tindakan pembubaran ibadah, di tempat lain dilakukan dengan longgar.
Hal ini menimbulkan salah paham seakan ada diskriminasi perlakuan. Padahal, ini seharusnya tidak dalam posisi yang diperhadapkan antara pembatasan di tempat ibadah dan pabrik atau pasar karena berkaitan dengan upaya penyelamatan jiwa umat manusia.
Sebaliknya, hal itu harus dimaknai sebagai kewajiban dan perintah agama, yang berlaku untuksiapa saja dan di mana saja. Umat beragama seharusnya bersyukur karena dari sekian pembatasan yang ada, umat beragama termasuk yang paling banyak menaatinya sehingga keselamatan akan kembali kepada dirinya.
Wakil Menteri Agama RI
TAHUN ini umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah situasi pandemi virus corona atau Covid-19. Karenaitu, kami memberikan apresiasi dan penghargaan kepada seluruh umat beragama di seluruh Tanah Air yang mengikuti anjuran para tokoh agama dan pemerintah untuk melaksanakan ibadah di rumah dalam rangka menerapkan physical distancing ataujaga jarak aman. Ini tujuannya demi menghambatpenyebaran Covid-19 di masyarakat.
Apa yang dilakukan masyarakat ini merupakan bentuk ketaatan beribadah sebagai umat beragama sekaligus bentuk tanggung jawab sebagai warga negara.
Larangan beribadah di masjid dan tempat ibadah lain dalam kondisi pandemi Covid-19 semata untuk menjaga keselamatan jiwa, dirinya sendiri maupun orang lain. Menjaga keselamatan jiwa (hifzhu al-nafs ) merupakan salah satu kewajiban utama dalam beragama.
Menjaga jiwa juga erat kaitannya untuk menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya tanpa terkecuali. Hal ini tercantum dalam QS Al-Maidah ayat 32, ” ... dan barang siapa yang memelihara kehidupanseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Ada pemahaman masyarakat yang salah terhadap penerapan pembatasan dalam pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang saat ini diberlakukan di beberapa daerah, yakni membandingkan terjadinya pembatasan di tempat ibadah dengan tempat lain seperti pabrik, pasar, atau tempat berkerumun lain. Jika di tempat ibadah penerapannya dilaksanakan secara ketat, misalnya dengan menggembok pintu atau dengan tindakan pembubaran ibadah, di tempat lain dilakukan dengan longgar.
Hal ini menimbulkan salah paham seakan ada diskriminasi perlakuan. Padahal, ini seharusnya tidak dalam posisi yang diperhadapkan antara pembatasan di tempat ibadah dan pabrik atau pasar karena berkaitan dengan upaya penyelamatan jiwa umat manusia.
Sebaliknya, hal itu harus dimaknai sebagai kewajiban dan perintah agama, yang berlaku untuksiapa saja dan di mana saja. Umat beragama seharusnya bersyukur karena dari sekian pembatasan yang ada, umat beragama termasuk yang paling banyak menaatinya sehingga keselamatan akan kembali kepada dirinya.
(ysw)