Nuzulul Qur'an: Tafsir dan Kisah Turunnya Surat Al-Alaq 1-5
Rabu, 06 Mei 2020 - 04:00 WIB
WAHYU pertama diterima Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam (SAW) pada saat beliau mengasingkan diri di Gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam dengan membawa perbekalan yang cukup. (
)
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan di gua itu beliau didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata: "Bacalah!"
Rasulullah saw menjawab, “Aku tidak dapat membaca.’”
Lalu Jibril memegang beliau seraya mendekapnya sampai Rasulullah merasa kepayahan. Selanjutnya Jibril mendekap Rasulullah untuk kedua kalinya sampai beliau benar-benar kepayahan.
"Bacalah," ujar malaikat Jibril lagi seraya melepas pelukannya.
"Aku tidak bisa membaca," lagi-lagi Rasulullah menjawab begitu.
Lalu Jibril mendekap untuk ketiga kalinya sampai Rasulullah benar-benar kepayahan. Setelah itu Jibril melepaskan beliau seraya berkata: "iqro bismirabbikalladzi kholaq,…dst (ayat 1-5).
Aisyah berkata, maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam keadaan menggigil sehingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku."
Khadijah pun segera menyelimuti beliau sampai rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, "Apa yang terjadi padaku?’
Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya seraya bersabda, "Aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku".
Maka Khadijah pun berkata kepada beliau, "Tidak, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah orang yang paling suka menyambung tali silaturahim, berkata jujur, menanggung beban, menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar kebenaran".
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nasrani pada zaman jahiliyah. Dia yang menulis sebuah kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dengan bahasa Arab atas kehendak Allah.
Dia sudah berumur lagi buta. Lalu Khadijah berkata, “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak saudaramu ini".
Kemudian Waraqah berkata: “Wahai anak saudaraku, apa yang telah terjadi dengan dirimu?”
Kemudian Rasulullah menceritakan apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata: “Ini adalah Namus [malaikat Jibril] yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.”
Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorangpun yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat besar.”
Dan tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti, sehingga Rasulullah saw benar-benar bersedih hati.
Berdasarkan berita yang sampai kepada kami, kesedihan beliau itu berlangsung terus-menerus, agar beliau turun dari puncak gunung.
Setiap kali beliau sampai di puncak gunung dengan tujuan menjatuhkan diri, maka Jibril muncul seraya berkata: “Wahai Muhammad sesungguhnya engkau benar-benar Rasul Allah.”
Dengan demikian, maka hati beliau pun menjadi tenang dan jiwanya menjadi stabil dan setelah itu beliau kembali pulang. Dan jika tenggang waktu tidak turunnya wahyu itu terlalu lama, maka beliau akan melakukan hal yang sama. Di mana jika beliau sampai di puncak gunung, maka malaikat Jibril tampak olehnya dan mengucapkan hal yang sama kepada beliau.
Tafsir Surat Al-Alaq
Surat pertama yang turun ini memiliki penamaan surat al-alaq, surat iqro, surat bil-qolam karena Allah Swt mengawali surat ini dengan kata-kata tersebut. Sedangkan al-alaq artinya yaitu darah yang menggumal dengan bentuk seperti ulat kecil.
اقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” (QS. Al-‘Alaq; 1-2)
Kata Iqra’ dalam kamus memiliki beragam macam makna; menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan beberapa makna lainnya.
Kata ini kemudian diikuti dengan bismi rabbika. Para ulama berpendapat bahwa pada masa jahiliyah, para kaum Quraish sering kali sebelum melakukan pekerjaannya mengagungkan apa yang mereka sembah, seperti mengucapkan bismi Allata. Maka dalam ayat ini Allah tegaskan untuk senantiasa hanya menyertakan Allah dalam setiap tindakan.
Syeh Abdul Halim Mahmud, mengatakan dalam kitabnya, “dengan kalimat iqra’ bismi Rabbika dalam kalimat dan semangatnya seakan mengatakan, bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu. Begitupun ketika hendak berhenti dari aktivitas. Sehingga, segala seluruh kehidupan, sujud, cara dan tujuan seseorang dilakukan karena Allah.”
Dalam kedua ayat tersebut, tidak disebutkan objek yang dituju. Sehingga ini mengindikasikan seruan bacaan itu bersifat umum. Artinya manusia diperintah untuk membaca apapun yang ada di sekitarnya, dengan menyebut nama Tuhannya, dan membaca apa saja yang telah diciptakan Tuhannya hingga ia mengenal-Nya.
Jika dikaitkan dengan sebab turunnya, Rasulullah pada saat itu senantiasa mengamati, merenungi apa saja yang terjadi di sekitarnya dengan cara bertahannus, berdiam diri dari keramaian atau uzlah. Maka tak heran, meskipun Rasulullah diceritakan oleh sebagian mufasir tidak dapat membaca dan menulis (ummi), Rasulullah mampu membaca keadaan sekitarnya dengan baik. Sehingga, beliau memiliki jiwa sosial yang tinggi, jiwa revolusioner, jiwa pemimpin dan sebagainya.
اقرأ و ربك الاكرم. الذي علم بالقلم. علم الانسان مالم يعلم
“Bacalah dan hanya Tuhanmulah yang Maha Pemurah. (Yang) mengajarkan (manusia) dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. ‘Alaq; 3-5)
Kemudian kata Iqra’ kembali disebutkan dalam ayat ketiganya, diikuti oleh sifat Allah yakni Yang Paling Pemurah. Satu-satunya ayat yang menyifati Tuhan dalam bentuk tersebut.
Kata iqra’ dalam ayat ke-3 menurut Quraish Shihab, ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Iqra’ pada ayat yang pertama mengindikasikan membaca untuk diri sendiri (belajar), dan iqra’ dalam ayat ketiga adalah membaca untuk orang lain (mengajar).
Menurutnya, Allah itu Maha Pemurah. Dari dulu, Al-Qur'an itu sama, tapi ada saja makna baru yang bermunculan. Itulah Kemahamurahan Tuhan, jadi seakan-akan di dalam ayat tersebut, bacalah objek itu (Al-Quran) kemudian ulangi membaca itu niscaya kamu akan mendapat makna-makna (jawaban) baru. Karena Tuhanmu adalah Al-Akram.
(Allah Yang) mengajar dengan pena (ayat 4). (Dia) mengetahui apa yang tidak diketahui manusia (ayat 5). Dalam ayat 4 dan 5, Tuhan mengajar manusia melalui pena yang hasilnya adalah tulisan-tulisan. Kemudian di ayat ke-5 Allah juga mengajarkan pada manusia baik melalui Wahyu (pada Nabi), mimpi, ilmu ladunni, dan ilmu dengan usaha dari manusia sendiri, bahwa Allah lah Yang Maha Mengajarkan dari apa yang tidak diketahui manusia.
Inti dari lima ayat pertama dari surat Al-Alaq ini, mengajarkan;
Pertama, senantiasa memulai sesuatu dengan menyebut Nama Allah, sehingga dimudahkan dalam pemahaman dalam hal apa saja.
Kedua, keharusan manusia untuk senantiasa membaca baik teks (Al-Quran, dan buku pengetahuan lain), serta konteks (membaca lingkungan sekitar). Jika salah satu dari dua pembacaan ini dikesampingkan tentu tidak akan sampai pada pemahaman yang seimbang, terutama dalam memahami kandungan Al-Quran itu sendiri.
Ketiga, jangan pernah menyerah untuk terus berusaha sebagaimana ketika Jibril meminta Rasulullah untuk terus mengikuti bacaannya sampai bisa. Karena sesungguhnya Allah akan senantiasa membatu hambanya yang gigih berusaha, dan berdoa. Wallahu'alam
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia mengatakan di gua itu beliau didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkata: "Bacalah!"
Rasulullah saw menjawab, “Aku tidak dapat membaca.’”
Lalu Jibril memegang beliau seraya mendekapnya sampai Rasulullah merasa kepayahan. Selanjutnya Jibril mendekap Rasulullah untuk kedua kalinya sampai beliau benar-benar kepayahan.
"Bacalah," ujar malaikat Jibril lagi seraya melepas pelukannya.
"Aku tidak bisa membaca," lagi-lagi Rasulullah menjawab begitu.
Lalu Jibril mendekap untuk ketiga kalinya sampai Rasulullah benar-benar kepayahan. Setelah itu Jibril melepaskan beliau seraya berkata: "iqro bismirabbikalladzi kholaq,…dst (ayat 1-5).
Aisyah berkata, maka beliaupun pulang dengan sekujur tubuh dalam keadaan menggigil sehingga akhirnya masuk menemui Khadijah dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku."
Khadijah pun segera menyelimuti beliau sampai rasa takut beliau hilang. Selanjutnya beliau bersabda, "Apa yang terjadi padaku?’
Lalu beliau menceritakan peristiwa yang dialaminya seraya bersabda, "Aku khawatir sesuatu akan menimpa diriku".
Maka Khadijah pun berkata kepada beliau, "Tidak, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sesungguhnya engkau adalah orang yang paling suka menyambung tali silaturahim, berkata jujur, menanggung beban, menghormati tamu, dan membantu menegakkan pilar-pilar kebenaran".
Kemudian Khadijah mengajak beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya. Dia seorang penganut Nasrani pada zaman jahiliyah. Dia yang menulis sebuah kitab berbahasa Arab dan juga menulis Injil dengan bahasa Arab atas kehendak Allah.
Dia sudah berumur lagi buta. Lalu Khadijah berkata, “Wahai anak paman, dengarkanlah cerita dari anak saudaramu ini".
Kemudian Waraqah berkata: “Wahai anak saudaraku, apa yang telah terjadi dengan dirimu?”
Kemudian Rasulullah menceritakan apa yang beliau alami kepadanya. Lalu Waraqah berkata: “Ini adalah Namus [malaikat Jibril] yang diturunkan kepada Musa. Andai saja saat itu aku masih muda. Andai saja nanti aku masih hidup saat engkau diusir oleh kaummu.”
Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”
Waraqah menjawab, “Ya. Tidak akan ada seorangpun yang datang dengan membawa apa yang engkau bawa melainkan akan disakiti. Dan jika aku masih hidup pada masamu, niscaya aku akan mendukungmu dengan pertolongan yang sangat besar.”
Dan tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia dan wahyu terhenti, sehingga Rasulullah saw benar-benar bersedih hati.
Berdasarkan berita yang sampai kepada kami, kesedihan beliau itu berlangsung terus-menerus, agar beliau turun dari puncak gunung.
Setiap kali beliau sampai di puncak gunung dengan tujuan menjatuhkan diri, maka Jibril muncul seraya berkata: “Wahai Muhammad sesungguhnya engkau benar-benar Rasul Allah.”
Dengan demikian, maka hati beliau pun menjadi tenang dan jiwanya menjadi stabil dan setelah itu beliau kembali pulang. Dan jika tenggang waktu tidak turunnya wahyu itu terlalu lama, maka beliau akan melakukan hal yang sama. Di mana jika beliau sampai di puncak gunung, maka malaikat Jibril tampak olehnya dan mengucapkan hal yang sama kepada beliau.
Tafsir Surat Al-Alaq
Surat pertama yang turun ini memiliki penamaan surat al-alaq, surat iqro, surat bil-qolam karena Allah Swt mengawali surat ini dengan kata-kata tersebut. Sedangkan al-alaq artinya yaitu darah yang menggumal dengan bentuk seperti ulat kecil.
اقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah” (QS. Al-‘Alaq; 1-2)
Kata Iqra’ dalam kamus memiliki beragam macam makna; menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, dan beberapa makna lainnya.
Kata ini kemudian diikuti dengan bismi rabbika. Para ulama berpendapat bahwa pada masa jahiliyah, para kaum Quraish sering kali sebelum melakukan pekerjaannya mengagungkan apa yang mereka sembah, seperti mengucapkan bismi Allata. Maka dalam ayat ini Allah tegaskan untuk senantiasa hanya menyertakan Allah dalam setiap tindakan.
Syeh Abdul Halim Mahmud, mengatakan dalam kitabnya, “dengan kalimat iqra’ bismi Rabbika dalam kalimat dan semangatnya seakan mengatakan, bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu. Begitupun ketika hendak berhenti dari aktivitas. Sehingga, segala seluruh kehidupan, sujud, cara dan tujuan seseorang dilakukan karena Allah.”
Dalam kedua ayat tersebut, tidak disebutkan objek yang dituju. Sehingga ini mengindikasikan seruan bacaan itu bersifat umum. Artinya manusia diperintah untuk membaca apapun yang ada di sekitarnya, dengan menyebut nama Tuhannya, dan membaca apa saja yang telah diciptakan Tuhannya hingga ia mengenal-Nya.
Jika dikaitkan dengan sebab turunnya, Rasulullah pada saat itu senantiasa mengamati, merenungi apa saja yang terjadi di sekitarnya dengan cara bertahannus, berdiam diri dari keramaian atau uzlah. Maka tak heran, meskipun Rasulullah diceritakan oleh sebagian mufasir tidak dapat membaca dan menulis (ummi), Rasulullah mampu membaca keadaan sekitarnya dengan baik. Sehingga, beliau memiliki jiwa sosial yang tinggi, jiwa revolusioner, jiwa pemimpin dan sebagainya.
اقرأ و ربك الاكرم. الذي علم بالقلم. علم الانسان مالم يعلم
“Bacalah dan hanya Tuhanmulah yang Maha Pemurah. (Yang) mengajarkan (manusia) dengan pena. Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. ‘Alaq; 3-5)
Kemudian kata Iqra’ kembali disebutkan dalam ayat ketiganya, diikuti oleh sifat Allah yakni Yang Paling Pemurah. Satu-satunya ayat yang menyifati Tuhan dalam bentuk tersebut.
Kata iqra’ dalam ayat ke-3 menurut Quraish Shihab, ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Iqra’ pada ayat yang pertama mengindikasikan membaca untuk diri sendiri (belajar), dan iqra’ dalam ayat ketiga adalah membaca untuk orang lain (mengajar).
Menurutnya, Allah itu Maha Pemurah. Dari dulu, Al-Qur'an itu sama, tapi ada saja makna baru yang bermunculan. Itulah Kemahamurahan Tuhan, jadi seakan-akan di dalam ayat tersebut, bacalah objek itu (Al-Quran) kemudian ulangi membaca itu niscaya kamu akan mendapat makna-makna (jawaban) baru. Karena Tuhanmu adalah Al-Akram.
(Allah Yang) mengajar dengan pena (ayat 4). (Dia) mengetahui apa yang tidak diketahui manusia (ayat 5). Dalam ayat 4 dan 5, Tuhan mengajar manusia melalui pena yang hasilnya adalah tulisan-tulisan. Kemudian di ayat ke-5 Allah juga mengajarkan pada manusia baik melalui Wahyu (pada Nabi), mimpi, ilmu ladunni, dan ilmu dengan usaha dari manusia sendiri, bahwa Allah lah Yang Maha Mengajarkan dari apa yang tidak diketahui manusia.
Inti dari lima ayat pertama dari surat Al-Alaq ini, mengajarkan;
Pertama, senantiasa memulai sesuatu dengan menyebut Nama Allah, sehingga dimudahkan dalam pemahaman dalam hal apa saja.
Kedua, keharusan manusia untuk senantiasa membaca baik teks (Al-Quran, dan buku pengetahuan lain), serta konteks (membaca lingkungan sekitar). Jika salah satu dari dua pembacaan ini dikesampingkan tentu tidak akan sampai pada pemahaman yang seimbang, terutama dalam memahami kandungan Al-Quran itu sendiri.
Ketiga, jangan pernah menyerah untuk terus berusaha sebagaimana ketika Jibril meminta Rasulullah untuk terus mengikuti bacaannya sampai bisa. Karena sesungguhnya Allah akan senantiasa membatu hambanya yang gigih berusaha, dan berdoa. Wallahu'alam
(mhy)