Cara Rasulullah Memimpin Pemerintahan Kedepankan Tawazun

Minggu, 18 Oktober 2020 - 21:10 WIB
Di saat Abu Bakar RA menerima amanah kekuasaan ketika itu beliau berdiri dengan pedang terhunus seraya menyampaikan: "Saya telah dipilih sebagai pemimpin dan belum tentu saya yang terbaik di antara kalian. Maka bantulah saya dalam mengemban amanah ini. Tapi jika saya menyeleweng maka luruslan saya dengan pedang ini".

Demikian pula Umar, Utsman, Ali, dan semua pemimpin Islam dalam sejarah yang konsisten dengan ajaran Islam. Semuanya menyadari jika kekuasaan itu adalah amanah Allah untuk memberikan pelayanan kepada hamba-hambaNya.

Oleh karena itu, dalam konsep nation state saat ini, di mana Demokrasi menjadi konsensus dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, Umat Islam dan bangsa Indonesia tentunya akan selalu konsisten dengan pemahaman yang imbang itu

Bahwa pemerintah (kekuasaan) punya hak otoritas untuk mengelolah negara/bangsa. Tapi juga sadar bahwa dalam tatanan kehidupan bernegara yang demokratis rakyat memiliki hak (bahkan kewajiban) untuk mengoreksi kekuasaan yang cenderung korup tadi.

Saya yakin konsep demokrasi imbang inilah yang dianut di Indonesia. Apalagi memang Indonesia bukan negara agama. Tapi juga bukan negara sekuler liberal. Maka jalan tengah (wasatiyah) menjadi pilihan bahkan karakter kehidupan bernegara dan berbangsa kita.

Dan semua itu tentunya terpatri dalam konsep Pancasila yang secara filsafat menyatukan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebangsaan. Harapan kita tentunya pemahaman imbang (tawazun) atau moderat (wasatiyah) ini harus dipertahankan secara konsisten. Bahwa pemerintah punya hak untuk mengelolah negara berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya. Tapi di sisi lain, rakyat punya hak, bahkan sekali lagi pada tataran tertentu menjadi kewajiban sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, untuk melakukan koreksi kepada kekuasaan.

Di saat rakyat mengambil hak atau melakukan kewajiban koreksi kekuasaan inilah seringkali kemudian pemerintah teruji dalam konsistensi Demokrasinya. Apakah siap dikoreksi sebagai konsekwensi paham demokrasi yang dibanggakan itu?

Atau sebaliknya justru alergi kritikan lalu melakukan reaksi yang justeru antitesi terhadap konsep demokrasi itu. Kritikan atau koreksi masyarakat dianggap ancaman, lalu terjadi kriminalisasi kepada rakyat.

Kalau itu terjadi, sesungguhnya telah terjadi kemunafikan yang nyata atas nama demokrasi itu sendiri. Semoga tidak! ( )

Udara Jakarta-Makassar, 18 Oktober 2020
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
Halaman :
cover top ayah
وَمَا مِنۡ دَآ بَّةٍ فِى الۡاَرۡضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزۡقُهَا وَ يَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَا‌ؕ كُلٌّ فِىۡ كِتٰبٍ مُّبِيۡنٍ
Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

(QS. Hud Ayat 6)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More