Mandrasah Pertama yang Menggodok Keilmuan Imam Syafi'i
Senin, 04 Januari 2021 - 18:41 WIB
Beruntung, Syafi’i dikaruniai kecerdasan otak. Anugerah ini dimaksimalkan Fatimah. Ia paham betul bahwa daya tangkap anaknya itu sangat luar biasa.
Ia juga turun langsung mengajar dan membimbing hafalan Al-Qur’an buah hatinya itu. Syahdan, Syafi’i sukses menghafalnya di usia tujuh tahun.
Agar lebih berkualitas, Fatimah mengajak anaknya menyetor hafalan ke Syekh Ismail Qusthanthin di Makkah, belajar tafsir dari Abdullah bin Abbas. Setelah itu, Imam Syafi’i mulai menghafal hadis-hadis Rasulullah.
Dedikasi dan kedisiplinan Fatimah mencetak kepribadian dan intelektual sang anak begitu kuat. Sering kali, ia tak membukakan pintu rumah dan menyuruh anaknya itu kembali mencari ilmu.
(Baca juga: Awal Pekan 2021 Harga Emas Naik lagi, Yuk Cek Rinciannya )
Perintahkan Menuntut Ilmu
"Nak, pergilah menuntut ilmu untuk jihad di jalan Allah. Kelak kita bertemu di akhirat saja.” Inilah perintah utama Fatimah kepada Imam Syafi’i kepada Imam Syafi’i, sebelum perjalanan Imam Syafi’i menuntut ilmu
Imam Syafi’i pun berangkat dari Makkah ke Madinah belajar dengan Imam Malik bin Anas, kemudian ke Iraq. Di Iraq, Imam Syafi’i cukup lama. Imam Syafi’i tidak berani pulang ke rumah, selalu teringat pesan ibundanya (“Kelak kita bertemu di akhirat saja…”), sehingga sebelum ada izin dari Ibundanya, Imam Syafi’i tidak berani pulang ke rumah.
Imam Syafi’i menjadi ulama’ yang terkenal, muridnya banyak , majelis ilmunya tidak pernah sepi.
(Baca juga: Siap-Siap, Vaksinasi Covid-19 untuk Masyarakat Umum Mulai April 2021 )
Suatu ketika ada halaqoh besar di Masjidil Haram. Makkah, Ada seorang ulama besar dari Iraq dalam perkataanya sering menyebut “Muhammad bin Idris al-Syafi’i berkata begini begini …”. Saat itu ibunda Imam Syafi’i hadir dalam halaqoh tersebut. Lantas Ibunda Syafi’i betanya, “Ya Syaikh, Siapakah Muhammad bin Idris al-Syafi’i itu?,” Sang Ibu bertanya.
Syaikh tersebut menjawab “Dia adalah guruku, seorang yang ‘alim, cerdas, sholeh yang berada di Iraq. Asalnya dari Mekkah sini,”
“Ketahuilah wahai Syaikh, Muhammad bin Idris al-Syafi’i itu adalah anak-ku,” jawab Sang Ibu.
Syaikh itu-pun kaget dan tercengang, seketika rombongan dari Iraq itupun menaruh hormat dan takzim kepada ibundanya Imam Syafi’i.
“Wahai ibu, sepulang dari haji ini kita akan kembali ke Iraq. Apa pesanmu kepada Imam al-Syafi’i?,” Kata Syaikh.
“Pesanku kepada Syafi’i, jikalau sekarang dia ingin pulang, aku mengizininya untuk pulang,” jawab Sang Ibu.
(Baca juga: Arab Saudi Izinkan Umat Islam Salat di Atap Masjid Nabawi )
Sepulang dari haji, Syaikh beserta rombongan Iraq itupun menyampaikan pesan tersebut kepada Imam Syafi’i bahwa Ibundanya, telah mengizinkan beliau untuk pulang ke rumah. Mendengar kabar tersebut Imam Syafi’i sangat bahagia. Karena masih berkesempatan bertemu dengan sang Ibunda di dunia ini, walaupun sebelumnya ibundanya berkata “kita bertemu di akhirat saja….”.
Imam al-Syafi’i pun bersiap -siap untuk berangkat ke Makkah menjumpai ibundanya. Mendengar Imam Syafi’i akan ke Makkah, masyarakat yang mencintai dan mengagumi beliau, berbondong- bondong memberi bekal kepada beliau, ada yang memberi Unta, Dinar, dan lainnya. Walhasil, Imam al-Syafi’i pun pulang ke Makkah dengan membawa puluhan unta dan dikawal oleh beberapa murid beliau.
Sesampai di perbatasan kota Mekkah, Imam Syafi’i mengutus seorang muridnya agar mengabarkan kepada Ibundanya bahwa saat ini beliau sudah di perbatasan kota Mekkah. (Hal seperti ini termasuk sunnah, yakni mengabarkan ke rumah ketika seseorang mau pulang supaya pihak rumah mempersiapkan sesuatu, bukan membuat malah kejutan).
Ia juga turun langsung mengajar dan membimbing hafalan Al-Qur’an buah hatinya itu. Syahdan, Syafi’i sukses menghafalnya di usia tujuh tahun.
Agar lebih berkualitas, Fatimah mengajak anaknya menyetor hafalan ke Syekh Ismail Qusthanthin di Makkah, belajar tafsir dari Abdullah bin Abbas. Setelah itu, Imam Syafi’i mulai menghafal hadis-hadis Rasulullah.
Dedikasi dan kedisiplinan Fatimah mencetak kepribadian dan intelektual sang anak begitu kuat. Sering kali, ia tak membukakan pintu rumah dan menyuruh anaknya itu kembali mencari ilmu.
(Baca juga: Awal Pekan 2021 Harga Emas Naik lagi, Yuk Cek Rinciannya )
Perintahkan Menuntut Ilmu
"Nak, pergilah menuntut ilmu untuk jihad di jalan Allah. Kelak kita bertemu di akhirat saja.” Inilah perintah utama Fatimah kepada Imam Syafi’i kepada Imam Syafi’i, sebelum perjalanan Imam Syafi’i menuntut ilmu
Imam Syafi’i pun berangkat dari Makkah ke Madinah belajar dengan Imam Malik bin Anas, kemudian ke Iraq. Di Iraq, Imam Syafi’i cukup lama. Imam Syafi’i tidak berani pulang ke rumah, selalu teringat pesan ibundanya (“Kelak kita bertemu di akhirat saja…”), sehingga sebelum ada izin dari Ibundanya, Imam Syafi’i tidak berani pulang ke rumah.
Imam Syafi’i menjadi ulama’ yang terkenal, muridnya banyak , majelis ilmunya tidak pernah sepi.
(Baca juga: Siap-Siap, Vaksinasi Covid-19 untuk Masyarakat Umum Mulai April 2021 )
Suatu ketika ada halaqoh besar di Masjidil Haram. Makkah, Ada seorang ulama besar dari Iraq dalam perkataanya sering menyebut “Muhammad bin Idris al-Syafi’i berkata begini begini …”. Saat itu ibunda Imam Syafi’i hadir dalam halaqoh tersebut. Lantas Ibunda Syafi’i betanya, “Ya Syaikh, Siapakah Muhammad bin Idris al-Syafi’i itu?,” Sang Ibu bertanya.
Syaikh tersebut menjawab “Dia adalah guruku, seorang yang ‘alim, cerdas, sholeh yang berada di Iraq. Asalnya dari Mekkah sini,”
“Ketahuilah wahai Syaikh, Muhammad bin Idris al-Syafi’i itu adalah anak-ku,” jawab Sang Ibu.
Syaikh itu-pun kaget dan tercengang, seketika rombongan dari Iraq itupun menaruh hormat dan takzim kepada ibundanya Imam Syafi’i.
“Wahai ibu, sepulang dari haji ini kita akan kembali ke Iraq. Apa pesanmu kepada Imam al-Syafi’i?,” Kata Syaikh.
“Pesanku kepada Syafi’i, jikalau sekarang dia ingin pulang, aku mengizininya untuk pulang,” jawab Sang Ibu.
(Baca juga: Arab Saudi Izinkan Umat Islam Salat di Atap Masjid Nabawi )
Sepulang dari haji, Syaikh beserta rombongan Iraq itupun menyampaikan pesan tersebut kepada Imam Syafi’i bahwa Ibundanya, telah mengizinkan beliau untuk pulang ke rumah. Mendengar kabar tersebut Imam Syafi’i sangat bahagia. Karena masih berkesempatan bertemu dengan sang Ibunda di dunia ini, walaupun sebelumnya ibundanya berkata “kita bertemu di akhirat saja….”.
Imam al-Syafi’i pun bersiap -siap untuk berangkat ke Makkah menjumpai ibundanya. Mendengar Imam Syafi’i akan ke Makkah, masyarakat yang mencintai dan mengagumi beliau, berbondong- bondong memberi bekal kepada beliau, ada yang memberi Unta, Dinar, dan lainnya. Walhasil, Imam al-Syafi’i pun pulang ke Makkah dengan membawa puluhan unta dan dikawal oleh beberapa murid beliau.
Sesampai di perbatasan kota Mekkah, Imam Syafi’i mengutus seorang muridnya agar mengabarkan kepada Ibundanya bahwa saat ini beliau sudah di perbatasan kota Mekkah. (Hal seperti ini termasuk sunnah, yakni mengabarkan ke rumah ketika seseorang mau pulang supaya pihak rumah mempersiapkan sesuatu, bukan membuat malah kejutan).