Aktualisasi Akhlak Muslim, Jujur dalam Perkataan dan Perbuatan
Minggu, 10 Januari 2021 - 01:01 WIB
Apabila disebut kata “jujur”, maka pikiran kita langsung tertuju pada ucapan atau perkataan . Jujur itu kita identikkan dengan ucapan atau perkataan yang jujur. Sehingga dinyatakan bahwa kejujuran pada ucapan adalah bentuk kejujuran yang dikenal oleh semua umat manusia. Seseorang dikatakan jujur apabila menyatakan kebenaran sesuai dengan fakta yang ada tanpa menambah-nambahi ataupun mengurang-ngurangi.
(Baca juga: Obat Bagi Semua Penyakit Hati Manusia adalah Ilmu )
Dinukil dari ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di kanal dakwah Rodjatv, dijelaskan bahwa jujur juga bermakna kesesuaian kata hati dengan ucapan . Jika salah satu tidak terpenuhi, maka ia belum bisa disebut sebagai kejujuran. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutamakan lisan daripada anggota tubuh lainnya di dalam mengamalkan kejujuran. Allah mengangkat derajat seorang hamba dengan menjadikannya mampu mengucapkan kalimat tauhid, syahadat Laa Ilaaha Illallah.
(Baca Juga : Asy-Syifa binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam )
Oleh karena itu tidak sepantasnya seorang muslim membiarkan indra yang dimuliakan ini melakukan kejahatan. Dan salah satu kejahatan lisan adalah berbohong. Apabila sampai terbiasa dengan kebiasaan yang merupakan salah satu sifat orang munafik ini, maka dia bisa binasa karena anggota tubuhnya ini.
(Baca juga: Asy-Syifa’ binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam )
Maka setiap muslim wajib menjaga lisan agar selalu berkata jujur dan menjauhi dusta, lawan dari kejujuran. Membiasakannya dengan ucapan-ucapan bermanfaat, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhiratnya. Sebab bagaimanapun perbuatan lisan, itu bergantung pada kebiasaan sehari-hari bagaimana kita menggunakan lisan itu. Apabila dibiasakan jujur, niscaya ia akan selalu jujur. Dan apabila dibiasakan dusta, niscaya ia akan selalu dusta. Seperti yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadis:
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا
“Seseorang berkata jujur dan senantiasa mengucapkan kejujuran, hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”
(Baca juga: Wudhu Membasuh Kepala, Semuanya atau Sebagian? Berikut Pendapat Imam Mazhab )
Sebaliknya,
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
“Seseorang berbohong lalu terus-menerus berbohong dan mencari-cari celah untuk berbohong, hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pembohong.”
Maka perbuatan lisan itu bergantung pada pembiasaan kita sehari-hari, bagaimana kita biasakan lisan itu. Lisan yang dibiasakan berbohong, maka dia seolah-olah terlatih untuk berbohong, mudah bagi lisan itu untuk mengucapkan kebohongan. Demikian juga lisan yang terbiasa jujur, dia terlatih untuk jujur. Sehingga kelu lisannya untuk berkata bohong, selalu mengucapkan kejujuran.
(Baca juga: Cari Sriwijaya Air, KRI Gilimanuk Mulai Bergerak menuju Pulau Laki )
Jadi apabila dibiasakan jujur, maka dia akan senantiasa jujur. Apabila dibiasakan dusta, maka dia akan senantiasa berdusta.
Oleh karena itu orang yang punya kebiasaan berbohong atau berdusta, kalau dia tidak sungguh-sungguh melenyapkan dan menghilangkan kebiasaan ini, dia tidak akan bisa meninggalkannya. Karena lisannya kadang-kadang reflek untuk berbohong. Bohong itu spontan muncul darinya, bahkan kadang-kadang tanpa dia pikirkan atau tanpa dia rekayasa, maka lisannya sudah berkata bohong.
Ada orang-orang yang seperti itu. Hal ini karena memang sudah terlatih, terbiasa, dan tidak merasa berat untuk mengucapkan kebohongan. Sehingga ada sebagian orang yang jujur dan bohongnya tidak bisa dibedakan. Manusia tidak bisa mengenali apakah dia sekarang berkata jujur atau berkata bohong.
(Baca juga: Dampak PPKM Menurut Pengusaha: Mulai dari Makanan hingga Konsumsi BBM Turun )
Hal ini tergantung kepada kebiasaan, bagaimana kita membiasakan lisan kita. Karena lisan seperti anggota-anggota tubuh lainnya. Walaupun orang-orang mengatakan lidah memang tak bertulang, tapi banyak saraf-saraf di situ. Sama seperti tangan dan kaki yang kalau kita biasakan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan, maka saraf-saraf ini akan menggerakkannya, bahkan kadang-kadang tanpa perintah otak sekalipun.
(Baca juga: Obat Bagi Semua Penyakit Hati Manusia adalah Ilmu )
Dinukil dari ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary di kanal dakwah Rodjatv, dijelaskan bahwa jujur juga bermakna kesesuaian kata hati dengan ucapan . Jika salah satu tidak terpenuhi, maka ia belum bisa disebut sebagai kejujuran. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutamakan lisan daripada anggota tubuh lainnya di dalam mengamalkan kejujuran. Allah mengangkat derajat seorang hamba dengan menjadikannya mampu mengucapkan kalimat tauhid, syahadat Laa Ilaaha Illallah.
(Baca Juga : Asy-Syifa binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam )
Oleh karena itu tidak sepantasnya seorang muslim membiarkan indra yang dimuliakan ini melakukan kejahatan. Dan salah satu kejahatan lisan adalah berbohong. Apabila sampai terbiasa dengan kebiasaan yang merupakan salah satu sifat orang munafik ini, maka dia bisa binasa karena anggota tubuhnya ini.
(Baca juga: Asy-Syifa’ binti Abdullah, Ilmuwan Perempuan Pertama Dalam Islam )
Maka setiap muslim wajib menjaga lisan agar selalu berkata jujur dan menjauhi dusta, lawan dari kejujuran. Membiasakannya dengan ucapan-ucapan bermanfaat, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhiratnya. Sebab bagaimanapun perbuatan lisan, itu bergantung pada kebiasaan sehari-hari bagaimana kita menggunakan lisan itu. Apabila dibiasakan jujur, niscaya ia akan selalu jujur. Dan apabila dibiasakan dusta, niscaya ia akan selalu dusta. Seperti yang disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadis:
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا
“Seseorang berkata jujur dan senantiasa mengucapkan kejujuran, hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”
(Baca juga: Wudhu Membasuh Kepala, Semuanya atau Sebagian? Berikut Pendapat Imam Mazhab )
Sebaliknya,
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
“Seseorang berbohong lalu terus-menerus berbohong dan mencari-cari celah untuk berbohong, hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai seorang pembohong.”
Maka perbuatan lisan itu bergantung pada pembiasaan kita sehari-hari, bagaimana kita biasakan lisan itu. Lisan yang dibiasakan berbohong, maka dia seolah-olah terlatih untuk berbohong, mudah bagi lisan itu untuk mengucapkan kebohongan. Demikian juga lisan yang terbiasa jujur, dia terlatih untuk jujur. Sehingga kelu lisannya untuk berkata bohong, selalu mengucapkan kejujuran.
(Baca juga: Cari Sriwijaya Air, KRI Gilimanuk Mulai Bergerak menuju Pulau Laki )
Jadi apabila dibiasakan jujur, maka dia akan senantiasa jujur. Apabila dibiasakan dusta, maka dia akan senantiasa berdusta.
Oleh karena itu orang yang punya kebiasaan berbohong atau berdusta, kalau dia tidak sungguh-sungguh melenyapkan dan menghilangkan kebiasaan ini, dia tidak akan bisa meninggalkannya. Karena lisannya kadang-kadang reflek untuk berbohong. Bohong itu spontan muncul darinya, bahkan kadang-kadang tanpa dia pikirkan atau tanpa dia rekayasa, maka lisannya sudah berkata bohong.
Ada orang-orang yang seperti itu. Hal ini karena memang sudah terlatih, terbiasa, dan tidak merasa berat untuk mengucapkan kebohongan. Sehingga ada sebagian orang yang jujur dan bohongnya tidak bisa dibedakan. Manusia tidak bisa mengenali apakah dia sekarang berkata jujur atau berkata bohong.
(Baca juga: Dampak PPKM Menurut Pengusaha: Mulai dari Makanan hingga Konsumsi BBM Turun )
Hal ini tergantung kepada kebiasaan, bagaimana kita membiasakan lisan kita. Karena lisan seperti anggota-anggota tubuh lainnya. Walaupun orang-orang mengatakan lidah memang tak bertulang, tapi banyak saraf-saraf di situ. Sama seperti tangan dan kaki yang kalau kita biasakan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan, maka saraf-saraf ini akan menggerakkannya, bahkan kadang-kadang tanpa perintah otak sekalipun.