Ajaran Sesat Abu Nawas, Salat Nggak Usah Rukuk dan Sujud
Senin, 18 Mei 2020 - 02:55 WIB
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
)
Khalifah Harun Al-Rasyid terkejut bukan kepalang tatkala mendengar kabar Abu Nawas sudah ngawur bin ngaco. Bagaimana tidak ngawur, tokoh yang mulai banyak pengikutnya ini mengeluarkan fatwa sangat kontroversial. Dia bilang salat itu tidak perlu ada rukuk dan sujud. Baginda menganggap Abu Nawas sudah berlaku sombong terhadap Allah SWT. Sama persis dengan setan yang menolak sujud kepada Adam. Hukuman yang pantas bagi orang seperti itu tentulah hukum mati.
Kadangkala Baginda menyesali diri di saat dirinya sudah sangat akrab dengan Abu Nawas, mengapa ia masih saja berlaku ngawur. ( )
Benar. Belakangan ini Baginda sudah amat akrab dengan Abu Nawas, sampai-sampai Abu Nawas memanggil dirinya bukan "baginda" lagi. Ia memanggil 'saudaraku" atau "ya akhi".
Kini kesabaran Khalifah tak terbendung lagi ketika ia juga mendengar Abu Nawas mengatakan khalifah suka fitnah! “Abu Nawas layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah,” begitu usul para pembantu Baginda.
Khalifah pun terpancing. Untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi).
( )
"Hai Abu Nawas, benar kamu berfatwa dalam salat tidak perlu rukuk dan sujud?" tanya Khalifah dengan ketus.
"Benar, Saudaraku," jawab Abu Nawas enteng dan tenang.
Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, "Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun Al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"
”Benar, Saudaraku,” jawab Abu Nawas tanpa merasa bersalah.
Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, "Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!"
"Saudaraku,” ucap Abu Nawas sembari tersenyum. “Memang hamba tidak menolak bahwa hamba telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai pada Baginda tidak lengkap. Kata-kata hamba dipelintir, dijagal, seolah-olah hamba berkata salah."
"Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya," ucap Khalifah ketus.
( )
Singkat cerita Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan.
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, "Saudaraku, saya memang berkata rukuk dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu saya menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu rukuk dan sujud."
Khalifah mengangguk-angguk membenarkan. "Bagaimana soal aku yang suka fitnah?" tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyum, "Kalau itu, saya sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, anda sangat menyukai kekayaan dan anak-anak, berarti anda suka ’fitnah’ (ujian) itu."
Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun Al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita. ( )
Khalifah Harun Al-Rasyid terkejut bukan kepalang tatkala mendengar kabar Abu Nawas sudah ngawur bin ngaco. Bagaimana tidak ngawur, tokoh yang mulai banyak pengikutnya ini mengeluarkan fatwa sangat kontroversial. Dia bilang salat itu tidak perlu ada rukuk dan sujud. Baginda menganggap Abu Nawas sudah berlaku sombong terhadap Allah SWT. Sama persis dengan setan yang menolak sujud kepada Adam. Hukuman yang pantas bagi orang seperti itu tentulah hukum mati.
Kadangkala Baginda menyesali diri di saat dirinya sudah sangat akrab dengan Abu Nawas, mengapa ia masih saja berlaku ngawur. ( )
Benar. Belakangan ini Baginda sudah amat akrab dengan Abu Nawas, sampai-sampai Abu Nawas memanggil dirinya bukan "baginda" lagi. Ia memanggil 'saudaraku" atau "ya akhi".
Kini kesabaran Khalifah tak terbendung lagi ketika ia juga mendengar Abu Nawas mengatakan khalifah suka fitnah! “Abu Nawas layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah,” begitu usul para pembantu Baginda.
Khalifah pun terpancing. Untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi).
( )
"Hai Abu Nawas, benar kamu berfatwa dalam salat tidak perlu rukuk dan sujud?" tanya Khalifah dengan ketus.
"Benar, Saudaraku," jawab Abu Nawas enteng dan tenang.
Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, "Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun Al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?"
”Benar, Saudaraku,” jawab Abu Nawas tanpa merasa bersalah.
Khalifah berteriak dengan suara menggelegar, "Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!"
"Saudaraku,” ucap Abu Nawas sembari tersenyum. “Memang hamba tidak menolak bahwa hamba telah mengeluarkan dua pendapat tadi, tapi sepertinya kabar yang sampai pada Baginda tidak lengkap. Kata-kata hamba dipelintir, dijagal, seolah-olah hamba berkata salah."
"Apa maksudmu? Jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya," ucap Khalifah ketus.
( )
Singkat cerita Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan.
Abu Nawas beranjak dari duduknya dan menjelaskan dengan tenang, "Saudaraku, saya memang berkata rukuk dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu saya menjelaskan tata cara salat jenazah yang memang tidak perlu rukuk dan sujud."
Khalifah mengangguk-angguk membenarkan. "Bagaimana soal aku yang suka fitnah?" tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyum, "Kalau itu, saya sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat Al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah ujian bagimu. Sebagai seorang khalifah dan seorang ayah, anda sangat menyukai kekayaan dan anak-anak, berarti anda suka ’fitnah’ (ujian) itu."
Mendengar penjelasan Abu Nawas yang sekaligus kritikan, Khalifah Harun Al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya, kedekatan Abu Nawas dengan Harun Al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembantu-pembantunya. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita. ( )
(mhy)