Hukum Mencabut dan Mewarnai Uban, Haram Atau Makruh?
Rabu, 03 Maret 2021 - 15:12 WIB
Hukum mencabut dan mewarnai uban telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم sejak 14 abad lalu. Rasulullah melarang umatnya mencabut uban karena itu adalah cahaya bagi seorang mukmin.
Bagaimana hukum mencabut uban menurut pandangan syariat? Mari kita simak penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan berikut. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“لاتنتفوا الشيب ما من مسلمٍ يشيب شيبةً في الإِسلام” قال عن سفيان “إلاَّ كانت له نوراً يوم القيامة” وقال في حديث يحيى “إلا كتب اللّه [تعالى وجل] له بها حسنةً وحطَّ عنه بها خطيئةً“.
"Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim beruban di dalam Islam." (Beliau bersabda, dari Sufyan): "Melainkan baginya cahaya di hari Kiamat nanti." (dalam hadits Yahya): "Melainkan Allah Ta'ala mencatat baginya satu kebaikan dan menghapuskan untuknya satu kesalahan." (HR. Abu Daud No. 4202)
Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:
“أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نتف الشيب وقال إنه نور المسلم“. هذا حديث حسن وقد رواه عبد الرحمن بن الحارث وغير واحد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mencabut uban, dan bersabda bahwa itu adalah cahaya bagi seorang muslim." (HR. At Tirmidzi No. 2975, katanya: Hadits ini hasan. Syekh Al Albani mengatakan shahih dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2821)
Syarah Hadis:
Hadits-hadits di atas secara zahir menunjukkan larangan mencabut uban, dan hukum dasar dari larangan menunjukkan haram. Berkata Syekh Abdul Muhsin Hamd Al-'Abbad Al-Badr Hafizhahullah:
فهذا يدل على منع أو تحريم نتف الشيب
"Maka, ini menunjukkan larangan atau keharaman mencabut uban." (Syarh Sunan Abi Daud No. 472. Maktabah Al Miyskah)
Tetapi, tertulis dalam berbagai kitab tentang riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu:
عن عبد الله بن مسعود أن نبي الله صلى الله عليه وسلم كان يكره الصفرة يعني الخلوق وتغيير الشيب يعني نتف الشيب وجر الإزار والتختم بالذهب…
Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakruhkan shafrah yakni wangi-wangian, merubah uban yakni mencabutnya, menjulurkan kain, dan memakai cincin emas..." (HR Abu Daud No. 4222, An-Nasa’i No. 5088, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 15464)
Keterangan dari Ibnu Mas’ud ini menyebutkan bahwa Nabi hanya memakruhkan mencabut uban. Tetapi hadits ini memiliki redaksi yang musykil sebab menyebutkan bahwa memakai cincin emas (buat laki-laki) adalah makruh, padahal telah ijma’ (konsensus) bahwa cincin emas adalah haram untuk laki-laki, bukan makruh. Dan, secara sanad hadis ini pun munkar (Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 4222),
Karena itu menurut para ulama, hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah kemakruhannya. Maka, mesti kembali kepada hukum asal larangan yaitu haram. Namun, ada dalil lain yang menunjukkan kemakruhannya, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengatakan:
يكره أن ينتف الرجل الشعرة البيضاء من رأسه ولحيته
"Dimakruhkan bagi seorang laki-laki mencabut rambut kepalanya yang memutih dan juga janggutnya." (HR Muslim No 2341, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No 14593)
Apa yang dikatakan Anas bin Malik ini menjadi penjelas, sekaligus dalil yang kuat makruhnya mencabut uban baik di kepala atau di janggut. Dan, ini menjadi pendapat Mazhab Syafi’i dan Maliki bahwa mencabut uban adalah makruh, tidak haram. Inilah pandangan yang lebih kuat. Wallahu A'lam
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan: "Sahabat-sahabat kami (Syafi'iyah) dan sahabat-sahabat Malik (Malikiyah) mengatakan: dimakruhkan, dan tidak diharamkan." (Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 8/59. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Beliau juga menambahkan bahwa kemakruhan ini bukan hanya bagi rambut di kepala, tapi juga lainnya. Katanya: "Tidak ada perbedaan antara mencabut rambut janggut, kepala, kumis, alis, dan pipi, baik pada laki-laki dan wanita." (Lihat Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227)
Imam Abul Abbas Al-Qurthubi rahimahullah juga mengatakan:
وكراهته ـ صلى الله عليه وسلم ـ نَتْف الشيب إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakruhkan mencabut uban, karena dia adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini? Allah menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota)." Beliau berkata: "Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan." Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari Kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhish Kitabi Muslim, 19/56. Maktabah Misykah)
Maka lebih tepat dikatakan bahwa larangan itu adalah makruh, sebagaimana langsung dikatakan oleh salah seorang Sahabat Nabi, dan pernah menjadi pelayan di rumahnya, yakni Anas bin Malik. Ada pula sebagian ulama yang mengatakan boleh mencabut uban, tetapi berbagai riwayat shahih di atas, dan juga fatwa sahabat ini sudah cukup mengoreksi pendapat mereka. Wallahu A'lam
Mengenai mewarnai (menyemir) rambut, Al-‘Allamah Syekh Wahbah Az-Zuhaili hafizhahullah berkata:
وأما خضاب الشعر بالأحمر والأصفر والأسود وغير ذلك من الألوان فهو جائز، إلا عند الشافعية، فإنه يحرم الخضاب بالسواد وقال غيرهم بالكراهة فقط
"Adapun menyemir rambut dengan warna merah, kuning, hitam dan warna lainnya adalah BOLEH, kecuali menurut Syafi'iyah (Mazhab Syafi'i) bahwa mereka mengharamkan menyemir rambut dengan warna hitam, sedangkan selainnya mengatakan hanya makruh." (Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227. Maktabah Al Misykah)
Dalam riwayat Abu Umamah, Rasulullah menyebut dua warna:
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم على مشيخة من الأنصار بيض لحاهم فقال: يا معشر الأنصار حمروا وصفروا وخالفوا أهل الكتاب
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar bersama seorang tua dari Anshar yang rambutnya putih merata. Maka dia bersabda: 'Wahai orang Anshar, warnailah dengan merah dan kuning, dan berbedalah dengan ahli kitab." (HR. Ahmad, sanadnya hasan. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari 10/354)
Wallahu A'lam
Bagaimana hukum mencabut uban menurut pandangan syariat? Mari kita simak penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan berikut. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“لاتنتفوا الشيب ما من مسلمٍ يشيب شيبةً في الإِسلام” قال عن سفيان “إلاَّ كانت له نوراً يوم القيامة” وقال في حديث يحيى “إلا كتب اللّه [تعالى وجل] له بها حسنةً وحطَّ عنه بها خطيئةً“.
"Janganlah kalian mencabut uban, tidaklah seorang muslim beruban di dalam Islam." (Beliau bersabda, dari Sufyan): "Melainkan baginya cahaya di hari Kiamat nanti." (dalam hadits Yahya): "Melainkan Allah Ta'ala mencatat baginya satu kebaikan dan menghapuskan untuknya satu kesalahan." (HR. Abu Daud No. 4202)
Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya:
“أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن نتف الشيب وقال إنه نور المسلم“. هذا حديث حسن وقد رواه عبد الرحمن بن الحارث وغير واحد عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mencabut uban, dan bersabda bahwa itu adalah cahaya bagi seorang muslim." (HR. At Tirmidzi No. 2975, katanya: Hadits ini hasan. Syekh Al Albani mengatakan shahih dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2821)
Syarah Hadis:
Hadits-hadits di atas secara zahir menunjukkan larangan mencabut uban, dan hukum dasar dari larangan menunjukkan haram. Berkata Syekh Abdul Muhsin Hamd Al-'Abbad Al-Badr Hafizhahullah:
فهذا يدل على منع أو تحريم نتف الشيب
"Maka, ini menunjukkan larangan atau keharaman mencabut uban." (Syarh Sunan Abi Daud No. 472. Maktabah Al Miyskah)
Tetapi, tertulis dalam berbagai kitab tentang riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu:
عن عبد الله بن مسعود أن نبي الله صلى الله عليه وسلم كان يكره الصفرة يعني الخلوق وتغيير الشيب يعني نتف الشيب وجر الإزار والتختم بالذهب…
Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakruhkan shafrah yakni wangi-wangian, merubah uban yakni mencabutnya, menjulurkan kain, dan memakai cincin emas..." (HR Abu Daud No. 4222, An-Nasa’i No. 5088, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 15464)
Keterangan dari Ibnu Mas’ud ini menyebutkan bahwa Nabi hanya memakruhkan mencabut uban. Tetapi hadits ini memiliki redaksi yang musykil sebab menyebutkan bahwa memakai cincin emas (buat laki-laki) adalah makruh, padahal telah ijma’ (konsensus) bahwa cincin emas adalah haram untuk laki-laki, bukan makruh. Dan, secara sanad hadis ini pun munkar (Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 4222),
Karena itu menurut para ulama, hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah kemakruhannya. Maka, mesti kembali kepada hukum asal larangan yaitu haram. Namun, ada dalil lain yang menunjukkan kemakruhannya, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengatakan:
يكره أن ينتف الرجل الشعرة البيضاء من رأسه ولحيته
"Dimakruhkan bagi seorang laki-laki mencabut rambut kepalanya yang memutih dan juga janggutnya." (HR Muslim No 2341, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No 14593)
Apa yang dikatakan Anas bin Malik ini menjadi penjelas, sekaligus dalil yang kuat makruhnya mencabut uban baik di kepala atau di janggut. Dan, ini menjadi pendapat Mazhab Syafi’i dan Maliki bahwa mencabut uban adalah makruh, tidak haram. Inilah pandangan yang lebih kuat. Wallahu A'lam
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan: "Sahabat-sahabat kami (Syafi'iyah) dan sahabat-sahabat Malik (Malikiyah) mengatakan: dimakruhkan, dan tidak diharamkan." (Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 8/59. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Beliau juga menambahkan bahwa kemakruhan ini bukan hanya bagi rambut di kepala, tapi juga lainnya. Katanya: "Tidak ada perbedaan antara mencabut rambut janggut, kepala, kumis, alis, dan pipi, baik pada laki-laki dan wanita." (Lihat Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227)
Imam Abul Abbas Al-Qurthubi rahimahullah juga mengatakan:
وكراهته ـ صلى الله عليه وسلم ـ نَتْف الشيب إنَّما كان لأنه وقارٌ ، كما قد روى مالك : (( أن أوَّل من رأى الشيب إبراهيم ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، فقال : يا رب ! ما هذا ؟ فقال : وقار . قال : يا رب زدني وقارًا )) ، أو لأنه نورٌ يوم القيامة
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakruhkan mencabut uban, karena dia adalah kewibawaan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik: Bahwa yang pertama kali melihat uban adalah Ibrahim, lalu dia berkata: Ya Rabb, apa ini? Allah menjawab: Waqar (kewibawaan/mahkota)." Beliau berkata: "Ya Rabb, tambahkan untukku kewibawaan." Atau juga karena uban adalah cahaya pada hari Kiamat nanti. (lalu Imam Abul Abbas menyebut hadits tentang itu). (Lihat Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhish Kitabi Muslim, 19/56. Maktabah Misykah)
Maka lebih tepat dikatakan bahwa larangan itu adalah makruh, sebagaimana langsung dikatakan oleh salah seorang Sahabat Nabi, dan pernah menjadi pelayan di rumahnya, yakni Anas bin Malik. Ada pula sebagian ulama yang mengatakan boleh mencabut uban, tetapi berbagai riwayat shahih di atas, dan juga fatwa sahabat ini sudah cukup mengoreksi pendapat mereka. Wallahu A'lam
Mengenai mewarnai (menyemir) rambut, Al-‘Allamah Syekh Wahbah Az-Zuhaili hafizhahullah berkata:
وأما خضاب الشعر بالأحمر والأصفر والأسود وغير ذلك من الألوان فهو جائز، إلا عند الشافعية، فإنه يحرم الخضاب بالسواد وقال غيرهم بالكراهة فقط
"Adapun menyemir rambut dengan warna merah, kuning, hitam dan warna lainnya adalah BOLEH, kecuali menurut Syafi'iyah (Mazhab Syafi'i) bahwa mereka mengharamkan menyemir rambut dengan warna hitam, sedangkan selainnya mengatakan hanya makruh." (Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 4/227. Maktabah Al Misykah)
Dalam riwayat Abu Umamah, Rasulullah menyebut dua warna:
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم على مشيخة من الأنصار بيض لحاهم فقال: يا معشر الأنصار حمروا وصفروا وخالفوا أهل الكتاب
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar bersama seorang tua dari Anshar yang rambutnya putih merata. Maka dia bersabda: 'Wahai orang Anshar, warnailah dengan merah dan kuning, dan berbedalah dengan ahli kitab." (HR. Ahmad, sanadnya hasan. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari 10/354)
Wallahu A'lam
(rhs)