Sejarah Ilmu Tafsir Al-Qur'an, Pengertian dan Jenisnya (2)

Rabu, 14 April 2021 - 14:41 WIB
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
Ustaz Miftah el-Banjary

Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,

Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: القرآن تفسير) adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya.

Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an).



Pengertian Tafsir terambil dari akar kata [رس ف] "Fassara" yang berarti menjelaskan atau menguraikan. Akar kata lain dari "Fassara", yakni kesungguhan membuka secara berulang-ulang. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa kata "Tafsir" adalah upaya kesungguhan untuk membuka penjelasan tentang makna dan hakikat yang tersembunyi di dalam Al-Qur'an.

Kata yang seringkali pula dipadankan dengan istilah "tafsir" adalah "takwil". Meskipun terdapat perbedaan pada definisinya, namun kedua kata ini atau istilah ini seringkali digunakan secara bersamaan atau bergantian, sehingga sulit bagi kebanyakan orang membedakan antara keduanya.

Kata "Takwil" terambil dari "Awwala-Yu'awwilu" yang berarti mengambil pada makna dasar. Dalam pengertian yang lebih sederhana, aspek takwil tidak hanya sekedar terfokus pada aspek "Tafsir" dalam upaya menjelaskan atau menguraikan maknanya secara kebahasaan saja, melainkan juga ada upaya untuk mengembalikan pada makna dasarnya secara simbolik atau filosofis.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa "Tafsir" hanyalah upaya menyingkap makna dari segi aspek-aspek lughawiyyah atau aspek linguistiknya (kebahasaan) saja. Sedangkan "Takwil" lebih pada upaya membangun pemahaman ulang atau pemahaman baru dalam membangun makna baru dalam konteks yang lebih kompleks dan luas, baik itu dari segi filosofis atau simboliknya.

Metode Penafsiran Al-Qur'an

Dalam metode penafsiran Al-Qur’an terdapat beberapa metode, di antaranya:

1. Tafsir Al-Qur'an bil Qur'an.

Upaya menafsirkan Al-Qur'an dengan penjelasan dari ayat-ayat Al-Qur'an lainnya. Misalnya: tafsir tentang kisah peristiwa Nabi Adam dan Siti Hawa terusir dari surga akibat memakan buah Khuldi pada Surah Al-Baqarah dijelaskan pada surah lainnya, semisal Surah Al-'Araf.

2. Tafsir Al-Qur'an bil Hadis.

Upaya menafsirkan Al-Qur'an dari penjelasan hadits-hadits Nabi yang hal ini biasa disebut dengan Tafsir bil Riwayah. Misalnya: Larangan tentang Riba atau meminum minuman keras telah dijelaskan melalui banyak hadits-hadits Nabi.

3. Tafsir Al-Qur'an bil Ra'yi.

Upaya menafsirkan Al-Qur'an melalui penjelasan nalar logika yang dibangun dari pemahaman keilmuan yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan seorang muafssir dalam berijtihad. Misalnya: ayat-ayat yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah Ta'ala di dalam Al-Qur’an yang menjadi pembahasan utama oleh para ulama ahli ilmu kalam (teologis).

Bentuk Tafsir Al-Qur'an

Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dibagi menjadi tiga: Dinamai dengan nama Tafsir bi al-Ma`tsur (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Berikut penjelasannya:
Halaman :
Lihat Juga :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
وَالَّذِيۡنَ اتَّخَذُوۡا مَسۡجِدًا ضِرَارًا وَّكُفۡرًا وَّتَفۡرِيۡقًۢا بَيۡنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَاِرۡصَادًا لِّمَنۡ حَارَبَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ مِنۡ قَبۡلُ‌ؕ وَلَيَحۡلِفُنَّ اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰى‌ؕ وَاللّٰهُ يَشۡهَدُ اِنَّهُمۡ لَـكٰذِبُوۡنَ
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, Kami hanya menghendaki kebaikan. Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).

(QS. At-Taubah Ayat 107)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More