Bersabar Menjaga Puasa di Tengah Maraknya Kemaksiatan
Jum'at, 30 April 2021 - 05:00 WIB
Hakikat puasa adalah tidak cuma sekadar meninggalkan makan dan minum, akan tetapi Allah mensyariatkan ibadah puasa ini untuk menghasilkan ketakwaan. Karena itu siapa yang bersabar menjaga puasa di tengah maraknya kemaksiatan, maka ia akan meraih keberuntungan besar.
Para ulama mengatakan, puasa yang benar adalah puasa dari kemaksiatan dengan meninggalkannya, menjauhinya, menahan diri tidak melakukannya. Berikut keutamaan bersabar menjaga puasa dikutip dari risalah Jalsah Itsnain Majelis Rasulullah SAW Jawa Barat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ) رواه البخاري
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya". (HR. Al-Bukhari No 1804)
Dalam riwayat lain disebutkan dari Abu Hurairah.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ ) رواه أحمد،
"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja." (HR. Ahmad No 8693 )
Para sahabat dan genarasi terdahulu sangat bersemangat menjadikan puasa sebagai pembersih diri dari maksiat dan dosa. Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu berkata: "Puasa itu tidak hanya dari makan dan minum saja, akan tetapi juga (puasa) dari kedustaan, kebatilan dan kesia-siaan".
Jabir bin Abdillah Al Anshori berkata: "Jika kamu berpuasa, maka hendaklah berpuasa juga pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari kedustaan dan dosa. Dan jauhilah menyakiti pembantu, jadikanlah hari berpuasamu penuh ketundukan dan ketenangan, dan janganlah kamu jadikan hari fitri dan hari puasamu sama saja."
Dari Hafshah binti Sirin, beliau adalah wanita alim dari kalangan Tabiin berkata: "Puasa itu laksana benteng, selama pelakunya tidak merusaknya, dan perusaknya adalah ghibah."
Dari Maimun bin Mahran berkata: "Puasa yang paling mudah adalah meninggalkan makanan dan minuman".
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Ghibah itu membahayakan puasa. Telah dikisahkan dari 'Aisyah dan menjadi pendapat Imam Auza'i juga berakata: "Sungguh ghibah itu membatalkan puasa, dan wajib mengqadha puasa pada hari tersebut."
Ibnu Hazm telah berlebihan dengan berkata: "Setiap maksiat yang sengaja dilakukan oleh orang yang berpuasa membatalkan puasanya jika dia mengingat puasanya, baik berupa perbuatan maupun perkataan; berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:"Tidak ada perkataan kotor dan bodoh".
Berdasarkan sabda Nabi lainnya:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh jika dia meninggalkan makan dan minumnya." (Fathul Baari: 4/104)
Para Mufassir rahimahullah berkata: "Adapun hal-hal yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa adalah bisa jadi kalian akan merasa aneh jika saya mengatakan: "Sungguh yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa darinya adalah puasa dari kemaksiatan, manusia wajib berpuasa dari seluruh kemaksiatan; karena inilah yang menjadi tujuan awal berpuasa, berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ )سورة البقرة: 183)
Para ulama mengatakan, puasa yang benar adalah puasa dari kemaksiatan dengan meninggalkannya, menjauhinya, menahan diri tidak melakukannya. Berikut keutamaan bersabar menjaga puasa dikutip dari risalah Jalsah Itsnain Majelis Rasulullah SAW Jawa Barat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ) رواه البخاري
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya". (HR. Al-Bukhari No 1804)
Dalam riwayat lain disebutkan dari Abu Hurairah.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ ) رواه أحمد،
"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja." (HR. Ahmad No 8693 )
Para sahabat dan genarasi terdahulu sangat bersemangat menjadikan puasa sebagai pembersih diri dari maksiat dan dosa. Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu berkata: "Puasa itu tidak hanya dari makan dan minum saja, akan tetapi juga (puasa) dari kedustaan, kebatilan dan kesia-siaan".
Jabir bin Abdillah Al Anshori berkata: "Jika kamu berpuasa, maka hendaklah berpuasa juga pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari kedustaan dan dosa. Dan jauhilah menyakiti pembantu, jadikanlah hari berpuasamu penuh ketundukan dan ketenangan, dan janganlah kamu jadikan hari fitri dan hari puasamu sama saja."
Dari Hafshah binti Sirin, beliau adalah wanita alim dari kalangan Tabiin berkata: "Puasa itu laksana benteng, selama pelakunya tidak merusaknya, dan perusaknya adalah ghibah."
Dari Maimun bin Mahran berkata: "Puasa yang paling mudah adalah meninggalkan makanan dan minuman".
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Ghibah itu membahayakan puasa. Telah dikisahkan dari 'Aisyah dan menjadi pendapat Imam Auza'i juga berakata: "Sungguh ghibah itu membatalkan puasa, dan wajib mengqadha puasa pada hari tersebut."
Ibnu Hazm telah berlebihan dengan berkata: "Setiap maksiat yang sengaja dilakukan oleh orang yang berpuasa membatalkan puasanya jika dia mengingat puasanya, baik berupa perbuatan maupun perkataan; berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:"Tidak ada perkataan kotor dan bodoh".
Berdasarkan sabda Nabi lainnya:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh jika dia meninggalkan makan dan minumnya." (Fathul Baari: 4/104)
Para Mufassir rahimahullah berkata: "Adapun hal-hal yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa adalah bisa jadi kalian akan merasa aneh jika saya mengatakan: "Sungguh yang diwajibkan kepada kita untuk berpuasa darinya adalah puasa dari kemaksiatan, manusia wajib berpuasa dari seluruh kemaksiatan; karena inilah yang menjadi tujuan awal berpuasa, berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ )سورة البقرة: 183)
Lihat Juga :