Islam di Eropa, Bagian Sejarah dan Budaya Tak Terpisahkan dari Benua Biru
Rabu, 11 Agustus 2021 - 10:48 WIB
WINA - Islam di Eropa telah jadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan budaya, dan bukan sesuatu dari luar Benua Biru tersebut.
Penegasan itu diungkapkan mantan Menteri Eropa Portugal Bruno Macaes di tengah perkembangan pesat Islam di benua tersebut.
“Sejarah kejayaan di Eropa. Saya harap ini dapat dipahami, dan bahwa kita dapat bergerak ke arah tidak hanya memiliki hubungan yang baik dengan Islam, tetapi benar-benar memahami bahwa itu adalah bagian dari sejarah dan budaya Eropa di Balkan, Spanyol dan bagian lain, dan sekarang di banyak kota Eropa dengan populasi besar,” ungkap Bruno Macaes, yang menjabat sebagai menteri Eropa di pemerintahan Portugal antara 2013 dan 2015 mengatakan kepada Anadolu Agency (AA) di sela-sela Forum Diplomasi Antalya beberapa waktu lalu.
“Jadi itu bukan agama asing, itu adalah bagian dari diri kita sendiri, dan dapat membantu memulihkan beberapa keragaman, semangat ke Eropa. Kita membutuhkan itu,” tutur dia.
Islam, yang dianggap sebagai agama dengan pertumbuhan tercepat di Eropa, telah hadir di benua itu sejak abad kedelapan.
Muslim mendirikan peradaban termasyhur di Spanyol, dan kemudian berkembang ke arah tenggara Eropa.
Banyak daerah menyaksikan pembunuhan massal, pengusiran dan pengusiran paksa terhadap umat Muslim seiring waktu, tetapi elemen peradaban dan budaya mereka seperti arsitektur, makanan, musik dan bahasa, tetap ada di Eropa.
Ditanya tentang pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam, Macaes yang saat ini menjadi penasihat senior di Flint Global, mengatakan, “Bukan urusan politisi untuk memutuskan apakah agama berada dalam krisis atau tidak, itu adalah nasib setiap agama."
Tahun lalu, Macron menuduh Muslim Prancis sebagai "separatisme" dan menggambarkan Islam sebagai "agama dalam krisis."
Macron juga membela diterbitkannya kartun yang menghina Nabi Muhammad. Sikap Macron itu memicu kemarahan Muslim di penjuru dunia karena menunjukkan ketidakpedulian Macron.
Tentang meningkatnya Islamofobia di Eropa, Macaes mengatakan, "Ya, itu masalah besar dan sangat memprihatinkan.”
Munculnya Islamofobia tidak terbatas di Prancis, tapi menunjuk pada rasisme dan kebencian terhadap minoritas Muslim di negara-negara lain seperti Austria.
“Di Austria, ada gagasan untuk memiliki undang-undang yang menentang Islam politik dan tidak ada yang tahu betul apa arti Islam politik dalam praktiknya,” tutur dia.
Dia menjelaskan, “Yang membuat saya khawatir, ini tidak terbatas pada insiden yang terisolasi, tetapi terkadang datang dari politisi itu sendiri.”
Islam adalah agama terbesar kedua di Eropa setelah Kristen. Meskipun mayoritas komunitas Muslim di Eropa Barat terbentuk baru-baru ini, ada masyarakat Muslim berusia berabad-abad di wilayah Balkan, Eropa Tenggara, Kaukasus, Krimea, dan Volga, seperti Muslim Slavia, populasi Muslim Albania, Yunani, Romani, Turki Balkan, Pomaks, Yoruks, Tatar Volga, dan Tatar Krimea.
Istilah "Muslim Eropa" digunakan untuk merujuk pada negara-negara mayoritas Muslim di Balkan yakni Bosnia dan Herzegovina, Albania, Kosovo.
“Muslim Eropa” juga digunakan untuk sebagian negara di Eropa Timur dengan minoritas Muslim yang cukup besar seperti Bulgaria, Montenegro, Makedonia Utara, dan beberapa republik Rusia yang merupakan populasi besar Muslim Eropa asli, meskipun mayoritas sekuler.
Islam masuk ke Eropa Selatan melalui perluasan "Moor" di Afrika Utara pada abad ke-8-10. Entitas politik Muslim eksis dengan kuat di tempat yang sekarang disebut Spanyol, Portugal, Sisilia, dan Malta selama beberapa abad.
Komunitas Muslim di wilayah ini dikonversi atau diusir pada akhir abad ke-15 oleh kekuatan Kristen. Islam berkembang ke Kaukasus melalui penaklukan Muslim atas Persia pada abad ke-7.
Kekaisaran Turki Utsmani (Ottoman) berkembang ke Eropa tenggara, menyerang dan menaklukkan sebagian besar Kekaisaran Serbia, Kekaisaran Bulgaria, dan semua Kekaisaran Bizantium yang tersisa pada abad ke-14 dan ke-15.
Selama berabad-abad, Kekaisaran Utsmani secara bertahap kehilangan hampir semua wilayah Eropa, sampai dikalahkan dan akhirnya runtuh pada 1922.
Islam menyebar di Eropa Timur melalui konversi Volga Bulgars, Cuman-Kipchaks, dan kemudian Golden Horde dan penerus khanat, dengan berbagai masyarakat Muslim yang disebut "Tatar" oleh Rusia.
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sejumlah besar Muslim berimigrasi ke Eropa Barat. Pada 2010, diperkirakan 44 juta Muslim tinggal di Eropa (6%), termasuk sekitar 19 juta di Uni Eropa (3,8%).
Islam di Eropa diproyeksikan mencapai 8% atau 58 juta pada 2030. Mereka sering menjadi bahan diskusi yang intens dan kontroversi politik yang diciptakan peristiwa-peristiwa seperti serangan teroris, kartun di Denmark, perdebatan tentang pakaian Islami, dan dukungan berkelanjutan untuk partai-partai populis sayap kanan yang memandang Muslim sebagai ancaman bagi budaya Eropa.
Peristiwa semacam itu juga memicu perdebatan yang berkembang mengenai topik Islamofobia, sikap terhadap Muslim, dan hak populis.
Penegasan itu diungkapkan mantan Menteri Eropa Portugal Bruno Macaes di tengah perkembangan pesat Islam di benua tersebut.
“Sejarah kejayaan di Eropa. Saya harap ini dapat dipahami, dan bahwa kita dapat bergerak ke arah tidak hanya memiliki hubungan yang baik dengan Islam, tetapi benar-benar memahami bahwa itu adalah bagian dari sejarah dan budaya Eropa di Balkan, Spanyol dan bagian lain, dan sekarang di banyak kota Eropa dengan populasi besar,” ungkap Bruno Macaes, yang menjabat sebagai menteri Eropa di pemerintahan Portugal antara 2013 dan 2015 mengatakan kepada Anadolu Agency (AA) di sela-sela Forum Diplomasi Antalya beberapa waktu lalu.
“Jadi itu bukan agama asing, itu adalah bagian dari diri kita sendiri, dan dapat membantu memulihkan beberapa keragaman, semangat ke Eropa. Kita membutuhkan itu,” tutur dia.
Islam, yang dianggap sebagai agama dengan pertumbuhan tercepat di Eropa, telah hadir di benua itu sejak abad kedelapan.
Muslim mendirikan peradaban termasyhur di Spanyol, dan kemudian berkembang ke arah tenggara Eropa.
Banyak daerah menyaksikan pembunuhan massal, pengusiran dan pengusiran paksa terhadap umat Muslim seiring waktu, tetapi elemen peradaban dan budaya mereka seperti arsitektur, makanan, musik dan bahasa, tetap ada di Eropa.
Ditanya tentang pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam, Macaes yang saat ini menjadi penasihat senior di Flint Global, mengatakan, “Bukan urusan politisi untuk memutuskan apakah agama berada dalam krisis atau tidak, itu adalah nasib setiap agama."
Tahun lalu, Macron menuduh Muslim Prancis sebagai "separatisme" dan menggambarkan Islam sebagai "agama dalam krisis."
Macron juga membela diterbitkannya kartun yang menghina Nabi Muhammad. Sikap Macron itu memicu kemarahan Muslim di penjuru dunia karena menunjukkan ketidakpedulian Macron.
Tentang meningkatnya Islamofobia di Eropa, Macaes mengatakan, "Ya, itu masalah besar dan sangat memprihatinkan.”
Munculnya Islamofobia tidak terbatas di Prancis, tapi menunjuk pada rasisme dan kebencian terhadap minoritas Muslim di negara-negara lain seperti Austria.
“Di Austria, ada gagasan untuk memiliki undang-undang yang menentang Islam politik dan tidak ada yang tahu betul apa arti Islam politik dalam praktiknya,” tutur dia.
Dia menjelaskan, “Yang membuat saya khawatir, ini tidak terbatas pada insiden yang terisolasi, tetapi terkadang datang dari politisi itu sendiri.”
Islam adalah agama terbesar kedua di Eropa setelah Kristen. Meskipun mayoritas komunitas Muslim di Eropa Barat terbentuk baru-baru ini, ada masyarakat Muslim berusia berabad-abad di wilayah Balkan, Eropa Tenggara, Kaukasus, Krimea, dan Volga, seperti Muslim Slavia, populasi Muslim Albania, Yunani, Romani, Turki Balkan, Pomaks, Yoruks, Tatar Volga, dan Tatar Krimea.
Istilah "Muslim Eropa" digunakan untuk merujuk pada negara-negara mayoritas Muslim di Balkan yakni Bosnia dan Herzegovina, Albania, Kosovo.
“Muslim Eropa” juga digunakan untuk sebagian negara di Eropa Timur dengan minoritas Muslim yang cukup besar seperti Bulgaria, Montenegro, Makedonia Utara, dan beberapa republik Rusia yang merupakan populasi besar Muslim Eropa asli, meskipun mayoritas sekuler.
Islam masuk ke Eropa Selatan melalui perluasan "Moor" di Afrika Utara pada abad ke-8-10. Entitas politik Muslim eksis dengan kuat di tempat yang sekarang disebut Spanyol, Portugal, Sisilia, dan Malta selama beberapa abad.
Komunitas Muslim di wilayah ini dikonversi atau diusir pada akhir abad ke-15 oleh kekuatan Kristen. Islam berkembang ke Kaukasus melalui penaklukan Muslim atas Persia pada abad ke-7.
Kekaisaran Turki Utsmani (Ottoman) berkembang ke Eropa tenggara, menyerang dan menaklukkan sebagian besar Kekaisaran Serbia, Kekaisaran Bulgaria, dan semua Kekaisaran Bizantium yang tersisa pada abad ke-14 dan ke-15.
Selama berabad-abad, Kekaisaran Utsmani secara bertahap kehilangan hampir semua wilayah Eropa, sampai dikalahkan dan akhirnya runtuh pada 1922.
Islam menyebar di Eropa Timur melalui konversi Volga Bulgars, Cuman-Kipchaks, dan kemudian Golden Horde dan penerus khanat, dengan berbagai masyarakat Muslim yang disebut "Tatar" oleh Rusia.
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sejumlah besar Muslim berimigrasi ke Eropa Barat. Pada 2010, diperkirakan 44 juta Muslim tinggal di Eropa (6%), termasuk sekitar 19 juta di Uni Eropa (3,8%).
Islam di Eropa diproyeksikan mencapai 8% atau 58 juta pada 2030. Mereka sering menjadi bahan diskusi yang intens dan kontroversi politik yang diciptakan peristiwa-peristiwa seperti serangan teroris, kartun di Denmark, perdebatan tentang pakaian Islami, dan dukungan berkelanjutan untuk partai-partai populis sayap kanan yang memandang Muslim sebagai ancaman bagi budaya Eropa.
Peristiwa semacam itu juga memicu perdebatan yang berkembang mengenai topik Islamofobia, sikap terhadap Muslim, dan hak populis.
(sya)