Sejarah Tahun Baru Islam, Pembaruan dan Semangat Baru

Selasa, 10 Agustus 2021 - 14:41 WIB
loading...
Sejarah Tahun Baru Islam, Pembaruan dan Semangat Baru
Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
A A A
Ustaz TGH Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Tahun baru Islam atau tahun Hijriyyah memang belum dikenal di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan penetapan awal tahun baru dalam Islam justru baru ditetapkan setelah wafatnya baginda Nabi yang diprakarsai oleh para sahabat Nabi.

Asal usul diawalinya Tahun Baru Islam dimulai ketika seorang Gubernur Abu Musa Al-Asyari menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khatab radhiyallahu 'anhu. Kepada pemimpin tersebut, beliau mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun.

Hal inilah yang menyulitkannya saat penyimpanan dokumen atau pengarsipan. Kondisi inilah yang mendasari dibuatnya kalender Islam, yang mana saat itu umat Muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam tanpa angka tahun, hanya sebatas bulan dan tanggal.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kalender ini sebagai penyempurnaan waktu. Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memajumundurkan bulan atau hari yang semestinya masyarakat jahiliyah ketika itu. Allah sendiri berfirman pada Al-Quran Surat At Taubah ayat 36-37, melalui posisi bulan atau hilal.

"Perumusan kemudian diprakarsai oleh Khalifah Umar yang memanggil Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Waqqas hingga Thalhan bin Ubaidillah untuk penyusunan kalender Islam."

Dalam perumusan itu kemudian disepakati untuk menggunakan sistem kalender yang ada (pra Islam) untuk selanjutnya disempurnakan Rasulullah SAW. Meski kala itu, terdapat perbedaan pendapat dimana beberapa mengusulkan menggunakan milad Rasulullah SAW, namun ada yang mengusulkan dengan peristiwa Isra’ Mikraj kala Rasulullah menerima wahyu dan diangkat sebagai nabi.

Barulah ketika Ali bin Abi Thalib mengusulkan peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatsrib. Pengajuan ini, dianggap sebagai momentum besar bagi Islam yang mana hijrah merupakan simbol perpindahan masa jahiliyah ke masyarakat madani.

Pendapat inilah yang kemudian disetujui oleh seluruh sahabat, dan dibuatlah kalender Islam dengan nama kalender Hijriyah. Penetapannya, dilakukan pada tahun 1 Hijriyah atau 17 tahun pascahijrah Nabi (638 Masehi).

Pada penerapannya, kalender Hijriyah menggunakan sistem peredaran bulan atau Qomariyah. Berbeda dengan kalender Masehi yang masih mengandalkan matahari atau Syamsiah.

Tak hanya itu, pergantian hari kalender masehi dimulai sejak pukul 12 malam, yang berganti saat matahari terbenam. Hal inilah yang membuat kalender hijriah lebih pendek yakni hanya 11 hari dibanding Masehi.

Meski demikian, momentum hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah kemudian dijadikan sebagai awal tonggak diawalinya tahun baru Islam tersebut. Bukan tanpa alasan, para sahabat Nabi menjadikan momentum peristiwa Hijrah sebagai tonggak sejarah penanggalan Islam.

Salah satu hikmahnya bahwa di dalam momentum hijrah ada pesan penting yang dapat dijadikan roh serta spirit perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu memperbarui niat dan semangat.

Sebagaimana kutipan masyhur dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar Ibn Khattab: "Innamal 'amalu binniyat.." Segala sesuatu landasan utamanya adalah niat.."

Oleh karena itulah, mengawali tahun baru Hijriyyah ini penting bagi kita untuk memperbarui apa niat dan semangat baru yang akan dilakukan pada setahun yang akan dihadapi dimulai dari hari ini.

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3096 seconds (0.1#10.140)