Kisah Nabi Muhammad (1): Semua Mengagumi Beliau Termasuk Abu Jahal
Sabtu, 04 September 2021 - 21:01 WIB
Tak ada manusia yang dalam dirinya tersimpan kesempurnaan kecuali ada pada diri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau adalah sosok pemimpin umat Islam tertinggi. Tidak saja bagi umat Islam, tetapi bagi seluruh manusia.
Salah satu keistimewaan Rasulullah SAW, meski kedua matanya tertutup, hatinya tetap terjaga. Beliau memiliki postur badan yang ideal, jiwa yang sempurna, akhlak mulia, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang sangat agung.
Kesempurnaan yang dianugerahkan kepada beliau tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Nabi Muhammad menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya.
Jangankan oleh para pencinta dan sahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu termasuk Abu Jahal, pemuka kafir Quraisy.
Ungkapan yang pernah terlontar dari mulut beliau pasti membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenarannya. Suatu hari, tiga orang tokoh Quraisy berkumpul. Masing-masing dari mereka ternyata
telah mendengarkan Al-Qur'an secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh dua temannya yang lain, namun kemudian rahasia itu tersingkap.
Salah seorang dari mereka bertanya kepada Abu Jahal –yang merupakan salah seorang dari ketiga orang tersebut-: "Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang engkau dengar dari Muhammad tersebut?" Apa yang telah aku dengar? Memang kami telah berselisih dengan Bani ‘Abdi Manaf dalam persoalan derajat sosial; manakala mereka makan, kamipun makan; mereka menanggung sesuatu, kamipun ikut menanggungnya; mereka memberi, kamipun memberi
hingga akhirnya kami sejajar diatas tunggangan yang sama (setara derajatnya). Kami ibarat dua kuda perang yang sedang bertaruh.
Lalu tiba-tiba mereka berkata: "Kami memiliki Nabi yang membawa wahyu dari langit!". Kapan kami mengetahui hal ini? Demi Allah! kami tidak akan beriman sama sekali kepadanya dan tidak akan membenarkannya."
Abu Jahal pernah berkata: "Wahai Muhammad! sesungguhnya kami tidak pernah mendustakanmu, akan tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa". Lalu turunlah ayat berikut:
قَدۡ نَـعۡلَمُ اِنَّهٗ لَيَحۡزُنُكَ الَّذِىۡ يَقُوۡلُوۡنَ فَاِنَّهُمۡ لَا يُكَذِّبُوۡنَكَ وَلٰـكِنَّ الظّٰلِمِيۡنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ يَجۡحَدُوۡنَ
"Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah bersedih hati) karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS Al-Anam: Ayat 33)
Suatu ketika kaum kafir mempermainkan beliau dengan saling melirik di antara mereka. Mereka melakukan itu hingga tiga kali. Pada kali ketiga ini, barulah beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Wahai kaum Quraisy! sungguh aku datang membawakan sembelihan untuk kalian". Ucapan beliau ini berhasil mengalihkan konsentrasi mereka. Bahkan orang yang paling kasar di antara mereka, memberikan ucapan selamat kepada beliau dengan sebaik-baik ucapan yang pernah beliau dapatkan.
Ketika mereka melempar kotoran unta ke arah kepala beliau saat sedang sujud, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka. Tawa yang tadinya menyeringai di bibir mereka berubah menjadi kegundahan dan kecemasan karena mereka yakin akan binasa.
Rasulullah SAW mendoakan kebinasaan atas 'Utbah bin Abi Lahab. Orang ini masih yakin akan terjadinya apa yang didoakan oleh beliau shallallahu 'alaihi wasallam terhadapnya. Maka, ketika dia melihat segerombolan singa, serta merta dia bergumam: "Demi Allah! dia (Muhammad) telah membunuhku padahal dia berada di Mekkah". Ubay bin Khalaf pernah mengancam akan membunuh beliau, namun beliau menantangnya: "Akulah yang akan membunuhmu, insya Allah".
Maka, pada perang Uhud, tatkala beliau berhasil mencederai Ubay di bagian lehernya, yakni goresan yang tidak terlalu melebar, Ubay berkomentar: "Sesungguhnya apa yang diucapkannya di Mekkah di hadapanku dulu: 'akulah yang akan membunuhmu’ telah terjadi. Demi Allah! andai dia meludah saja ke arahku niscaya itu akan dapat membunuhku".
Sa'd bin Mu'adz –saat berada di Mekkah- pernah berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Sungguh, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "sesungguhnya mereka –kaum Muslimin- telah memerangimu". Mendengar ini, dia tampak sangat takut sekali dan berjanji untuk tidak akan keluar dari Makkah.
Ketika dipaksa oleh Abu Jahal untuk berperang di Badar, dia membeli keledai yang paling bagus di Mekkah untuk digunakannya bila suatu ketika dapat kabur. Saat itu, istrinya berkata kepadanya: "Wahai Abu Shafwan! Apakah engkau lupa apa yang dikatakan saudaramu dari Yatsrib tersebut?".
Dia menjawab: "Demi Allah! bukan demikian tetapi aku tidak akan mau berhadapan langsung dengan mereka kecuali memang sudah dekat benar jaraknya". Demikianlah kondisi musuh-musuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menaruh hormat dan segan kepada beliau.
(bersambung)!
Referensi:
Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
Salah satu keistimewaan Rasulullah SAW, meski kedua matanya tertutup, hatinya tetap terjaga. Beliau memiliki postur badan yang ideal, jiwa yang sempurna, akhlak mulia, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang sangat agung.
Kesempurnaan yang dianugerahkan kepada beliau tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Nabi Muhammad menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya.
Jangankan oleh para pencinta dan sahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu termasuk Abu Jahal, pemuka kafir Quraisy.
Ungkapan yang pernah terlontar dari mulut beliau pasti membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenarannya. Suatu hari, tiga orang tokoh Quraisy berkumpul. Masing-masing dari mereka ternyata
telah mendengarkan Al-Qur'an secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh dua temannya yang lain, namun kemudian rahasia itu tersingkap.
Salah seorang dari mereka bertanya kepada Abu Jahal –yang merupakan salah seorang dari ketiga orang tersebut-: "Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang engkau dengar dari Muhammad tersebut?" Apa yang telah aku dengar? Memang kami telah berselisih dengan Bani ‘Abdi Manaf dalam persoalan derajat sosial; manakala mereka makan, kamipun makan; mereka menanggung sesuatu, kamipun ikut menanggungnya; mereka memberi, kamipun memberi
hingga akhirnya kami sejajar diatas tunggangan yang sama (setara derajatnya). Kami ibarat dua kuda perang yang sedang bertaruh.
Lalu tiba-tiba mereka berkata: "Kami memiliki Nabi yang membawa wahyu dari langit!". Kapan kami mengetahui hal ini? Demi Allah! kami tidak akan beriman sama sekali kepadanya dan tidak akan membenarkannya."
Abu Jahal pernah berkata: "Wahai Muhammad! sesungguhnya kami tidak pernah mendustakanmu, akan tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa". Lalu turunlah ayat berikut:
قَدۡ نَـعۡلَمُ اِنَّهٗ لَيَحۡزُنُكَ الَّذِىۡ يَقُوۡلُوۡنَ فَاِنَّهُمۡ لَا يُكَذِّبُوۡنَكَ وَلٰـكِنَّ الظّٰلِمِيۡنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ يَجۡحَدُوۡنَ
"Sungguh, Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu (Muhammad), (janganlah bersedih hati) karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS Al-Anam: Ayat 33)
Suatu ketika kaum kafir mempermainkan beliau dengan saling melirik di antara mereka. Mereka melakukan itu hingga tiga kali. Pada kali ketiga ini, barulah beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Wahai kaum Quraisy! sungguh aku datang membawakan sembelihan untuk kalian". Ucapan beliau ini berhasil mengalihkan konsentrasi mereka. Bahkan orang yang paling kasar di antara mereka, memberikan ucapan selamat kepada beliau dengan sebaik-baik ucapan yang pernah beliau dapatkan.
Ketika mereka melempar kotoran unta ke arah kepala beliau saat sedang sujud, beliau mendoakan kebinasaan atas mereka. Tawa yang tadinya menyeringai di bibir mereka berubah menjadi kegundahan dan kecemasan karena mereka yakin akan binasa.
Rasulullah SAW mendoakan kebinasaan atas 'Utbah bin Abi Lahab. Orang ini masih yakin akan terjadinya apa yang didoakan oleh beliau shallallahu 'alaihi wasallam terhadapnya. Maka, ketika dia melihat segerombolan singa, serta merta dia bergumam: "Demi Allah! dia (Muhammad) telah membunuhku padahal dia berada di Mekkah". Ubay bin Khalaf pernah mengancam akan membunuh beliau, namun beliau menantangnya: "Akulah yang akan membunuhmu, insya Allah".
Maka, pada perang Uhud, tatkala beliau berhasil mencederai Ubay di bagian lehernya, yakni goresan yang tidak terlalu melebar, Ubay berkomentar: "Sesungguhnya apa yang diucapkannya di Mekkah di hadapanku dulu: 'akulah yang akan membunuhmu’ telah terjadi. Demi Allah! andai dia meludah saja ke arahku niscaya itu akan dapat membunuhku".
Sa'd bin Mu'adz –saat berada di Mekkah- pernah berkata kepada Umayyah bin Khalaf: "Sungguh, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "sesungguhnya mereka –kaum Muslimin- telah memerangimu". Mendengar ini, dia tampak sangat takut sekali dan berjanji untuk tidak akan keluar dari Makkah.
Ketika dipaksa oleh Abu Jahal untuk berperang di Badar, dia membeli keledai yang paling bagus di Mekkah untuk digunakannya bila suatu ketika dapat kabur. Saat itu, istrinya berkata kepadanya: "Wahai Abu Shafwan! Apakah engkau lupa apa yang dikatakan saudaramu dari Yatsrib tersebut?".
Dia menjawab: "Demi Allah! bukan demikian tetapi aku tidak akan mau berhadapan langsung dengan mereka kecuali memang sudah dekat benar jaraknya". Demikianlah kondisi musuh-musuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menaruh hormat dan segan kepada beliau.
(bersambung)!
Referensi:
Sirah Nabawiyah karya Syekh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury bersumber dari Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
(rhs)