Imam Nawawi Murka karena Diberi Gelar Muhyiddin
Senin, 13 September 2021 - 17:51 WIB
Perhatian ayah dan guru beliaupun menjadi semakin besar. An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilminya ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah–halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut.
An-Nawawi tinggal di madrasah Arrawahiyyah didekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama.
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Iapun mengungguli teman-temannya yang lain.
Ia berkata : “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata.Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].
Di antara syaikh beliau: Abul Baqa’ An-Nablusiy, Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ausiy, Abu Ishaq AlMuradiy, Abul Faraj Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy, Ishaq bin Ahmad Al-Maghribiy dan Ibnul Firkah.
Dan di antara murid beliau: Ibnul ‘Aththar AsySyafi’iy, Abul Hajjaj Al-Mizziy, Ibnun Naqib AsySyafi’iy,Abul ‘Abbas Al-Isybiliy dan Ibnu ‘Abdil Hadi.
Pada tahun 651 H ia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah dan menetap di sana selama satu setengah bulan lalu kembali ke Dimasyq.
Pada tahun 665 H ia mengajar di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah (Dimasyq) dan menolak untuk mengambil gaji.
Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar 40 kitab, diantaranya:
1. Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al- Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
2. Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
3. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
4. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.
Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.
Secara umum beliau termasuk salafi dan berpegang teguh pada manhaj ahlul hadits, tidak terjerumus dalam filsafat dan berusaha meneladani generasi awal umat dan menulis bantahan untuk ahlul bid’ah yang menyelisihi mereka. Imam Nawawi meninggal pada 24 Rajab 676 H.
An-Nawawi tinggal di madrasah Arrawahiyyah didekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama.
Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Iapun mengungguli teman-temannya yang lain.
Ia berkata : “Dan aku menulis segala yang berhubungan dengannya, baik penjelasan kalimat yang sulit maupun pemberian harakat pada kata-kata.Dan Allah telah memberikan barakah dalam waktuku.” [Syadzaratudz Dzahab 5/355].
Di antara syaikh beliau: Abul Baqa’ An-Nablusiy, Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ausiy, Abu Ishaq AlMuradiy, Abul Faraj Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy, Ishaq bin Ahmad Al-Maghribiy dan Ibnul Firkah.
Dan di antara murid beliau: Ibnul ‘Aththar AsySyafi’iy, Abul Hajjaj Al-Mizziy, Ibnun Naqib AsySyafi’iy,Abul ‘Abbas Al-Isybiliy dan Ibnu ‘Abdil Hadi.
Pada tahun 651 H ia menunaikan ibadah haji bersama ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah dan menetap di sana selama satu setengah bulan lalu kembali ke Dimasyq.
Pada tahun 665 H ia mengajar di Darul Hadits Al-Asyrafiyyah (Dimasyq) dan menolak untuk mengambil gaji.
Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar 40 kitab, diantaranya:
1. Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al- Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir.
2. Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
3. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat.
4. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.
Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.
Secara umum beliau termasuk salafi dan berpegang teguh pada manhaj ahlul hadits, tidak terjerumus dalam filsafat dan berusaha meneladani generasi awal umat dan menulis bantahan untuk ahlul bid’ah yang menyelisihi mereka. Imam Nawawi meninggal pada 24 Rajab 676 H.
(mhy)