Syekh Subakir Meruqyah Gunung Tidar: Makhluk Ghaib Ngungsi ke Pantai Selatan
Senin, 04 Oktober 2021 - 16:47 WIB
Syeikh Subakir meruqyah (orang Jawa bilang menumbali) tiga titik sentral di tanah Jawa yang meliputi wilayah timur, barat, dan tengah. Khusus untuk kawasan bagian tengah Syeikh Subakir memilih kawasan Gunung Tidar yang letaknya tidak jauh dengan pusat peradaban Mataram Kuno. Konon setelah diruqyah Syeh Subakir, makhluk ghaib penghuni wilayah Gunung Tidar mengungsi kePantaiSelatan.
Wilayah ini perlu diruqyah dalam rangka syiar agama Islam di pulau Jawa. Dalam Kitab Musarar Syekh Subakir (Asal-Muasal Tanah Jawa), Terjemahan, Mat Sukri, Asal-Muasal Tanah Jawa disebutkan pernyataan Syeikh Subakir sebagai berikut:
“Purwane kang ginupita, duk suwunge tanah Jawi, taksih wanalangkung pringga, isina amung dedemit, pari prayangan lan jin, miwah sagunging lelembut, kalawan brekakasan, gandarwo lan banaspati, ilu-ilu janggitan lawan kemamang.”
“Awal mula yang diceritakan, di saat kekosongan tanah Jawa, masih berupa hutan berbahaya, isinya hanya hantu, peri dan jin, serta segala makhluk halus, seperti dewa raksasa dan banaspati, ilu-ilu serta jerambang.”
Tiga Titik Sentral
Dalam buku Melacak Jejak Syeikh Subakir: Riwayat Penumbalan Tanah Jawa dan Walisanga Generasi Pertama karya M. Romadhon disebutkan ada tiga titik sentral yang dijadikan prioritas oleh Syeikh Subakir untuk ditumbali, yakni timur, barat, dan tengah. "Untuk kawasan bagian tengah ini, dia memilih kawasan Gunung Tidar yang letaknya tidak jauh dengan pusat peradaban Mataram Kuno," tutur Romadhon.
Menurutnya, ini adalah salah satu strategi Syeikh Subakir dalam mensyiarkan agama Islam. Syeikh Subakir memilih Gunung Tidar dimaksudkan untuk mengislamkan pusat dari kerajaan Hindu-Budha pada masa Dinasti Sailendra.
Selain itu Gunung Tidar terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat di bagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk seperti kepala paku, sehingga Gunung Tidar sampai sekarang dikenal dengan nama “pakuning lemah Jawa”
Jika kita pergi ke puncak Gunung Tidar, akan kita temui pula sebuah lapangan cukup luas, selain juga terdapat sebuah tugu dengan simbol huruf “sa” dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Tugu ini dipercaya masyarakat sebagai pakunya tanah Jawa serta yang membuat tanah Jawa menjadi tetap tenang dan nyaman.
Mitologi Syeikh Subakir
Cerita tentang Syeikh Subakir banyak menyimpan mitologi yang sangat luar biasa di kalangan masyarakat Jawa.
Salah satu contoh, untuk menyebarkan agama Islam, konon cerita yang beredar di tengah-tengah masyarakat, bahwa Syeikh Subakir membawa batu hitam yang dipasang seantero Nusantara dan untuk di pulau Jawa sendiri diletakkan di puncak Gunung Tidar. Sehingga apa yang dilakukan oleh Syeikh Subakir tersebut membuat para makhluk ghaib menjadi-jadi, namun akhirnya Syeikh Subakir dapat menaklukkan bangsa ghaib tersebut.
Semenjak kejadian tersebut, menurut M. Romadhon, akhirnya Syeikh Subakir terkenal sebagai wali Allah yang mampu menakhlukkan bangsa ghaib berupa jin dan segala jenis makhluk ghaib lainnya. Karena kejadian tersebut pula, para bangsa lelembut yang bersarang di Gunung Tidar akhirnya ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, yakni tempat Nyai Roro Kidul.
Cerita ini sudah sangat melekat di tengah-tengah kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya kawasan Mataraman daerah Blitar maupun Tulungagung.
Wilayah ini perlu diruqyah dalam rangka syiar agama Islam di pulau Jawa. Dalam Kitab Musarar Syekh Subakir (Asal-Muasal Tanah Jawa), Terjemahan, Mat Sukri, Asal-Muasal Tanah Jawa disebutkan pernyataan Syeikh Subakir sebagai berikut:
“Purwane kang ginupita, duk suwunge tanah Jawi, taksih wanalangkung pringga, isina amung dedemit, pari prayangan lan jin, miwah sagunging lelembut, kalawan brekakasan, gandarwo lan banaspati, ilu-ilu janggitan lawan kemamang.”
“Awal mula yang diceritakan, di saat kekosongan tanah Jawa, masih berupa hutan berbahaya, isinya hanya hantu, peri dan jin, serta segala makhluk halus, seperti dewa raksasa dan banaspati, ilu-ilu serta jerambang.”
Tiga Titik Sentral
Dalam buku Melacak Jejak Syeikh Subakir: Riwayat Penumbalan Tanah Jawa dan Walisanga Generasi Pertama karya M. Romadhon disebutkan ada tiga titik sentral yang dijadikan prioritas oleh Syeikh Subakir untuk ditumbali, yakni timur, barat, dan tengah. "Untuk kawasan bagian tengah ini, dia memilih kawasan Gunung Tidar yang letaknya tidak jauh dengan pusat peradaban Mataram Kuno," tutur Romadhon.
Menurutnya, ini adalah salah satu strategi Syeikh Subakir dalam mensyiarkan agama Islam. Syeikh Subakir memilih Gunung Tidar dimaksudkan untuk mengislamkan pusat dari kerajaan Hindu-Budha pada masa Dinasti Sailendra.
Selain itu Gunung Tidar terletak di pinggir selatan kota Magelang yang kebetulan berada tepat di bagian tengah Pulau Jawa tersebut memang berbentuk seperti kepala paku, sehingga Gunung Tidar sampai sekarang dikenal dengan nama “pakuning lemah Jawa”
Jika kita pergi ke puncak Gunung Tidar, akan kita temui pula sebuah lapangan cukup luas, selain juga terdapat sebuah tugu dengan simbol huruf “sa” dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Tugu ini dipercaya masyarakat sebagai pakunya tanah Jawa serta yang membuat tanah Jawa menjadi tetap tenang dan nyaman.
Mitologi Syeikh Subakir
Cerita tentang Syeikh Subakir banyak menyimpan mitologi yang sangat luar biasa di kalangan masyarakat Jawa.
Salah satu contoh, untuk menyebarkan agama Islam, konon cerita yang beredar di tengah-tengah masyarakat, bahwa Syeikh Subakir membawa batu hitam yang dipasang seantero Nusantara dan untuk di pulau Jawa sendiri diletakkan di puncak Gunung Tidar. Sehingga apa yang dilakukan oleh Syeikh Subakir tersebut membuat para makhluk ghaib menjadi-jadi, namun akhirnya Syeikh Subakir dapat menaklukkan bangsa ghaib tersebut.
Semenjak kejadian tersebut, menurut M. Romadhon, akhirnya Syeikh Subakir terkenal sebagai wali Allah yang mampu menakhlukkan bangsa ghaib berupa jin dan segala jenis makhluk ghaib lainnya. Karena kejadian tersebut pula, para bangsa lelembut yang bersarang di Gunung Tidar akhirnya ‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, yakni tempat Nyai Roro Kidul.
Cerita ini sudah sangat melekat di tengah-tengah kepercayaan masyarakat Jawa, khususnya kawasan Mataraman daerah Blitar maupun Tulungagung.
(mhy)