Muhammad Ali Pasha (1): Pembantaian Kaum Mamluk di Benteng Kairo

Sabtu, 30 Oktober 2021 - 11:56 WIB
Muhammad Ali Pasha (inset) memerintahkan pembantaian kaum Mamluk di Benteng Mesir. (Foto/Ilustrasi : wikipedia)
Pada 18 Juni 1805, khalifah Ottoman mengangkat Muhammad Ali sebagai wali di Mesir dengan pangkat pasha. Tak disangka, dalam perjalanan kekuasaan Muhammad Ali ini tragedi pembantaian kaum Mamluk terjadi.



Alkisah, setelah dikalahkan oleh Inggris dalam sebuah pertempuran di tahun 1801, Kaisar Napoleon Bonaparte kembali ke Prancis. Pemerintahan Mesir pun dalam kondisi vakum.

Penguasa Mesir sebelumnya, Dinasti Mamluk, yang dikalahkan oleh pasukan Napoleon pada Juli 1798, berduyun-duyun kembali ke Mesir untuk mengambil kembali tampuk kekuasaan di sana. Tapi sebagian masyarakat menolak mereka.

Sedangkan dari utara, Salim III sultan dinasti Ottoman, mengutus salah satu perwiranya yang memiliki kecakapan diplomasi dan taktik militer bernama Muhammad Ali untuk menduduki Mesir.

Menurut Harun Nasution dalam bukunya berjudul "Pembaharuan dalam Islam", hengkangnya Napoleon dari Mesir bukan karena kalah perang dari Inggris melainkan dikalahkan oleh pasukan Ottoman di bawah Muhammad Ali Pasya.

Nah, setelah berhasil mengusir pasukan Napoleon Muhammad Ali berinisiatif untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang vakum itu. Tetapi terjadi perebutan untuk mengisi kekosongan tersebut antara lain dengan Khursyid Pasya, pimpinan kaum Mamluk, yang datang dari Istanbul, Turki.

Sebelumnya, kaum mamluk pergi meninggalkan Mesir karena diperangi dan dikejar-kejar oleh pasukan Napoleon.

Jadilah Kairo sebagai kota yang mencekam. Berbagai kekuatan berkumpul di sini. Semua mengambil sikap siaga, meski dipermukaan dinamika tampak seperti biasa.

Muhammad Ali, melihat situasi ini tidak sebagai masalah. Ia justru melihat peluang, muncul sebuah visi di benaknya.

Kedatangan pasukan Ottoman sejak awal memang disambut baik oleh masyarakat Mesir. Dengan cekatan Muhammad Ali membaca situasi dan memetakan masalah.

Tahap demi tahap ia jinakkan kekuatan yang ada di sana dengan metode diplomasi. Kecakapannya mengundang simpati dari masyarakat Mesir, dan ini menjadi alasan yang cukup bagi Sultan Ottoman untuk mempercayakan kekuasaan Mesir padanya.

Ia pun diangkat menjadi wali di Mesir dengan pangkat Pasha oleh Sultan Ottoman pada 18 Juni 1805. Ia ditugaskan untuk merapikan semua situasi di sana.

Tugas ini diterima dan dijalankan dengan baik oleh Muhammad Ali. Tapi yang tidak diketahui oleh Sultan, Muhammad Ali ternyata memeram ambisi pribadi dalam misinya yang sukses ini.



Muhammad Ali Pasha masih keturunan dari Turki. Ia lahir di Kawalla, Yunani pada tahun 1765. Ayahnya adalah seorang pedagang dan dapat dikatakan bahwa Muhammad Ali lahir dalam keadaan keluarga tidak mampu sehingga ia tidak pernah mengenyam pendidikan.

Bangsa Albania

Sejak awal datang ke Mesir, ia sudah membawa pasukan kepercayaannya yang berasal dari bangsa Albania. Adapun pasukan Ottoman hanya sedikit jumlahnya bila dibanding dengan orang-orang Albania.

Pada awal tahun 1811, kondisi di Mesir sudah jauh berubah. Kekuatan yang tersisa di sana hanya tinggal Muhammad Ali dan para elit dinasti Mamluk yang masih memendam ambisi untuk mengambil alih kekuasaan.

Adapun pasukan Ottoman yang jumlahnya hanya sedikit, sudah diperintahkan pulang ke negerinya. Sehingga praktis ia hanya didampingi oleh pasukan andalannya, yaitu orang-orang Albania yang bertugas menjaga stabilitas di Mesir.

Kepada orang-orang Mamluk ini, Muhammad Ali sudah mengupayakan berbagai cara untuk meredam ambisi politik mereka. Mulai dari pemberian tanah, hingga pajak yang murah. Namun ia merasakan ambisi tersebut tak kunjung reda.

Di sisi lain, rakyat Mesir tidak berharap nasib mereka kembali jatuh ke tangan orang-orang Mamluk.

Bangkitnya Dinasti Saud

Di Timur Tengah, tersiar kabar bangkitnya dinasti Saud. Dinasti baru ini dengan begitu progresif berhasil merebut satu per satu wilayah kekuasaan Turki di Timur Tengah. Bahkan mereka berhasil menguasai dua kota suci, Makkah dan Madinah, dan mengintervensi berbagai kebiasaan dan peribadatan di sana.

Dinasti Saud membawa misi pemurnian agama. Mereka mengoreksi praktik keagamaan seperti penghormatan kepada orang-orang suci, ziarah kubur dan praktik tasawuf. Situasi ini kemudian melahirkan gejolak di kawasan Timur Tengah.

Untuk meredam gejolak ini, penguasa Ottoman memerintahkan Muhammad Ali mengatasinya, karena posisinya paling dekat dengan kawasan Timur Tengah. Mematuhi perintah Sultan, Muhammad Ali menyiapkan segala sesuatunya.

Rencananya ia akan mengutus putra sulungnya yang bernama Tusun untuk misi tersebut, sementara ia menuntaskan segala urusan di Mesir.



Pembantaian di Benteng Kairo

Pada tanggal 1 Meret 1811, Muhammad Ali menggelar pesta di Benteng Kairo. Ia mengundang semua elit Mamluk dalam upacara pelepasan putranya ke medan perang. Tak kurang dari 470 elit Mamluk diundang dalam acara tersebut.

Pada hari H, acarapun digelar. Seluruh pasukan Muhammad Ali yang merupakan orang-orang Albania hadir dengan persenjataan lengkap di Benteng Kairo. Para elit Mamluk yang menjadi tamu undangan pun berdatangan.

Setelah melakukan acara minum kopi, mereka dipersilahkan memasuki benteng dengan diiringi oleh pasukan Albania. Sesampainya mereka di dalam benteng, tiba-tiba gerbang ditutup keras. Lalu muncul perintah dari komandan pasukan, bahwa atas perintah Pasha, semua orang-orang Mamluk yang berada di dalam benteng harus dibunuh.

Suasana menjadi kacau. Para elit Mamluk yang tidak bersenjata lengkap ini berlarian mencari perlindungan. Mereka dikejar dan ditembaki. Ada yang berlari memanjat benteng, ataupun bersembunyi di bangunan-bangunan. Tapi jumlah mereka tak lebih dari 500 orang, sangat sulit mencari jalan keluar di antara kepungan ribuan tentara Albania. Tak butuh waktu lama, semua tamu undangan tersebut habis dibantai pasukan Muhammad Ali.

Dalam peristiwa di Benteng Kairo ini hanya seorang saja yang selamat dari peristiwa pembantaian itu karena meloncat dari benteng.

Mendengar adanya seorang Mamluk yang selamat, Muhammad Ali Pasya mengirimkan pasukan untuk mengejarnya.

Masalah tak berhenti sampai di situ. Segera saja berita pembantaian ini sampai ke masyarakat. Perasaan tertindas yang mereka rasakan selama di bawah pemerintahan dinasti Mamluk menemukan momentum pelepasannya.

Konflik horizontal pun terjadi. Semua orang Mamluk di Mesir diburu, dan rumah-rumah mereka dibakar.

Kaum Mamluk di Mesir pun habis tidak tersisa. Sedangkan mereka yang di Turki selamat dengan berpindah ke Sudan,

Harun Nasution mengatakan genosida terhadap kaum Mamluk ini dikarenakan Muhammad Ali Pasya mendengar adanya isu-isu yang berisi rencana pembunuhan terhadapnya yang akan dilakukan kaum Mamluk.

Dua hari berikutnya, Muhammad Ali dan putranya berjalan keliling Mesir untuk meredam gejolak di masyarakat, tapi semua sudah terlambat.

Kerusuhan reda setelah ratusan rumah orang Mamluk terbakar dan habis dijarah, dan kepala-kepala para elit Mamluk di bawa ke Istambul.

(mhy)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Abu Qatadah dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada sikap lalai ketika tidur, akan tetapi kelalaian itu hanya ada ketika terjaga, yaitu mengakhirkan shalat hingga datang waktu shalat yang lain.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 373)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More