Shajarat al-Durr, Perempuan Pendiri Dinasti Mamluk yang Berakhir Tragis

Selasa, 26 Oktober 2021 - 05:15 WIB
loading...
Shajarat al-Durr, Perempuan Pendiri Dinasti Mamluk yang Berakhir Tragis
Shajarat al-Durr adalah pendiri Dinasti Mamluk. Dia ahli stategi perang, (Ilustrasi : deviantart.com)
A A A
Shajarat al-Durr adalah pendiri Dinasti Mamluk, setelah sukses mengakhiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Perempuan kuat ini akhirnya tumbang oleh anak tirinya. Shajarat al-Durr tewas setelah kakinya di seret lalu tubuhnya dijatuhkan dari atas Benteng Kairo.

Shajarat al-Durr, adalah julukan yang berarti “pohon mutiara”. Ia memang dikenal akan kesukaannya pada permata laut tersebut. Shajarat al-Durr lahir pada sekitar abad ke 13 di Armenia, dari keluarga besar Kipchak, Turki yang nomaden.

Tentang keluarga Kipchak, Ibnu Battuta menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang berambut pirang, dan perempuan di sini memegang status yang tinggi. “Saya telah menyaksikan hal yang luar biasa di tempat ini. Masyarakatnya sangat menjunjung tinggi martabat dan kehormatan perempuan,” kenang Ibnu Battuta.



Ahli Strategi Perang
Pada masa kelahiran Shajarat al-Durr, dunia sedang dikejutkan oleh ekspedisi raksasa pasukan Mongol yang menyapu hampir seluruh daratan Asia, termasuk Armenia. Pada saat yang sama, di Mesir, tampuk kekuasaan sudah beralih dari Dinasti Fatimiyyah ke Dinasti Ayyubiyah.

Shajarat al-Durr dipersunting oleh Sultan Al-Malik al-Salih, penguasa Mesir waktu itu. Di samping Shajarat al-Durr, dia juga yang membawa sejumlah besar orang-orang Kipchaks ke Kairo untuk dijadikan sebagai tentara, yang kemudian dikenal dengan Mamluk.

Al-Makrisi, sejarawan dan penyair abad ke-14 dan ke-15, menulis bahwa Sultan sangat mencintai Shajarat al-Durr, sampai-sampai Sultan selalu membawa dia bersamanya ke medan perang, dan wanita inipun tidak pernah mengundurkan diri dari pertempuran.

Shajarat al-Durr menjadi penasihat militer yang paling berpangaruh bagi Sultan. Pendapat-pendapatnya yang brilian, kerap menjadi strategi yang menjadi penentu kemenangan.

Hal ini menjadikan Sultan sangat bergantung pada Shajarat al-Durr, baik di medan perang, bahkan dalam hal mengurus negara. Melalui Shajarat al-Durr-lah orang-orang Mamluk menjadi salah satu pasukan elit yang cukup disegani di Mesir pada masa itu.

Tom Verde dalam tulisannya berjudul “Malika III: Shajarat Al-Durr” menyebut ketajaman strategi Shajarat al-Durr mulai menjadi legenda ketika pada musim semi tahun 1249, Sultan Al Salih sedang melakukan pertempuran di Syiria. Tiba-tiba terdengar kabar bahwa tentara Perang Salib Ketujuh, yang dipimpin oleh Louis IX dari Prancis, sedang berlayar ke Mesir, yang bertujuan untuk mendaratkan 1.800 kapal dan 50.000 orang di kota Delta Sungai Nil, Damietta.

Shajarat al-Durr yang saat itu dipercaya memegang kendali Negara, mengisi kekosongan komando dan memerintahkan Fakhruddin, salah satu komandan pasukannya untuk ke Damietta dan memimpin pasukan Mamluk menghalau laju Louis IX.

Masalahnya, pasukan inti Ayyubiyah dibawa pergi oleh Sultan dalam ekspedisinya ke Syiria, dan Fakhruddin hanya bisa mengandalkan pasukan yang tersisa untuk menghadapi pasukan Louis IX.

Tapi berita mengejutkan datang dari pertempuran di Syiria, Sultan terluka parah, dan harus pulang dengan cara ditandu.



Di sisi lain, pasukan yang dipimpin oleh Fahkruddin sudah mulai kewalahan di Damietta, dan akhirnya memilih mundur, sambil menunggu kedatangan sang Sultan bersama bala tentara intinya.

Sultan yang terluka itu akhirnya tiba di al-Mansoura (kota yang berjarak sekitar 100 Km dari laut Kairo) bersama pasukannya.

Kedatangannya segera menaikkan moral pasukan yang baru saja dipukul mundur oleh Tentara Salib. Selama sakitnya, Shajarat al-Durr tidak pernah berpisah dengan Sultan. Hingga pada Agustus 1249, Sultan Al Saleh meninggal dunia.

Kecerdasan Shajarat al-Durr berhasil membawanya pada analisis strategis yang rumit tentang apa yang akan terjadi bila berita ini terdengar luas keluar. Moral pasukan bisa tiba-tiba jatuh, dan pasukan Louis IX akan dengan sangat mudah merebut Kairo.

Skenario Konspirasi
Akhirnya ia memutuskan untuk sementara waktu menyembunyikan kabar duka ini, sambil ia memanggil Turan Shah, putra tertua Al Saleh dari istri pertamanya, untuk datang ke Kairo dan mengambil alih kepemimpinan ayahnya. Tapi rentang waktu antara kematian Al Saleh dan kedatangan Turan Shah bukan sebentar. Di sinilah kemudian kepiawaian Shajarat al-Durr terlihat nyata.

Ia memanggil semua orang kepercayaan dan membuat satu skenario konspirasi yang rumit untuk mengamankan rahasia wafatnya Sultan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2263 seconds (0.1#10.140)