Kisah Sufi Kalandar: Kecurigaan Perselingkuhan dalam Peti Kuno Nuri Bey
Senin, 20 Desember 2021 - 11:51 WIB
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" menulis kisah sufi yang menggelitik. Kisah berjudul "Peti Kuno Nuri Bey" ini memiliki makna mendalam di samping pesan moral yang jelas.
Menurut Idries Shah, kisah ini merupakan bagian dari naskah para darwis pengembara (Kalandar). Panutan mereka adalah Yusuf dari Andalusia dari abad ke-13. Dahulu jumlah mereka sangat banyak di Turki. Berikut kisahnya:
Nuri Bey adalah seorang Albania yang suka termenung dan disegani. Ia menikahi wanita berusia jauh lebih muda darinya.
Suatu malam ketika ia pulang ke rumah lebih awal dari biasanya, seorang pelayan yang setia datang padanya dan berkata:
"Istri Tuan berperilaku mencurigakan. Ia berada di kamarnya dengan sebuah peti besar, cukup besar untuk ditempati seorang lelaki; peti itu dulunya milik nenek Tuan."
"Mestinya peti itu hanya berisi beberapa sulaman kuno. Hamba yakin di dalamnya kini terdapat lebih dari sekadar sulaman. Tetapi nyonya tak akan mengizinkan hamba, pelayanmu yang paling setia, untuk melihat ke dalam peti."
Nuri pergi ke kamar istrinya, dan menemukannya duduk sedih di sebelah peti kuno besar itu.
"Boleh aku menengok isi peti itu?"
"Karena kecurigaan seorang pelayan, atau karena engkau tidak percaya padaku?"
"Bukankah lebih mudah bila engkau membukanya saja tanpa memusingkan alasanku?" timpal Nuri.
"Tidak bisa."
"Apa petinya terkunci?"
"Ya."
"Di mana kuncinya?"
Ia menunjukkan kunci itu, "Usir pelayan itu, dan akan kuberikan kunci ini padamu."
Pelayan itu dipecat. Wanita itu menyerahkan kunci peti lalu keluar kamar dengan pikiran galau.
Nuri Bey berpikir lama. Kemudian, dipanggilnya empat orang tukang kebunnya. Malam itu juga mereka bersama-sama mengangkat peti itu tanpa membukanya ke tempat yang jauh, dan menguburnya.
Masalah itu tak pernah diungkit-ungkit lagi.
Kisah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dalam versi yang lebih dikembangkan, lewat buku Stambul Nights karya H.G. Dwight yang terbit di Amerika Serikat tahun 1916 dan 1922.
Kisah ini juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi. Juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan Kisah Nasehat Para Guru Sufi Selama Seribu Tahun yang Lampau.
Menurut Idries Shah, kisah ini merupakan bagian dari naskah para darwis pengembara (Kalandar). Panutan mereka adalah Yusuf dari Andalusia dari abad ke-13. Dahulu jumlah mereka sangat banyak di Turki. Berikut kisahnya:
Nuri Bey adalah seorang Albania yang suka termenung dan disegani. Ia menikahi wanita berusia jauh lebih muda darinya.
Suatu malam ketika ia pulang ke rumah lebih awal dari biasanya, seorang pelayan yang setia datang padanya dan berkata:
"Istri Tuan berperilaku mencurigakan. Ia berada di kamarnya dengan sebuah peti besar, cukup besar untuk ditempati seorang lelaki; peti itu dulunya milik nenek Tuan."
"Mestinya peti itu hanya berisi beberapa sulaman kuno. Hamba yakin di dalamnya kini terdapat lebih dari sekadar sulaman. Tetapi nyonya tak akan mengizinkan hamba, pelayanmu yang paling setia, untuk melihat ke dalam peti."
Nuri pergi ke kamar istrinya, dan menemukannya duduk sedih di sebelah peti kuno besar itu.
"Boleh aku menengok isi peti itu?"
"Karena kecurigaan seorang pelayan, atau karena engkau tidak percaya padaku?"
"Bukankah lebih mudah bila engkau membukanya saja tanpa memusingkan alasanku?" timpal Nuri.
"Tidak bisa."
"Apa petinya terkunci?"
"Ya."
"Di mana kuncinya?"
Ia menunjukkan kunci itu, "Usir pelayan itu, dan akan kuberikan kunci ini padamu."
Pelayan itu dipecat. Wanita itu menyerahkan kunci peti lalu keluar kamar dengan pikiran galau.
Baca Juga
Nuri Bey berpikir lama. Kemudian, dipanggilnya empat orang tukang kebunnya. Malam itu juga mereka bersama-sama mengangkat peti itu tanpa membukanya ke tempat yang jauh, dan menguburnya.
Masalah itu tak pernah diungkit-ungkit lagi.
Kisah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dalam versi yang lebih dikembangkan, lewat buku Stambul Nights karya H.G. Dwight yang terbit di Amerika Serikat tahun 1916 dan 1922.
Kisah ini juga telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi. Juga oleh Sapardi Djoko Damono dalam buku Kisah-Kisah Sufi, Kumpulan Kisah Nasehat Para Guru Sufi Selama Seribu Tahun yang Lampau.
(mhy)